titaStory.id, dobo – Melchor grup ingin menancapkan sayapnya di Provinsi maluku dengan untuk mengelola sumberdaya kehutanan terutama hutan bakau dan juga kepiting bakau yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru.
Melchor grup adalah perusahaan induk (holding company) yang memiliki jaringan usaha di bidang kredit karbon, pengelola konsesi lahan serta bidang teknologi blockchain dan teknologi terkait perhitungan emisi karbon, lokapasar penyeimbangan karbon dan pemantauan program reforestasi yang ditargetkan pada bisnis dan konsumen untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih transparan dan berkelanjutan.
Berbagai Langkah telah ditempuh untuk menjalankan investasi di bidang sumberdaya kehutanan ini, baik dengan melakukan perjanjian kerja sama dengan sejumlah pihak termasuk pemerintah.
Namun sepertinya, niat untuk menanamkan modal di bidang kehutanan ini akan terganjal oleh masyarakat adat di Kepulauan Aru. Diduga investatsi ini akan merugikan masyarakat ada serta alam di Kabupaten Kepulauan Aru.
Rencana dibalik aktivitas PT Melchor Group menurut masyarakat diduga kuat mengincar potensi hutan di Kabupaten Kepulauan Aru, dan sadar akan mengancam alam lebih khusus dapat mengancam ruang hidup satwa endemis dilindungi seperti Cenderawasih sebagai icon dan culture masyarakat Aru, maka aksi penolakan pun dilakukan.
Budidaya kepiting bakau, sejak awal menginjakan kaki di tanah Jargaria sudah tercium, sehingga menjadi alasan kuat masyarakat Kecamatan Aru dan Aru Tengah Kabupaten Kepulauan Aru menyampaikan penolakan keras terhadap aktivitas perusahaan PT Melchor Group di wilayah Aru, khususnya di petuanan adat masyarakat rumpun Vanaan.
Bentuk penolakan aktifitas perusahaan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama dalam agenda musyawarah adat pertama rumpun adat Vanaan pada tanggal 26-30 Juni tahun 2023 dan dilanjutkan pada tanggal 10 Agustus 2023.
Sikap siaga dengan melakukan musyawarah adat dengan dua agenda penting yaitu Pembahasan Pembukuan Hukum Adat Rumpun Vanaan dan Penetapan tapal batas desa desa adat rumpun adat Vanaan kemudian menyatakan menolak aktivitas PT Melchor Group.
Mindu Kwaitota, tokoh adat Kepulauan Aru, sekaligus Sekretaris Desa Algadang saat membaca pernyataan sikap yang diterima titaStory.id, senin (21/8/2023) menjelaskan, berdasarkan hasil musyawarah masyarakat adat rumpun Vanaan, masyarakat, tokoh adat Kepulauan Aru, dengan tegas menolak Aktifitas Perusahaan PT Melchor Group dengan alasan apapun
Masyarakat serumpun, kata Mindu, tetap berkomitmen untuk tetap menjaga alam, melindungi hutan dan air dan laut dari kerusakan dan pencemaran atau kerusakan lainnya untuk diwariskan generasi anak cucu kedepannya.
Dijelaskan, terhadap keinginan masyarakat Aru telah diketahui oleh Gubernur Maluku saat menghadiri pembukaan Musyawarah adat Pertama rumpun adat Vanaan pada tanggal 26 Agustus tahun 2023.
Di hadapan sejumlah tokoh masyarakat adat setempat, Mindu menegaskan penolakan adanya investasi bisa merugikan mereka karena sejumlah wilayah adat di Kecamatan Aru Tengah telah dikaveling oleh PT Melchor Group untuk kepentingan konsesi. Dengan cara-cara yang tidak wajar sehingga menimbulkan reaksi masyarakat adat rumpun adat Vanaan dengan penolakan aktivitas perusahan tersebut sebagai bagian dari sikap penolakan.
Masuknya PT Melchor Group ke Wilayah Kabupaten Kepulauan Aru awalnya menurut Dia dengan misi untuk investasi budidaya kepiting bakau yang mendapat respons positif masyarakat di Kabupaten Aru namun dalam perjalanannya tidak ada tanda-tanda asktivitas yang dilakukan aktivitas budidaya kepiting tersebut.
Dalam perjalanan, kata Mindu, rencana aktivitas perusahaan di wilayah petuanan adat rumpun adat Vanaan tidak diketahui oleh masyarakat adat rumpun Vanaan karena tidak dilakukan sosialisasi namun telah melakukan cavlingan tanpa izin.
Sementara dua anak perusahan Melchor yaitu PT Alam Subur Indonesia dan PT Bumi Lestari Internasional telah lebih dulu mengeluarkan rekomendasi permohonan pengelolaan hutan tanggal 22 Juni 2023.
