titaStory.id,ambon, – Upaya hukum Kasasi oleh ahli waris Izack Baltasar Soplanit akhirnya kandas.
Hal ini Sesuai relaas pemberitahuan yang dikantongi media ini, menjelaskan Tentang putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 3952 K/PdtU2023, tanggal 14 Desember 2023, antara Ny Ludya Papilaya/ Soplanit melawan Tan Kho Hang Hoat sebagai pemohon kasasi dan termohon kasasi.
Sesuai amar putusan, point mengadili adalah :
1. Menolak permohonan Kasasi dari Para pemohon Kasasi 1. Ny.LUDYA
PAPILAYA/SOPLANIT, 2. Ny. IRAPEGI CALASINA SOPLANIT, 3. Ny. SONYA
ANIKA SOPLANIT, 4. NIMROD RENIF SOPLANIT, 5. JULIA ERNA SOPLANIT, 6.
MEGAWATI SUSANTI SOPLANIT dan 7. RENNY SOPLANIT tersebut.
2. Menghukum Para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Hadirnya putusan Inkrah ini, mungkinkah akan berpengaruh pada laporan pemalsuan akta otentik di Polda Maluku?
Sebelumnya diberitakan, Laporan Papilaya tersebut terkait dugaan adanya pemalsuan atas data otentik akta notaris dengan terlapor Tan Kho Hang Hoat alias Fat.
Via Telephone, Jober, rabu (31/01/ 2024) pukul 17.04 WIT kepada media ini menerangkan tentang pemberitaan media online, titaStory.id, yang dikeluarkan pada tanggal 26 Januari tentang penyelidikan nasi berlanjut Polda maluku sesalkan cuitan Berhitu, dan sub judul Jikalau tidak lagi mengharapkan polisi untuk apa lapor polisi.
Dalam tanggapannya, Jober menerangkan, bahwa kliennya Ludya Papilaya telah melayangkan laporan dengan terlapor Tan Kho Hang Hoat alias Fat atas dugaan menempatkan keterangan palsu dalam Akta Otentik, berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LPB/ 439-R10-2021 dari SPKT Polda Meluku bertanggal 18 September 2021.
” Itu yang beta jelaskan pertegas sebagai dasar. Kita kuasa hukum menyampaikan dalam kapasitas Ibu Ludya Papilaya, ” ucapnya.
Terang Berhitu, jikalau tidak lagi mengharapkan Polisi untuk apa lapor Polisi, dirinya kemudian menjelaskan, penyidik dalam melakukan suatu tindakan atau melakukan penyidikan, dasarnya adalah surat penyidikan, dan kuasa hukum pun mendapatkan pemberitahuan.
” Penyidik dalam melakukan suatu tindakan atau melakukan penyidikan itu dasarnya adalah surat tugas penyidikan. Dan kemudian kami dari kuasa hukum mendapat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan.” jelasnya.
Dijelaskan lagi, berdasarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dan dikeluarkan oleh penyidik berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor :59 / SPDP / 40. A / III/ RES. I.3 / Ditreskrimum / 2023 , maka penyidik dalam menangani perkara setelah dilakukan dan setelah dikeluarkan tahap dimulainya penyidikan itu dia bersandar pada batas waktu yang ditetapkan.
Dimana jelas tertera, sesuai
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 12 Tahun 2009 tentang penugasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada paragraf 2 yang menekankan tentang batas waktu penyelesaian perkara dalam pasal 31 yang dimana ayat 1, menerangkan bahwa batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan Kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan.
“Yang pertama sangat sulit, yang kedua sulit yang ketiga sedang, dan yang keempat mudah. Sehingga terkait dengan batas waktu penyelesaian perkara, ketika sudah dipindahkan pada tahap penyidikan maka ketentuannya itu ada di ayat 2, ” jelasnya.
Menerangkan terkait dengan batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai dari terbitnya surat perintah penyidikan meliputi, yang pertama 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit yang kedua 90 hari untuk penyidikan perkara sulit yang ketiga 50 hari penyidikan perkara sedang yang keempat 30 hari untuk penyidikan perkara mudah.
“Yang bisa dan ingin disampaikan bahwa penyidik dalam menangani, melakukan penyidikan sudah melampaui ketentuan sebagaimana diatur di dalam Perkap. Yang merupakan payung hukum hukum penyidik,” komentarnya.
Dia menduga, penyidik sudah melakukan pelanggaran terhadap Perkab yang diatur.
Dijelaskan lanjut, ada hal yang mesti dipertanyakan, yaitu soal spesimen sidik jari yang sudah dilakukan pada bulan Maret, atau Febuari 2023.
“Antara bulan Febuari dan Maret 2023 penyidik sudah memanggil klien kami di Inafis Polda Maluku. Itu titik poinnya. Kenapa?, pada saat itu sudah dilakukan diambil spesimen sidik jari. Kita mempertanyakan SP2HP yang berkaitan dengan proses penyidikan dimaksud.” ujarnya.
Karena, “tegasnya”, sampai sekarang itu penyidik belum melakukan Gelar Perkara khusus terhadap spesimen sidik jari.
Dirinya pun kemudian menyinggung soal
tahapan atau tindakan dan upaya hukum di Laboratorium Forensik Cabang Makassar. Yang diketahuinya adalah kaitan dengan uji lapor. Pada point ini butuh ada penekanan.
Dimana yang dituntut adalah uji tanda tangan, bukan spesimen sidik jari yang di Makassar itu. Karena spesimen sidik jari dilakukan di Inafis Polda Maluku pada tahun 2023.
