TITASTORY.ID – Sejumlah pemuda yang mengatasnamakan pemuda Gerakan Save Bati kembali mendatangi Gedung rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku, Karang Panjang Ambon. Kedatangan para aktivis pemuda ini untuk melakukan protes terhadap aktivitas aktivitas PT Balam Enerfgi Ltd dan PT Bureu Geophysical Prospekting (BGP) tepatnya Gunung Bati, di wilayah Kiandarat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).
Tujuan utama perwakilan masyarakat adat Bati ini, meminta DPRD Maluku segera memanggil Kadis ESDM Provinsi Maluku dan Bupati Seram Bagian Timur (SBT), untuk dimintai keterangan terkait aktivitas PT Balam Enerfgi Ltd dan PT Bureu Geophysical Prospekting (BGP) yang masih tetap berjalan.
Penolakan ini tercantum dalam surat tuntutan berstempel darah, yang diserahkan oleh perwakilan pemuda Gerakan Save Bati kepada ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun, pekan kemarin di ruang kerjanya.
Dihadapan pemuda adat Bati, Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun meminta kepada Wakil Ketua Komisi II, Temy Oersipuny untuk segera memanggil instansi terkait dalam hal ini Dinas ESDM Maluku, termasuk Bupati SBT.
Permintaan Ketua DPRD Maluku ini juga direspon cepat Oersipuny yang kemudian melakukan koordinasi dengan Ketua Komisi II Jhon Lewerissa untuk agendakan rapat.
Watubun mengatakan, tuntutan yang disampaikan akan diproses sampai tuntas sesuai keuangan dan kehendak masyarakat adat Bati.
“Kewajiban kita sebagai lembaga untuk melindungi dan menyalurkan seluruh aspirasi masyarakat dimana-pun dia berada,”tegasnya.
Apalagi menurut Watubun, darah yang menempel dalam lembaran tuntutan masyarakat Bati merupakan suara rakyat yang harus diperjuangkan hingga tuntas.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada ade-ade semua, ini cap darah jadi kita bertanggungjawab untuk mempertanggungjawabkannya,”tukasnya.
Sebelum bertemu dengan Ketua DPRD Maluku, Pemuda Gerakan Save Bati juga mendatangi kantor Gubernur, namun tidak direspon.
Para pemuda kemudian melanjutkan aksi di rumah rakyat, Karang Panjang, Ambon, yang kemudian ditemui langsung Ketua DPRD Maluku.
Ada tiga tuntutan yang disampaikan, yaitu Satu, Kami masyarakat adat Bati meminta Gubernur Maluku Murad Ismail sebagai pimpinan tertinggi di Provinsi Maluku, untuk segera mencabut izin PT Balam energy LTD dan PT BGP Indonesia dari wilayah adat Bati. Selain itu, dalam tuntutannya menegaskan, tanah adat Bati bukan tempat eksplorasi. Adat Bati harus dilindungi dan dihormati keberadaannya.
Masyarakat adat Bati mendesak gubernur untuk meminta maaf secara langsung kepada seluruh masyarakat adat Bati di Tanah Bati, terkait izin yang telah diberikan, di mana perusahaan yang beraktivitas dan telah merusak lingkungan hidup serta mencederai harkat dan martabat masyarakat adat Bati.
Keterwakilan masyarakat adat ini juga mendesak gubernur segera memanggil dan mengevaluasi Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku terkait dengan pernyataan resmi yang disampaikan, bahwa aktivitas perusahaan di Gunung Bati harus berjalan. Apabila ada yang harus dibayarkan, maka akan ditunaikan.
“Pernyataan tersebut telah menghina dan merendahkan harga diri kami selaku masyarakat adat Bakti. Bagi kami tidak ada tawar-menawar untuk tanah adat”
Sebelumnya, tanggal 13 Juni 2022 pihak perusahaan PT Balam energi LTD dan PT BGP telah melakukan pertemuan dengan sejumlah kepala Dusun ke Kecamatan Kian darat kecuali kepala dusun Bati Tabalean.
Pertemuan yang berlangsung di kantor camat Kian Darat tersebut membicarakan persoalan rencana kehadiran PT Balam energi dan PT BGP di wilayah Kiandarat tepatnya di Gunung Bati.
Namun dalam pertemuan tersebut, pihak perusahaan tidak menjelaskan secara komprehensif pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis kepada masyarakat terkait kehadiran kedua perusahaan tersebut.
Pihak perusahaan diketahui hanya mengiming-iming masyarakat, bahwa dengan adanya aktivitas kedua perusahaan yang beroperasi di wilayah adat Bati akan menyerap tenaga kerja lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Kedua perusahan tidak menjelaskan secara rinci dampaknya terhadap lingkungan hidup dan posisi masyarakat adat dalam rencana strategis.
Pihak perusahaan secara langsung membicarakan rencana kontrak rumah warga untuk dijadikan sebagai basecamp, serta melakukan peninjauan fisik dan tindakan seismik seperti pengeboran awal di tiga titik lokasi di Gunung Bati, tepatnya di Dusun bati kelusi.
Pada tanggal 26 Juli 2022 dengan melihat dampak negatif yang mulai terjadi masyarakat adat Bati melakukan penolakan terhadap kedua perusahaan. Hal ini ditandai dengan pemasangan sasi adat atau larangan adat oleh tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat Bati, tepatnya di Dusun Bati Tabalean.
Namun ternyata pihak perusahaan sama sekali tidak mengindahkan sasi adat yang dipasang oleh masyarakat.
Bahkan pihak perusahaan menggunakan kekuatan aparat kepolisian bersenjata untuk menghadang aksi penolakan masyarakat adat.
Secara yuridis, kedua perusahaan tersebut dianggap telah melanggar undang-undang 1945 tentang pengakuan masyarakat hukum adat pasal 16 ayat 2, sebagai hasil amandemen kedua yang menyatakan bahwa, negara mengakui dan menghormati masyarakat adat, beserta hak-hak tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Indonesia yang diatur dalam undang-undang. (TS-01)
Discussion about this post