“Atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Ambon, Maluku, para terpidana menyatakan masih pikir-pikir”
titastory.id,- Tiga terdakwa makar, pengibar bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di depan Mapolda Maluku, 25 april 2020 lalu akhirnya divonis 2 tahun dan 3 penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Ambon, Maluku, Jumat (23/10/2020). Hukuman itu jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa penuntut umum 3 dan 4 tahun penjara.
Sidang yang berlangsung virtual ini dipimpin oleh Majelis Hakim Ahmad Hukayat. Sementara tiga terdakwa bersidang secara virtual dari lokasi Lembaga Permasyarakatan (LAPAS) kelas II Ambon, Waiheru.
Ketiga terdakwa juga didampingi oleh kuasa hukumnya, yakni Semuel Wailerunny, Ronald Salawane dan Alfred Tutupari.
Dalam persidengan itu majelis hakim menjatuhkan vonis kepada Simon Viktor Taihittu (52) dan Johanis Pattiasina (52) masing-masing dua tahun penjara, sedangkan Abner Litamahuputty (42) tiga tahun penjara.
Ketiganya dinilai terbukti bersalah secara sah melakukan tindak pidana makar secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam putusan Majelis hakim ketiga terdakwa dianggap mengganggu keutuhan dan dapat memecah belah NKRI, mengganggu stabilitas dan keamanan negara, serta mengganggu ketertiban umum.
Terhadap amar putusan Hakim, Penasehat Hukum dan Pos Bantuan Hukum (Bakum) ketiga terdakwa memilih pikir-pikir hingga 7 hari ke depan.
Sebelumnya Tiga aktivis FKM RMS ini didakwa melakukan perbuatan makar oleh jakasa penuntut umum (JPU) melakukan perbuatan makar.
JW Pattiasina, Augustina Ubleeuw, dan JPU Awaluddin, mendakwa ketiganya dengan pasal 106 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan pasal 110 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta pasal 160 KUHP Jo pas 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketiga terdakwa petinggi FKM/RMS, Johanes Pattiasina, Abner Litamahuputty dan Simon Taihuttu didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum karena diduga melakukan tindakan pidana makar. Ketiga terdakwa itu menerobos masuk ke Polda Maluku, pada Sabtu 25 april 2020.
Mereka masuk sekitar pukul 15.45 WIT ke markas Polda Maluku yang berada di Jalan Rijali No. 1 Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon dengan membawa bendera RMS.
Sebelum menerobos markas Polda Maluku, ketiga orang itu berjalan kaki dari arah jembatan Skip dengan membawa bendera RMS, sambil berteriak “Mena Muria”.
Sepanjang perjalanan, mereka membentang bendera RMS atau yang dikenal dengan istilah benang raja itu. Aksi mereka menjadi tontonan warga yang melewati jalur jalan depan Polda Maluku.
Saat tiba di depan pintu halaman, ketiganya langsung masuk, dengan tetap membentangkan bendera RMS, dan teriakan Mena Muria.
Petugas di penjagaan kaget. Mereka langsung bergegas keluar. Salah satu diantara petugas mengarahkan laras senjata ke arah ketiga orang itu. Seorang berpakaian petugas preman, buru-buru menutup pintu pagar halaman polda.
Ketiganya langsung diamankan dan dibawa ke ruang Ditreskrimum Polda Maluku. Dari tangan mereka, polisi menyita satu buah bendera RMS berukuran 1 meter lebih.
Sementara itu kuasa hukum ketiga terdakwa Semuel Waileruny mengatakan vonis yang dijatuhkan oleh hakim tidak adil.
“Bagi kami tidak merasa adil, saya yakini bahwa majelis hakim terpengaruh dengan kepentingan politik sehingga dengan demikian nilai-nilai keadilan mereka berusaha untuk mengkesampingkannya,” kata Wailerunny.
Dikatakan dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli Usman Hamid yang berasal dari Amnesty Internasional Indonesia telah menjelaskan perbuatan ketiga terdakwa adalah penyampaian pendapat di depan umum. Dilakukan secara damai.
“Artinya begini Amnesty Internasional dalam penjelasannya sudah sangat terang , bahwa apa yang mereka sampaikan itu adalah aspirasi. Mereka merasa itu adalah sebuah kebenaran. penyampaian aspirasi secara damai itu kan dijamin oleh konstitusi bukan undang-undang, dimana penjabaran pada konstitusi itu kemudian ada dalam undang-undang. Salah satu penjabaran adalah penjabaran tentang HAM begitu juga UU nomor 39 tentang HAM,” urai penulis buku konspirasi dibalik konflik Maluku itu.
Lanjut Wailerunny, apa yang ditudukan kepada kliennya itu sesuai pasal makar belum secara pasti diketahui kepastian pengertiannya.
“Jadi mereka itu tidak bisa dihukum apalagi dihukum dengan tuduhan makar, pengertian makar itu kan masih samar-samar apa itu penyerangan dengan kekerasan atau tipu muslihat atau tipu daya. Nah jadi pengertian makar itu sesuatu yang belum pasti,” terang Ia.
Dengan demikian kata Wailerunny, vonis yang diputuskan hakim tidak berdasar karena bertentangan dengan konstitusi maupun hukum internasional.
“Apakah seseorang apakah di hukum dengan suatu ketentuan yang tidak pasti, itu kan tidak mungkin dibandingkan dengan ketentuan yang sudah pasti yakni itu konstitusi dan berbagai ketentuan hukum internasional yang memberikan jaminan penyampaian aspirasi tidak bisa dihukum,”Ungkap Wailerunny.
Diakhir pernyataannya Wailerunny mengungkapkan akan berkordinasi dengan para kliennya apakah akan melakukan banding atau tidak.
“Dalam persidangan jumat (23/10) dihadapan hakim mereka mengatakan masih pikir-pikir. Dan diberi waktu sepekan kedepan. Namun bagi kita kuasa hukum mempunyai prinsip seperti itu. soal apakah terhadap putusan yang tidak adil itu mau dinyatakan banding atau tidak ?” tegas Ia
“Saya sementara dalam perjalanan menuju rutan untuk bertemu dengan tiga terdakwa aktivis RMS. Akibat dari banding juga hukuman bisa diperberat, maupun diringankan atau tetap. Dari proses hukum kita bisa mengambil langkah apa saja, tetapi yang mengalami itu mereka,” sambungnya
Sebelum menutup pernyataannya Wailerunny mengatakan apa yang di sampaikanpara aktivis RMS itu sebuah adalah sebuah kebenaran RMS sebagai Negara yang sah.
“Dua ahli yang diajukan adalah Hendrik Apituley sudah menjelaskan secara gamblang dan transparan dan sudah diketahui secara umum. Yang kedua Heagens dari Irlandia, dan sudah diterjemahkan oleh lembaga bahasa, oleh pusat study bahasa Unpatti. Sehingga dari apa yang mereka perjuangkan itu tidak bisa dihukum,” ucap Semmy Wailerunny tutup pernyataannya. (TS-01)
Discussion about this post