titastory.com,ambon – Buntut penetapan 2 warga Sabuai sebagai tersangka oleh Polres Seram Bagian Timur, membuat warga adat Sabuai di kota Ambon turun jalan dan melakukan aksi unjuk rasa.
Massa yang merupakan gabungan dari Aliansi Warga Adat Sabuai dan mahasiswa Welyhata Maluku menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Maluku, Kamis (27/2/2020) pagi.
Massa yang turun melakukan aksi ini dengan menggunakan atribut pakaian adat merah dan kain berang merah yang diikatkan di kepala dan leher.
Massa juga membawa sejumlah spanduk bertuliskan “selamatkan hutan adat, tolak perusahan CV. SBM dan harus angkat kaki, lawan penjajahan model baru nusa ina dilacuri,stop politisasi masyarakat adat, mendesak pihak keamanan berlaku adil, dan bebaskan 2 warga yang ditetapkan sebagai tersangka”.
Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan untuk memprotes praktik pembalakan kayu di hutan adat Negeri Sabuai, Kabupaten Seram Bagian Timur, yang dilakukan perusahan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM).
Kehadiran para pendemo dalam aksi itu, juga memprotes penahanan dan penetapan 2 tersangka warga adat Sabuai oleh aparat polsek Werinama.
Yosua Ahwalam, Koordinator aksi dalam orasinya menegaskan kehadiran mereka untuk memprotes DPRD Maluku untuk mengambil sikap tegas terhadap aksi pembalakan kayu di hutan adat milik masyarakat adat Sabuai.
Yosua juga dalam orasinya menegaskan, penahanan warga Sabuai pada tanggal 17 februari 2020 lalu disebut karena menentang aktivitas perusahan yang dinilai telah merusak hutan adat di desa mereka.
“Kami minta agar perusahan yang membabat hutan adat di Desa adat Sabuai segera angkat kaki dari wilayah tersebut,” ujar Yoshua Ahwalam saat menyampaikan orasinya.
Dirinya menilai, CV Sumber Berkat Makmur (SBM) yang beroperasi di desa tersebut telah menghancurkan hutan adat di Desa Sabuai.
Perusahaan disebut membabat berbagai jenis kayu tanpa mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Untuk itu, mahasiswa meminta DPRD Maluku untuk segera mengambil langkah tegas dalam menghentikan aktivitas ilegal perusahan tersebut.
“Perusahan tidak memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, tapi herannya mereka dengan bebas membabat semua kayu dan merusak hutan adat di Desa Sabuai,” teriak salah satu pengunjuk rasa dalam orasi itu.
“Atas nama keadilan, kami minta Bapak Kapolda Maluku segera mencabut status tersangka terhadap dua warga Sabuai yang saat ini ditahan di Polsek Werinama dan segera membebaskan mereka,” ujar para pendemo.
Ika Hattu, pendemo yang berasal dari aliansi mahasiswa adat Welyhata Maluku dalam orasinya mengatakan, masyarakat adat Sabuai telah menjadi korban saat membela tanah ulayatnya sendiri. Dirinya mengatakan Sabuai sebagai pemilik hutan tak seharusnya dipolisikan oleh perusahan yang mencuri kayu mereka.
“ Hutan dibabat, Tuan Rumah dipenjara. Tamu yang penjarakan pemilik hutan adat. Polisi pun tidak menyelidiki. Pemerintah Daerah diduga keras terlibat,”teriak Ika dalam orasinya di depan ketua DPRD Maluku.
Atas kehadiran massa pengunjuk rasa ini, Ketua DPRD Provinsi Maluku Lucky Wattimury, mengatakan, terkait persoalan itu, Dinas Kehutanan Maluku telah mengeluarkan surat izin operasi untuk CV Sumber Berkat Makmur di wilayah tersebut. Lucky mengatakan, dalam waktu dekat DPRD Maluku juga akan meninjau Desa Sabuai untuk melihat langsung kondisi hutan di desa tersebut.
DPRD Maluku juga akan memastikan apakah perusahan tersebut telah berhenti beroperasi atau tidak. “Sabtu pekan depan, Dewan akan lakukan pengecekan di lapangan, apakah surat penghentian jalan atau tidak. Karena gubernur sudah keluarkan surat moratorium bagi 13 HPH. Itu berarti Pemda (Maluku) sangat serius,” kata Lucky.
Sementara itu, terkait warga yang ditahan polisi, Lucky mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak berwenang. “Kalau ada masyarakat yang masih ditahan, kami akan bicarakan dengan pihak terkait,” ujar Lucky.
Dalam aksi itu, beberapa kali terdengar teriakan sapaan adat pulau Seram “ mena muria serta sapaan messe” yang memberikan semangat para pengunjuk rasa di kantor DPRD Provinsi Maluku.
Teriakan Mena Muria ini bahkan disambut positif oleh ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury yang sebelumnya minta dipakaikan kain berang di kepalanya.
“ karena kalian berteriak mena muria, maka saya ini adalah muria karena marga watimurry. Saya orang belakang. Orang kamudi. Saya juga adalah kapitang, maka saya bertanggugung jawab,”tutur Wattimury.
Menutup aksi tersebut, lucky pun berjanji akan tetap mengawal proses masalah yang terjadi pada masyarakat adat Negeri Sabuai, dan dirinya bahkan beberapa kali bersumpah sebagai anak adat Maluku.
“ saya sebagai Kapitang dan anak adat, saya tetap bersama-sama dengan masyarakat adat Sabuai. Sapa Bale Batu, Batu Gepe Dia. Sapa Langgara Sumpah, Sumpah Bunuh Dia,” Ucap Wattimury dihadapan Pendemo. (TS-01)
Discussion about this post