Upaya Kasasi Ludya Papilaya Ditolak, Nasip  Laporan Pemalsuan Akta Otentik di Polda Maluku Terancam

by
26/02/2024

titaStory.id,ambon, –  Upaya hukum Kasasi oleh ahli waris Izack Baltasar Soplanit akhirnya kandas.

Hal ini Sesuai relaas pemberitahuan yang dikantongi media ini, menjelaskan Tentang putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 3952 K/PdtU2023, tanggal 14 Desember 2023, antara Ny Ludya Papilaya/ Soplanit melawan Tan Kho Hang Hoat  sebagai pemohon kasasi dan termohon kasasi.

Sesuai amar putusan, point mengadili adalah :

1. Menolak permohonan Kasasi dari Para pemohon Kasasi 1. Ny.LUDYA
PAPILAYA/SOPLANIT, 2. Ny. IRAPEGI CALASINA SOPLANIT, 3. Ny. SONYA
ANIKA SOPLANIT, 4. NIMROD RENIF SOPLANIT, 5. JULIA ERNA SOPLANIT, 6.
MEGAWATI SUSANTI SOPLANIT dan 7. RENNY SOPLANIT tersebut.

2. Menghukum Para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Hadirnya putusan Inkrah ini, mungkinkah akan berpengaruh pada laporan pemalsuan akta otentik di Polda Maluku?

Sebelumnya diberitakan, Laporan Papilaya tersebut terkait dugaan adanya pemalsuan atas data otentik akta notaris dengan terlapor  Tan Kho Hang Hoat alias Fat.

Via Telephone, Jober, rabu (31/01/ 2024) pukul 17.04 WIT kepada media ini menerangkan tentang pemberitaan media online, titaStory.id, yang dikeluarkan pada tanggal 26 Januari  tentang penyelidikan nasi berlanjut Polda maluku sesalkan cuitan Berhitu, dan sub judul Jikalau tidak lagi mengharapkan polisi untuk apa lapor polisi.

Dalam tanggapannya, Jober menerangkan, bahwa kliennya  Ludya Papilaya  telah melayangkan laporan dengan terlapor Tan Kho Hang Hoat alias Fat atas  dugaan  menempatkan keterangan palsu dalam Akta Otentik, berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LPB/ 439-R10-2021 dari SPKT Polda Meluku bertanggal  18 September 2021.

” Itu yang beta jelaskan pertegas sebagai dasar. Kita kuasa hukum menyampaikan dalam kapasitas Ibu Ludya Papilaya, ” ucapnya.

Terang Berhitu,  jikalau tidak lagi mengharapkan Polisi untuk apa lapor Polisi, dirinya kemudian menjelaskan,  penyidik dalam melakukan suatu tindakan atau melakukan penyidikan, dasarnya adalah surat penyidikan, dan kuasa hukum pun mendapatkan pemberitahuan.

” Penyidik dalam melakukan suatu tindakan atau melakukan penyidikan itu dasarnya adalah surat  tugas  penyidikan. Dan kemudian kami dari kuasa hukum mendapat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan.” jelasnya.

Dijelaskan lagi, berdasarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dan dikeluarkan oleh penyidik berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor :59 /  SPDP /  40. A / III/ RES. I.3 / Ditreskrimum / 2023 , maka penyidik dalam menangani perkara setelah dilakukan dan setelah dikeluarkan tahap  dimulainya penyidikan itu dia bersandar pada batas waktu yang ditetapkan.

Dimana jelas tertera, sesuai
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia,  Nomor 12 Tahun 2009 tentang penugasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia pada paragraf 2 yang menekankan tentang  batas waktu penyelesaian perkara dalam pasal 31 yang dimana ayat 1,   menerangkan bahwa batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan Kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan.

“Yang pertama sangat sulit, yang kedua sulit yang ketiga sedang, dan yang keempat mudah. Sehingga terkait dengan batas waktu penyelesaian perkara, ketika sudah dipindahkan pada tahap penyidikan  maka ketentuannya itu ada di ayat 2, ” jelasnya.

