Tiket Mahal, Armada Minim, Pedagang Terpinggirkan: Kritik untuk PT PELNI di Ambon

03/08/2025
Pemuda LIRA Maluku setelah bertemu dengan Kepala Cabang PT.PELNI Ambon. Foto : Itin/titastory

titastory, Ambon – Dari perbedaan harga tiket hingga pembatasan pedagang asongan di pelabuhan, PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Cabang Ambon tengah menjadi sorotan tajam. Kali ini kritik datang dari Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku yang menuding adanya ketimpangan pelayanan dan kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kepulauan.

Salim Rumakefing, Ketua Umum Pemuda LIRA Maluku, mengungkapkan keresahannya terhadap kualitas layanan PELNI, terutama dalam hal perbedaan harga tiket kapal yang dibeli melalui aplikasi dan yang dibeli langsung secara manual di loket.

“Harga tiket di aplikasi bisa lebih murah dibandingkan pembelian manual. Ke mana perginya selisih harga itu? Ada dugaan pungli, bahkan potensi korupsi,” ujarnya tegas.

LIRA Maluku meminta agar perbedaan ini ditelusuri oleh otoritas pengawas, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan dan Kejaksaan Tinggi Maluku, karena dinilai merugikan konsumen dan melanggar prinsip transparansi pelayanan publik.

Pemuda LIRA Maluku saat berorasi di depan Kantor KSOP Yos Sudarso Ambon. Foto : Itin/titastory

Layanan Mahal, Fasilitas Buruk

Selain soal harga tiket, Salim juga menyoroti buruknya fasilitas dan kenyamanan di areal penjualan tiket Pelabuhan Yos Sudarso Ambon. Menurutnya, layanan publik tidak boleh dianggap remeh, apalagi menyangkut hak masyarakat yang menggantungkan hidup pada transportasi laut.

“Jangan lupa, ini bukan soal barang tapi manusia yang dipindahkan dari satu pulau ke pulau lain. Pelayanan harus manusiawi, bukan asal-asalan,” cetusnya.

Transportasi Laut Masih Terbatas

Di sisi lain, LIRA menilai kondisi armada laut untuk Maluku masih jauh dari ideal. Padahal, dengan posisi geografis sebagai wilayah kepulauan, transportasi laut menjadi urat nadi utama mobilitas warga dan distribusi hasil bumi.

“Maluku ini punya potensi laut dan hasil alam yang besar. Tapi apa artinya kalau tidak bisa didistribusikan keluar karena minim kapal?” kata Salim.

Ia meminta pemerintah pusat dan PT PELNI agar tidak hanya melihat Jawa sebagai poros utama pelayanan, tapi memberi perhatian adil bagi provinsi kepulauan timur seperti Maluku.

Pedagang Asongan Jadi Korban Kebijakan

Salah satu kritik paling emosional dari LIRA ditujukan pada kebijakan pembatasan aktivitas pedagang asongan di areal pelabuhan dan kapal. Mereka menyebut, sejak kebijakan itu diberlakukan, banyak pedagang kecil kehilangan mata pencaharian.

“Ini bukan sekadar lapak, ini soal perut. PT PELNI dan KSOP Ambon seharusnya memberi ruang yang manusiawi, bukan mengusir mereka dari tempat bertahan hidup,” ujar Salim.

Tiga Tuntutan untuk PELNI dan Pemerintah

LIRA Maluku menyampaikan tiga poin penting sebagai bentuk desakan atas perbaikan layanan dan keadilan ekonomi di pelabuhan Ambon:

1. Menata sistem penjualan tiket secara adil, transparan, dan satu harga, baik online maupun manual.
2. Menambah armada laut untuk wilayah Maluku guna menjawab kebutuhan transportasi masyarakat di daerah kepulauan.
3. Memberikan ruang berjualan yang layak bagi pedagang asongan di pelabuhan dan kapal tanpa mematikan mata pencaharian mereka.

Penulis: Christin Pesiwarissa
error: Content is protected !!