titastory, Negeri Lima – Setiap musim hujan tiba, warga Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, selalu dihantui rasa waswas. Kenangan pahit banjir bandang pada 2013, ketika bendungan Wae Ela jebol dan menghanyutkan 442 rumah, masih membekas hingga kini.
Trauma itulah yang membuat masyarakat mendesak adanya penanganan permanen di kawasan bendungan dan aliran sungai yang melintasi perkampungan mereka.
“Ketakutan kami adalah kalau bendungan Wae Ela kembali jebol. Setiap kali musim hujan, permukaan sungai naik dan menggenangi rumah warga. Itu sudah jadi lagu wajib tiap tahun,” kata Imran Soumena, Sekretaris Negeri Lima, kepada titastory.id, Kamis, 21 Agustus 2025.

Swadaya Warga Belum Cukup
Untuk mengurangi risiko banjir, masyarakat Negeri Lima bersama pemerintah negeri berinisiatif membangun tanggul penahan di badan sungai menggunakan bronjong. Bantuan tersebut didapat setelah berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku melalui anggota DPR RI, Saadiah Uluputty.
Namun, upaya swadaya itu dinilai belum cukup. Warga tetap meminta pemerintah mengambil langkah serius dengan melakukan pengerukan sedimen sepanjang aliran sungai agar air tidak meluap ke permukiman.
“Yang kami butuhkan adalah penanganan serius. Pengerukan material sedimen harus dilakukan. Kalau tidak, Negeri Lima bisa kembali terancam bahaya banjir bandang. Bukan karena bendungan jebol, tapi karena ketinggian air sungai sudah melampaui pemukiman warga,” ujar Imran.
Bukan Sekadar Bantuan Sembako
Bagi warga Negeri Lima, yang terpenting bukanlah bantuan sesaat ketika bencana datang. Mereka ingin solusi permanen agar tidak terus hidup dalam ketakutan setiap musim hujan.
“Kami tidak butuh sembako. Kami butuh penanganan permanen di bendungan Wae Ela dan kawasan sungai,” tegas Imran.
Penulis: Christin Pesiwarissa