Menerangkan terkait dengan  batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai dari terbitnya  surat perintah penyidikan meliputi, yang pertama  120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit yang kedua 90 hari untuk penyidikan perkara sulit yang ketiga 50 hari penyidikan perkara sedang yang keempat 30 hari untuk penyidikan perkara mudah.

“Yang  bisa dan ingin disampaikan bahwa penyidik dalam menangani, melakukan penyidikan  sudah melampaui ketentuan sebagaimana diatur di dalam Perkap. Yang  merupakan  payung hukum  hukum penyidik,” komentarnya.

Dia menduga, penyidik  sudah melakukan pelanggaran terhadap Perkab yang diatur.

Dijelaskan lanjut, ada hal yang mesti dipertanyakan, yaitu soal  spesimen sidik jari yang sudah dilakukan pada bulan Maret, atau Febuari 2023.

“Antara bulan Febuari dan Maret 2023  penyidik sudah memanggil klien kami di Inafis  Polda Maluku. Itu titik poinnya. Kenapa?,  pada saat itu sudah dilakukan diambil spesimen sidik jari.  Kita mempertanyakan SP2HP yang berkaitan dengan proses  penyidikan dimaksud.” ujarnya.

Karena, “tegasnya”, sampai sekarang itu penyidik belum melakukan Gelar Perkara khusus terhadap spesimen sidik jari.

Dirinya pun kemudian menyinggung soal
tahapan atau  tindakan dan upaya hukum  di Laboratorium Forensik Cabang Makassar. Yang diketahuinya adalah kaitan  dengan uji lapor. Pada point ini butuh ada penekanan.
Dimana  yang dituntut adalah   uji tanda tangan, bukan spesimen sidik jari yang di Makassar itu.  Karena spesimen sidik jari  dilakukan di Inafis Polda Maluku pada tahun 2023.

“Yang pertanyakan di sini adalah hasil di inafis itu  bagaimana. Kira  kira-kira tindaklanjuti  proses penyidikan itu dan  sudah sejauh mana berdasarkan hasil yang sudah dilakukan. Artinya SP2HP atau Gelar Perkara berkaitan dengan penanganan  tersebut sudah ada pada tingkat mana? ” tegasnya pula.

Lanjut Jober,  adanya  pernyataan bahwa saat uji spesimen pertama dari lapor,  hasil tidak dapat disimpulkan karena bukti pembanding dari pelapor sendiri tidak lengkap, kemudian pelapor sekarang minta pemeriksaan sidik jari.

“Kita menyatakan di sini, bahwa kami kuasa hukum pelapor tidak pernah menuntut untuk pemeriksaan sidik jari pada tahun 2024 ini. Karena kami pelapor atau kuasa hukum pelapor tidak pernah meminta untuk dilakukan pemeriksaan sidik jari karena pemeriksaan sidik jari itu sudah dilakukan pada bulan antara  Februari dan Maret 2023. Itu yang dipertegas.
Karena kami meminta  hasil pengambilan spesimen pertama. ” terang Jober.

Jober  diduga cukup menyesali atas pengambilan sidik jari, padahal  yang pertama saja belum diketahui hasilnya.

Lalu kemudian, ” jedanya, terkait dengan eksekusi katanya, dia tidak setuju dengan penjelasan adanya  eksekusi lanjutan. Dia justru  menekankan juga soal pendapat dan  pernyataan   tindakan itu adalah tindakan main hakim sendiri dan apakah tindakan pemalangan atau eksekusi itu legal atau tidak?,.

Menjawab,  bahwa eksekusi telah dilakukan, sehingga apa yang dilakukan adalah legal. Dan soal ada dokumen  eksekusi lanjutan yang dijelaskan kuasa hukum Fat, bahwa apa yang dilakukan, yaitu pemagaran  adalah dasar.  Dasarnya adalah  pada  objek lokasi itu telah memiliki berita acara eksekusi. Apalagi eksekusi  sudah dilakukan.