“Sudah ada areal hutan yang telah di kapling oleh dua anak perusahan PT Melchor Group. Padahal awal masuk perusahan ini untuk tujuan pembudidayaan kepiting bakau, namun yang terjadi tidak ada budidaya, malahan ingin masuk ke hutan,” inikan tidak wajar,” ulas Mindu.
Dijelaskan dengan adanya aktivitas oleh dua anak perusahan dari PT Melchor di hutan adat masyarakat rumpun adat Vanaan akan berdampak pada akan terancamnya satwa endemik berupa burung cenderawasih kabupaten Kepulauan Aru yang merupakan satwa yang memiliki hubungan adat dan istiadat masyarakat Kepulauan Aru yaitu burung Cinderawasih sebagai simbol keberadaan leluhur untuk masyarakat adat Aru.
Sehingga dalam upaya untuk tetap menjaga kelestarian hutan, laut dan adat istiadat dari investasi yang merugikan dengan penguasaan hutan bakal mengancam ruang hidup burung Cendrewasih di Kabupaten Kepulauan Aru.
Mercy Barends, anggota DPR RI Dapil Maluku, dalam sesi diskusi Penguatan dan Percepatan Pelaksanaan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kepulauan Aru untuk Penyelesaian Konflik Agraria melalui Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 2 Tahun 2022” yang digelar Papua Study Center (PSC) di Ruang Berkarya Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2023) mengatakan Cendrawasih Aru Project, yang diinisiasi oleh Melchor Group yang mengatasnamakan karbon trading, yang ternyata menjaga hutan namun setelah ditelusuri hanya menjawab mekanisme kebutuhan pasar para Korporat.
“Berapa yang mau dia ambil, 591.957 hektar, hambir 600 ribu. Ini saya tidak contohkan yang lain lagi. Maluku Tengah 54 ribu sekian, Kalimantan hampir 1 juta hektar, ini perusahaan akal-akalan. Tapi bisa dilihat orang-orang di dalam rata-rata pemain juga. Apa yang mereka lakukan, mereka punya dua anak perusahaan Melchor Group, satu Namanya di Muller dan satu Namanya Roxi. Hati-hati karena ini bisa di Kabupaten yang lain masuk,” paparnya.
Muller kata Mercy tugasnya untuk menjadi broker untuk mengambil konsesi-konsesi hutan baik dari koorporat yang lain, tapi dia juga bisa aneksasi hutan rakyat yang katanya atas nama hutan negara, karena ketidakjelasan itu.
Yang kedua kata Mercy adalah Roxy, menjadi market terhadap konsesi hutan tersebut. Roxi menurut Mercy akan menjual usaha tersebut di pasar-pasar karbon dengan verifikator globalnya.
“Dulu zaman orde baru pemerintah ambil tanah rakyat atas nama project-project perkebunan monokultur land grabing, sekarang land grabing, oksigen grabing, three grebing, semuanya di grabing, ini sangat menyedihkan, yang sangat menyakitkan lagi UUCK satu hal yang mesti kita waspadai adalah multi ijin, dan mereka datang dengan multi ijin mulai dari bibir pantai menggunakan hutan mangrove sampai masuk ke hutan dalam,” tukasnya.
“Saya akan lawan terus akan hal ini, dan saya percaya semua yang ada di lapangan masih bergerak untuk berjuang, kalau masyarakat adat tolak maka barang ini tidak jalan,” tegas Mercy.
Untuk rekomendasi sendiri, agar konflik agrarian tidak berkepanjangan di Kepulauan Aru, saat ini mereka telah menyiapkan Rencana dan Strategi Percepataan pemetaan Masyarakat Hukum Adat yang meliputi wilayah MHA, hukum adatnya, Lembaga adatnya, mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan hukum adat.
“RUU Pengakuan masyarakat adat sudah dari periode 2014-2019 dan 2019-2024, dan kita semua ada di sana, dan terkendala dengan terlalu banyak politik yang main dan saya percaya semua yang nanti akan membuka habis-habisan karena terlalu banyak kepentingan,” jelasnya
Mercy mengatakan, rakyat tidak dibenturkan dengan politik identitas namun rakyat dibenturkan dengan politik dengan dua hal yaitu masaf atas nama pembangunan dan yang kedua adalah kepentingan koorporat tidak ada kepentingan yang lain.
“Saya menganggap ini percontohan atau modelling untuk daerah lain, semoga kita siuman untuk kondisi yang ada saat ini”
Rekomendasi lainnya menurut Mercy adalah Pengakuan atas MHA harus dilampirkan dengan Peta wilayah MHA, dan mekanisme penyelesaian konflik’ Program dan kebijakan untuk memberdayakan dan memberikan manfaat kepada MHA terkait hutan adat yang didasarkan dan disesuaikan dengan kepentingan konservasi, ekosistem, penjagaan Kawasan hutan sesuai peraturan yang berlaku. Serta Penguatan kapasitas kepada MHA terkait Tata Kelola Hutan Adat.