“Yang pertanyakan di sini adalah hasil di inafis itu bagaimana. Kira kira-kira tindaklanjuti proses penyidikan itu dan sudah sejauh mana berdasarkan hasil yang sudah dilakukan. Artinya SP2HP atau Gelar Perkara berkaitan dengan penanganan tersebut sudah ada pada tingkat mana? ” tegasnya pula.
Lanjut Jober, adanya pernyataan bahwa saat uji spesimen pertama dari lapor, hasil tidak dapat disimpulkan karena bukti pembanding dari pelapor sendiri tidak lengkap, kemudian pelapor sekarang minta pemeriksaan sidik jari.
“Kita menyatakan di sini, bahwa kami kuasa hukum pelapor tidak pernah menuntut untuk pemeriksaan sidik jari pada tahun 2024 ini. Karena kami pelapor atau kuasa hukum pelapor tidak pernah meminta untuk dilakukan pemeriksaan sidik jari karena pemeriksaan sidik jari itu sudah dilakukan pada bulan antara Februari dan Maret 2023. Itu yang dipertegas.
Karena kami meminta hasil pengambilan spesimen pertama. ” terang Jober.
Jober diduga cukup menyesali atas pengambilan sidik jari, padahal yang pertama saja belum diketahui hasilnya.
Lalu kemudian, ” jedanya, terkait dengan eksekusi katanya, dia tidak setuju dengan penjelasan adanya eksekusi lanjutan. Dia justru menekankan juga soal pendapat dan pernyataan tindakan itu adalah tindakan main hakim sendiri dan apakah tindakan pemalangan atau eksekusi itu legal atau tidak?,.
Menjawab, bahwa eksekusi telah dilakukan, sehingga apa yang dilakukan adalah legal. Dan soal ada dokumen eksekusi lanjutan yang dijelaskan kuasa hukum Fat, bahwa apa yang dilakukan, yaitu pemagaran adalah dasar. Dasarnya adalah pada objek lokasi itu telah memiliki berita acara eksekusi. Apalagi eksekusi sudah dilakukan.
“Eksekusi sudah dilakukan sesuai berita acara eksekusi.Berkaitan dengan bahasa eksekusi lanjutan, Saya tekankan itu bukan eksekusi lanjutan. Itu keliru “ujarnya.
Dia berdalih, karena sudah dilakukan eksekusi maka objek adalah milik ahli waris atau pemohon eksekusi.
Tidak ingin melepaskan komentar yang menurutnya perlu diklarifikasi, Jober pun menyinggung soal Undang-Undang NOmor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang memberikan hak imunitas sebagaimana diatur dalam pasal 16. Bahwa Advokat tidak dapat dituntut menjalankan tugasnya dan profesinya diruang sidang dan diluar sidang .
“Saya tegaskan, Advokad melakukan tugas dalam sidang dan diluar sidang itu dibenarkan, sehingga apa yang diutarakan kepada media seolah olah tindakan pemagaran adalah bentuk premanisme, adalah kekeliruan selanjutnya.”, ujarnya.
Diwaktu terpisah, pesan WhatsApp yang diterima media ini, dimana , salah satu anggota Tim Kusa Hukum, Ludya Papilaya, Viktor Ratuanik saat berada di Ruang Subdit 2 Polda Maluku, dan berjumpa dengan penyidik atas nama Michael Mole. Dalam komunikasinya, Ratuanik menanyakan soal proses penyidikan terhadap specimen sidik jari Ludya Papilaya yang telah dibuat dan diambil antara Bulan Februari dan Maret 2023. Dan pihaknya mendapatkan jawaban bahwa itu masih internal. Nanti proses berjalan baru di sampaikan kepada klien.
“Menjadi pertanyaan kami selalu kuasa hukum, setelah sore hari pada pukul 16.30 WIT tanggal 30 Februari 2024 Penyidik memberikan SP2HP dengan Nomor SP2HP :/326.f.I/RES.1.9./2024 ditreskrimum tertanggal 30 februari 2024 dan di dalam SP2HP tersebut menerangkan bahwa untuk itu, setelah ada persetujuan dari Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Maluku. Perihal ini akan di sampaikan berupa surat panggilan untuk hadir didepan penyidik/Penyidik Pembantu guna pengambilan kembali sidik jari secara otentik dan transparan guna dilakukan Uji Keaslian Cap Jempol oleh Inafis Ditreskrimum Polda Maluku yang tertuang pada Akta Notaris No. 9 tanggal 8 Mei 2014.
Pesan ini juga menerangkan soal SP2HP Nomor : 326.F.I/RES.1.9./2024 Ditreskrimum tertanggal 30 februari 2024. SP2HP ini menerangkan tentang pengambilan kembali sidik jari Papilaya secara otentik dan transparan guna dilakukan Uji Keaslian Cap jempol oleh inafis di Ditreskrimum Polda Maluku pada Akta Notaris No. 9 tanggal 8 Mei 2014.
“Kami pertanyakan pengambilan Specimen Sidik Jari atau Cap Jempol kline kami, Ludya Papilaya yang sudah pernah dilakukan, ” tanyanya.
Tandasnya, proses itu dilakukan antara bulan Februari dan Maret 2023. Kenapa tidak ditindaklanjuti.?.
Bahwa sebagai kuasa hukum pihaknya menduga specimen sidik jari kliennya yang telah dibuat dan diambil Inafis Polda Maluku, diduga disembunyikan penyidik.
Dalam kaitan dengan itu, Jober pun menegaskan telah mengambil langkah hukum. Dan akan melaporkan hal tersebut ke Mabes POLRI untuk melaporkan serta meminta untuk melakukan pengawasan dan menindaklanjuti penanganan Kasus ini. (TS 02)
Discussion about this post