“Eksekusi sudah dilakukan sesuai  berita acara eksekusi.Berkaitan  dengan bahasa eksekusi lanjutan, Saya tekankan itu bukan  eksekusi lanjutan. Itu keliru “ujarnya.

Dia berdalih, karena sudah dilakukan eksekusi maka objek adalah milik ahli waris atau pemohon eksekusi.

Tidak ingin melepaskan komentar yang menurutnya perlu diklarifikasi, Jober pun menyinggung soal   Undang-Undang NOmor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang memberikan hak imunitas sebagaimana diatur dalam pasal  16.  Bahwa Advokat tidak dapat dituntut menjalankan tugasnya dan profesinya diruang sidang dan diluar sidang .

“Saya tegaskan, Advokad melakukan tugas dalam sidang dan diluar sidang itu dibenarkan, sehingga apa yang diutarakan kepada media seolah olah tindakan pemagaran adalah bentuk premanisme, adalah kekeliruan selanjutnya.”, ujarnya.

Diwaktu terpisah,  pesan WhatsApp yang diterima media ini, dimana , salah satu anggota Tim Kusa Hukum, Ludya Papilaya, Viktor Ratuanik   saat berada di Ruang Subdit 2 Polda Maluku, dan berjumpa dengan   penyidik atas nama  Michael Mole. Dalam komunikasinya, Ratuanik menanyakan soal  proses penyidikan terhadap specimen sidik jari  Ludya Papilaya yang telah dibuat dan diambil antara Bulan Februari dan Maret 2023. Dan  pihaknya  mendapatkan jawaban  bahwa itu masih internal.  Nanti proses berjalan baru di sampaikan kepada  klien.

“Menjadi pertanyaan kami selalu kuasa hukum, setelah sore hari pada pukul 16.30 WIT   tanggal 30 Februari 2024 Penyidik memberikan SP2HP dengan Nomor SP2HP :/326.f.I/RES.1.9./2024 ditreskrimum tertanggal   30 februari 2024 dan di dalam SP2HP tersebut menerangkan bahwa untuk itu, setelah ada  persetujuan dari Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Maluku. Perihal ini  akan di sampaikan berupa  surat panggilan untuk hadir didepan penyidik/Penyidik Pembantu guna pengambilan kembali  sidik jari  secara otentik dan transparan guna dilakukan Uji Keaslian Cap Jempol oleh Inafis Ditreskrimum Polda Maluku yang tertuang pada Akta Notaris No. 9 tanggal 8 Mei 2014.

Pesan ini juga menerangkan soal  SP2HP Nomor : 326.F.I/RES.1.9./2024 Ditreskrimum tertanggal   30 februari 2024. SP2HP ini   menerangkan tentang pengambilan kembali sidik jari Papilaya   secara otentik dan transparan guna dilakukan Uji Keaslian Cap jempol oleh inafis di Ditreskrimum Polda Maluku  pada Akta Notaris No. 9 tanggal 8 Mei 2014.

“Kami pertanyakan pengambilan Specimen  Sidik  Jari  atau  Cap  Jempol  kline kami, Ludya Papilaya yang sudah pernah dilakukan, ” tanyanya.

Tandasnya, proses itu dilakukan antara  bulan Februari dan Maret  2023. Kenapa  tidak ditindaklanjuti.?.

Bahwa sebagai kuasa hukum pihaknya menduga specimen sidik jari kliennya yang telah dibuat dan diambil  Inafis  Polda Maluku,   diduga disembunyikan penyidik.

Dalam kaitan dengan itu, Jober pun menegaskan telah mengambil langkah hukum. Dan akan melaporkan hal tersebut  ke Mabes  POLRI untuk melaporkan serta meminta  untuk melakukan pengawasan dan menindaklanjuti penanganan Kasus ini. (TS 02)

error: Content is protected !!