titastory, Seram Bagian Barat – Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, jeritan warga masih menggema dari Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Di wilayah ini, kemerdekaan belum sepenuhnya dirasakan. Jalan rusak, jembatan terputus, hingga akses pelayanan publik yang minim membuat warga seolah hidup dalam keterisolasian.
Kondisi jalan yang parah, bahkan ada yang belum pernah dibuka, membuat aktivitas masyarakat tersendat. Transportasi logistik, pelayanan kesehatan, pendidikan, hingga roda perekonomian tak berjalan lancar. Saat musim hujan, perjalanan warga semakin berat karena harus menempuh berjam-jam perjalanan dan menyeberangi banjir untuk menuju pusat ekonomi atau layanan dasar.

“Kami berharap pada momentum kemerdekaan ini, masyarakat Inamosol juga merasakan buah perjuangan yang selama ini diperingati bersama. Warga harus merdeka dari keterisolasian dan akses transportasi yang buruk,” kata Alvin Pier Nahady, pemuda Inamosol Seram Bagian Barat.
Kemiskinan Masih Tinggi di Maluku
Potret keterbelakangan di Inamosol mencerminkan persoalan lebih besar di Maluku. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Maluku masih termasuk provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Per Maret 2024, angka kemiskinan Maluku mencapai 16,34 persen, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 9,03 persen. Sebagian besar masyarakat miskin tinggal di pedesaan, dengan keterbatasan akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

Tanah Kaya, Rakyat Sengsara
Ironisnya, Maluku merupakan salah satu daerah penghasil sumber daya alam melimpah. Dari hasil laut, perikanan, hingga kekayaan mineral dan perkebunan tersedia melimpah. Beberapa wilayah bahkan menjadi lokasi eksplorasi nikel, emas, dan hasil bumi lainnya yang diekspor ke pasar global. Namun, potensi ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat setempat. Infrastruktur buruk membuat hasil pertanian dan perkebunan sulit dipasarkan, sementara pengelolaan tambang lebih banyak dinikmati oleh perusahaan besar.
Menurut Alvin, keterlambatan pembangunan jalan dan fasilitas publik menjadi bukti nyata ketidakadilan distribusi pembangunan di Indonesia timur. “Kami tidak meminta sesuatu yang berlebihan. Kado terindah di usia 80 tahun kemerdekaan ialah distribusi pembangunan yang merata dan berkeadilan. Jangan biarkan masyarakat Inamosol merasa ditinggalkan,” ujarnya.

Alvin mendesak pemerintah pusat maupun daerah segera turun tangan mempercepat pembangunan infrastruktur di Inamosol. Jalan dan jembatan harus segera dibangun agar masyarakat bisa mengakses pendidikan, kesehatan, serta memasarkan hasil pertanian mereka.
“Jika infrastruktur tersedia, ekonomi bisa tumbuh. Inamosol punya potensi besar di sektor pertanian dan perkebunan. Jangan sampai potensi itu terhambat hanya karena jalan rusak dan jembatan tak kunjung dibangun,” katanya.
Bagi warga Inamosol, merdeka berarti terbebas dari isolasi dan bisa menikmati akses serta layanan dasar yang layak. Sebuah cita-cita sederhana, namun hingga usia ke-80 Republik ini, masih jauh dari kenyataan.