“Bagaimana memastikan sehingga ada apa-apa negara bawa semua masuk dalam proses litigasi, dan rakyat kecil tidak punya kekuatan, jadi kita harus perkuat rakyat dari sisi litigasi dengan memperkuat para legal kita di mana-mana, dan juga memastikan proses non litigasi kita kuat di sana,” ujarnya.
Akselerasi penerbitan SK KLSHK berisi pengakuan terhadap hutan adat (status per maret 2020 89 SK Menteri LHK untuk 89.783 Hectare (0.65% dari 13.76 juta hectare hutan adat) dan Menegakan secara konsekuen Putusan MK No 35 termasuk Permendagri No 54/2014 tentang pengakuan MHA.
“Koordinasi dan konsultasi berjenjang secara berkesinambungan untuk menghindari kerja sectoral dan sporadic,” tutup Anggota DPR RI dapil Maluku ini.
Teken Nota Kesepahaman
Sementara itu dilansir dari laman resmi universitas pattimura (Rektor Unpatti Teken Nota Kesepahaman dengan PT. Melchor Tiara Pratama – UNIVERSITAS PATTIMURA), dengan judul Rektor Unpatti Teken Nota Kesepahaman dengan PT. Melchor Tiara Pratama, (29/3/2023).
Dilansir dari beritanya, Rektor Universitas Pattimura bersepakat melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama dengan PT. Melchor Tiara Pratama yang berlangsung di Ruang Kerja Rektor Lantai 3 Gedung Rektorat Universitas Pattimura, Selasa (29 Maret 2023). Tujuan dari kegiatan ini untuk melestarikan lingkugan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Melchor Tiara Pratama adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, berkedudukan di Distric 8 – Prosperity Tower Lantai 11 Unit DE, SCBD Lot 28, Jl. Jenderal Sudirman Kav 52-53, Jakarta Selatan 12190. Melchor adalah perusahaan induk (holding company) yang memiliki jaringan usaha di bidang kredit karbon, pengelola konsesi lahan serta bidang teknologi blockchain dan teknologi terkait perhitungan emisi karbon, lokapasar penyeimbangan karbon dan pemantauan program reforestasi yang ditargetkan pada bisnis dan konsumen untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih transparan dan berkelanjutan.
Mewakili Chairman & Founder Melchor Group Indonesia, Gian Asiara selaku V.P Sustainable Project Managemen, Muller mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Pattimura dan seluruh jajaran yang berkenan hadir, dan berharap semoga kegiatan yang dilakukan ini adalah awal dari sebuah kolaborasi yang bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Sementara itu melalui aplikasi Via Zoom, Mario Siahaan selaku Manager Direktur berharap kedepan semoga ada bimbingan dan arahan maupun koordinasi yang dibangun agar apa yang dikerjakan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat di Maluku khususnya di Kabupaten Kepulauan Aru.
Rektor Universitas Pattimura, Prof. Dr, M. J. Saptenno, S.H, M.Hum dalam sambutannya mengatakan, kegiatan yang dilakukan saat ini bertujuan untuk bagaimana mengelola sumberdaya kehutanan terutama hutan bakau yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru. Hal ini merupakan tanggungjawab bersama untuk memberdayakan potensi sumberdaya yang ada sehingga melahirkan kesejahteraan bagi masyarakat.
“Karena itu, kepercayaan yang telah diberikan kepada Universitas Pattimura akan dimanfaatkan secara baik. Sesuai dengan Visi dari MoU ini maka kami diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi akademik, senada dengan hal tersebut juga perlu diketahui bahwa Universitas Pattimura memiliki 2 Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) yaitu PSDKU Kabupaten Maluku Barat Daya dan PSDKU Kabupaten Kepulauan Aru”, ujar Prof. Saptenno.
Dikatan pula, penandatanganan yang dilakukan tentunya tidak terlepas dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, sehingga program-program yang sudah di susun tentunya akan direalisasi dengan adanya dukungan dari PT. Melchor Tiara Pratama.
“Kami akan melaksanakan tugas dan tanggungjawab ini sesuai dengan profesi di bidang masing-masing, dan kedepannya perlu kerjasama yang dibangun di beberapa fakultas yang ada di Universitas Pattimura untuk melestarikan lingkungan hidup tetapi juga dapat memberikan konstribusi bagi masyarakat” kata rektor.
Rektor berharap perlu adanya kolaborasi yang dibangun oleh kedua pihak supaya kedepan dapat bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga dapat mempertahankan eksistensi lingkungan secara berkelanjutan untuk regenerasi masa depan. (TIM)
Discussion about this post