titaStory.id, ambon – Sidang perdana kasus dugaan korupsi anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) jenis belanja barang dan jasa pada Politeknik (Poltek) Negeri Ambon Tahun 2022 di gelar di Pengadilan Negeri Ambon.
Sidang perdana ini menghadirkan tiga terdakwa. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon menyebutkan pengadaan barang/jasa Politeknik Negeri Ambon tahun 2022 tidak sesuai dengan nilai yang dipertanggungjawabkan sehingga diduga berakibat pada adanya selisih pembayaran dan sisa dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya dalam kasus ini Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yakni Direktur Politeknik Negeri Ambon, DM tak tersentuh.
Padahal dalam tupoksinya, KPA memiliki tugas untuk melaksanakan rencana kegiatan dan anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA dan ROK Melakukan bimbingan dan arahan terhadap pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan keuangan Mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP-UP, SPP-GU, SPP-LS dan SPP-TU)
Sayangnya dalam kasus anggaran DIPA di Perguruan Tinggi ini, hanya tiga terdakwa yang disidangkan dengan alasan ketiganya melakukan upaya perkaya diri dan orang lain. Sekalipun demikian, dalam kasus Dugaan Korupsi tentunya tidak bisa dilakukan seorang diri.
Praktisi Hukum Maluku, Rony Samloy, saat dimintai keterangan mengatakan terkait kasus yang seolah ada ketimpangan dalam penerapannya menyampaikan selaku Kuasa Pengguna Anggaran mestilah disertakan dan harus mendampingi tiga stafnya yang kini telah menjadi tersangka dan sudah di dakwa di Pengadilan Negeri Ambon.
“Pastinya publik bertanya tanya dalam tupoksi selaku KPA kok tidak tersentuh?, ini kan aneh. Padalah KPA ITU memiliki peran penting dan pengambil keputusan,” kata Samloy, sabtu (6/4).
Dengan demikian dia meminta agar dalam kasus ini, Direktur Politeknik Negeri Ambon, DM pun harus dikorek keterangannya, karena tidak mungkin ketiga stafnya melakukan atau menggunakan anggaran tanpa ada arahan dari pimpinan.
Tidak hanya itu, kasus yang kini membias adanya dugaan gesekan sejumlah media dengan pihak Kejaksaan Negeri Ambon atas pemberitaan media tentang soal Direktur Politeknik Negeri Ambon bahkan telah masuk pada hak koreksi dan klarfikasi diduga mengarah pada intimidasi kerja pers.
Samloy yang juga memberikan komentar terkait hal tersebut pun meminta agar pihak Kejaksaan bisa melakukan tafsiran yang benar terkait adanya hak koreksi dan ralat, bukan berarti harus melakukan penghapusan karya jurnalis.
Untuk diketahui sesuai fakta persidangan, tiga terdakwa yakni Fentje Salhuteru; Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema serta Christina Siwalette, didakwa telah melakukan melakukan proses pembayaran kepada penyedia barang/jasa serta pelaksana kegiatan di internal Politeknik Negeri Ambon tidak sesuai ketentuan.
Disebutkan, terdakwa Fentje diduga melakukan tindak pidana korupsi melibatkan Wilma dan Christina dengan membuat kebijakan terhadap beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh lima penyedia atas paket pekerjaan.
Dimana perbuatan tersebut merupakan tindakan memperkaya diri sendiri, dimana terdakwa Fentje dan memperkaya orang lain yakni Wilma dan Christina, atau setidak-tidaknya telah memperkaya diri orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Kerugian keuangan negara dalam perkara ini sesuai hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku sebesar Rp866.337.951 dan telah dilakukan pengembalian keuangan sebesar Rp605.735.000.
Para terdakwa dijerat melanggar pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang pemberantasan korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (TS-02)
Discussion about this post