TPNPB-OPM Tuding Militer Indonesia Bakar Rumah Warga dan Gereja di Ilaga

26/05/2025
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: Akun facebook Pengelola Balai Pusat KOMNAS TPNPB (@Helen Swann)

titastory, Ilaga – Kontak senjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dan militer Indonesia kembali pecah di wilayah Puncak, Papua Tengah. Dalam siaran pers yang dirilis pada Senin, 26 Mei 2025, juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, menuduh militer Indonesia melakukan operasi berskala besar di sejumlah desa di Distrik Gome Utara dan sekitarnya, termasuk dengan membakar rumah warga dan gedung gereja.

Menurut laporan yang diterima markas pusat Komando Nasional TPNPB, baku tembak berlangsung sejak Minggu dini hari, 25 Mei 2025, hingga Senin pagi. Operasi disebut dipimpin oleh Mayor Numbuk Telenggen dan Kelenak Muribdari pihak TPNPB, sementara militer Indonesia dituding menggunakan kekuatan besar dengan dukungan helikopter dan pasukan darat.

“Sejak kemarin hingga hari ini, militer Indonesia telah menguasai Desa Toanggi I, Toanggi II, Inggernok, Tonggabuma, Kiwogoldima, dan Walenggaru. Gedung Gereja Mundirok dan Kiwogoldima serta rumah-rumah warga telah dibakar selama kontak senjata,” kata Sebby Sambom dalam rilis yang disebarkan melalui media sosial.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: Akun facebook Pengelola Balai Pusat KOMNAS TPNPB (@Helen Swann)

 

Penembakan dari Udara dan Operasi Darat

TPNPB juga menuding bahwa selain penembakan dari darat, militer Indonesia melakukan serangan dari udara menggunakan helikopter. Sebby menyebutkan bahwa lebih dari 500 personel TNI terlibat dalam operasi ini, dibagi dalam empat kelompok yang bergerak di wilayah hutan Ilaga dan Gome Utara.

Menurut narasi TPNPB, pasukan Indonesia menuduh sejumlah bangunan—termasuk gereja—sebagai tempat persembunyian gerilyawan. TPNPB mengklaim bahwa tindakan itu tidak hanya menyasar kelompok bersenjata, tetapi juga menyakiti masyarakat sipil.

“Bangunan gereja dianggap jahat dan dibakar. Ini pelanggaran hukum humaniter internasional,” tegas Sebby.

Suasana Kontak Senjata Militer Indonesia dengan Militer TPNPB-OPM di kawasan hutan di kampung-kampung di Distrik Gome Utara, Ilaga. Foto: Facebook @Helen Swann

 

TPNPB Serukan Perhatian Internasional

Dalam pernyataan sikapnya, TPNPB menyatakan bahwa operasi militer di Ilaga merupakan bagian dari bentuk “agresi negara” yang melampaui batas konflik bersenjata biasa.

“Kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk memperhatikan eskalasi ini. Papua dalam keadaan darurat militer dan kemanusiaan,” lanjut Sebby.

Markas TPNPB juga menegaskan bahwa 36 wilayah komando pertahanan mereka di seluruh Papua tetap aktif dan bersiap menjaga warga Papua dari, yang mereka sebut, “kebrutalan militer Indonesia”.

Foto mama Hentina saat masih hidup dan jasadnya yang terkubur tidak layak.

Sebelumnya dilansir dari tempo.co, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan operasi tersebut digelar untuk melindungi warga dari ancaman kelompok separatis yang bersenjata.

“TNI hadir bukan untuk menakut-nakuti rakyat, tetapi untuk melindungi mereka dari kekerasan dan intimidasi yang dilakukan kelompok bersenjata. Operasi ini dilakukan secara terukur, profesional, dan mengutamakan keselamatan warga sipil. Kami tidak akan membiarkan rakyat Papua hidup dalam ketakutan di tanah kelahirannya,” ujar Kristomei dalam siaran pers, Kamis, 15 Mei 2025.

Sementara itu, dalam beberapa waktu terakhir, wilayah Ilaga dan sekitarnya memang menjadi salah satu titik panas dari konflik bersenjata antara aparat keamanan Indonesia dan kelompok bersenjata TPNPB-OPM.

Kondisi satu anggota TPNPB bernama Yufry Tabuni yang gugur saat kontak senjata, serta seorang warga sipil bernama Ariu Mayau mengalami luka tembak dan kini dirawat di rumahnya di Puncak Ilaga. Foto: Ist

Konteks: Konflik Berkepanjangan dan Tuduhan Pelanggaran HAM

Sejak meningkatnya ketegangan bersenjata di Papua, sejumlah organisasi HAM, baik nasional maupun internasional, telah berkali-kali mengingatkan pemerintah Indonesia dan kelompok bersenjata agar menahan diri dan tidak menjadikan warga sipil sebagai sasaran.

Meski pemerintah Indonesia mengklaim bahwa operasi keamanan dilakukan untuk menumpas kelompok kriminal bersenjata (KKB), berbagai laporan dari lapangan menunjukkan adanya kekhawatiran tentang potensi pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pengungsian massal, pembakaran rumah ibadah, serta terbatasnya akses lembaga independen ke lokasi konflik.

error: Content is protected !!