Tulehu Damai Edisi ke-2: Merawat Budaya, Menguatkan Persaudaraan

by
07/02/2025
Peragaan Taruan Sumena. Foto : Ed

titastory, Ambon – Alunan musik ukulele berpadu dengan bunyi tifa dan suara huele menggema di tepian Pantai Batu Kuda, Negeri Tulehu. Tarian khas Maluku ditampilkan dengan penuh semangat, seakan menjadi pesan perdamaian yang mengalir dalam setiap gerakan. Puisi-puisi berisi refleksi tentang tanah kelahiran dibacakan dengan syahdu, menguatkan suasana kebersamaan yang kental dalam acara Tulehu Damai Edisi ke-2, sebuah perhelatan budaya yang digagas oleh Zainal Abidin Umarella, putra asli Tulehu yang kini menetap di Belanda.

Namun, kepulangannya kali ini bukan sekadar melepas rindu. Bagi Zainal, Tulehu tetap ada di dalam hatinya, terpatri sebagai identitas yang tak akan luntur meski ia menetap jauh di tanah orang. Dengan acara ini, ia ingin mengingatkan bahwa Tulehu adalah negeri yang damai, rumah bagi siapa saja yang melintasi dan singgah di sana.

“Kalau mau damai, damai itu harus dimulai dari rumah sendiri,” ujar Zainal dalam wawancara di sela-sela acara pada Sabtu (01/02).

Tulehu, Titik Temu Budaya dan Perdamaian

Sebagai negeri yang menjadi pusat transit bagi masyarakat dari Pulau Haruku, Saparua, Nusalaut, hingga Pulau Seram, Tulehu memiliki peran penting dalam membangun ruang yang aman bagi semua. Oleh karena itu, Tulehu Damai Edisi ke-2 dihadirkan untuk mengapresiasi dan merayakan semangat persaudaraan, sekaligus menghidupkan kembali tradisi budaya yang kaya.

Di sepanjang acara, berbagai pertunjukan seni menjadi daya tarik utama. Tarian khas seperti Cakalele Pattimura, Sahumena, Sawat, dan Soya-Soya ditampilkan dengan penuh kebanggaan. Tak hanya para penari, seniman puisi dan musisi dari komunitas kreatif Rima Project juga turut menyemarakkan suasana dengan lantunan kata-kata penuh makna.

Zainal menegaskan bahwa acara ini lebih dari sekadar pagelaran seni. Ini adalah wujud kecintaannya terhadap tanah kelahiran serta upaya untuk memperkenalkan warisan budaya Tulehu ke khalayak yang lebih luas.

“Kenapa beta mau biking acara ini? Katong pung tarian asli Tulehu hanya sering dipentaskan saat acara tertentu saja. Padahal, banyak event yang bisa dibuat untuk kase tunju bahwa ini katong pung tarian asli!” tegasnya.

Pementasan Tarian Patimura oleh Pemuda Negeri Tulehu. Foto : Ed

Wisata Budaya Sebagai Kekuatan Ekonomi

Selain menjadi ajang perayaan budaya, acara ini juga sekaligus ingin menyoroti potensi wisata Tulehu. Dipilihnya Pantai Batu Kuda sebagai lokasi acara bukan tanpa alasan. Dengan lanskap bahari yang indah dan atmosfer yang tenang, tempat ini diyakini bisa menjadi daya tarik wisata yang lebih besar jika dikelola dengan baik.

“Katong harus bangga dengan Tulehu pung sumber daya alam dan karakteristik budaya yang kaya. Kalau dipadukan dengan pariwisata, ini bisa berdampak positif bagi ekonomi masyarakat,” ujarnya penuh optimisme.

Ia berharap, melalui acara seperti ini, generasi muda Tulehu semakin mencintai dan melestarikan budaya warisan leluhur mereka.

Merajut Kebersamaan, Membangun Masa Depan

Acara Tulehu Damai Edisi ke-2 tak hanya diramaikan oleh para seniman dan komunitas kreatif, tetapi juga dihadiri oleh para pelajar dari berbagai sekolah, seperti SD Negeri 241, 31, 29, dan 164 Maluku Tengah. Partisipasi mereka menjadi simbol bahwa warisan budaya ini harus diteruskan ke generasi berikutnya.

Zainal menutup acara dengan sebuah pesan mendalam:
“Ale harus tahu siapa Ale dan dari mana Ale berasal. Ale juga harus tahu ke mana Ale harus pergi dan bagaimana Ale bisa menjadi berarti bagi orang lain.”

Di tengah dunia yang terus berubah, satu hal yang harus selalu diingat adalah persaudaraan dan kebersamaan. Tulehu bukan hanya sekadar tanah kelahiran, tetapi juga rumah yang harus dijaga dan diwariskan dengan penuh cinta.

Penulis: Edison Waas
Editor: Christ Belseran

 

error: Content is protected !!