titastory.id, Jakarta – Transparency International Indonesia (TII) bekerja sama dengan Tempo Data Science merilis Indeks Integritas Bisnis Lestari. Mereka menilai 100 perusahaan di Indonesia yang menerapkan praktik bisnis berintegritas dan berkelanjutan.
Direktur Tempo Data Science, Philipus Parera dan Sekretaris Jenderal TII, Danang Widoyoko menjelaskan metodologi hingga menghasilkan Indeks Integritas Bisnis Lestari yang terbagi menjadi tiga dimensi. Yakni, dimensi sosial dan hak asasi manusia, dimensi lingkungan dan dimensi antikorupsi.
Dimensi sosial memiliki indikator aturan inklusif, aturan keselamatan dan Kesehatan kerja, hak berserikat, identifikasi risiko pelanggaran HAM, Jamsostek atau pensiun tenaga kerja, komitmen HAM terhadap pekerja, mekanisme corporate social responsibility, mekanisme pengaduan pelanggaran HAM, pengaduan kekerasan perempuan/gender, penghormatan HAM, penghormatan warisan budaya, penyelesaian pengaduan pelanggaran HAM, perhatian Kesehatan masyarakat terdampak, sistem rekrutmen, serta sosialisasi dampak sosial dan gender.
Dimensi lingkungan meliputi, dampak pada keanekaragaman hayati, pengelolaan air perusahaan, pengungkapan emisi gas rumah kaca, pengungkapan timbulan limbah, publikasi konsumsi energi, upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, dan upaya pengurangan konsumsi energi.
Sementara dimensi antikourupsi memiliki indikator aturan retaliasi, cooling off period, deklarasi kepatuhan UU Tipikor, donasi politik, kebijakan antikorupsi ke pihak ketiga, kebijakan antikorupsi tentang pengadaan barang dan jasa, kebijakan gratifikasi, kode etik/kebijakan antikorupsi, komitmen anti-korupsi, komitmen jajaran direksi, monitoring berkala program antikorupsi, pelaporan beneficial owner (BO), pelatihan antikorupsi, penanganan konflik kepentingan, revolving door, dan whistle-blowing system.
“Ini bukan buat gagah-gagahan dan menunjukkan ini perusahaan yang sudah baik dalam menerapkan ESG dan mana yang belum. Kami ingin mendorong seluruh perusahaan untuk mengembangkan perusahaan, memperhatikan lingkungan, dan masyarakat,” kata Philipus Parera.
Sekretaris Jenderal TII, Danang Widoyoko mengatakan, proses penilaian kali ini sedikit berbeda dengan indeks yang lainnya. Perbedaan tersebut, antara lain tidak ada penjurian serta menilai langsung secara independen dan objektif.
“Kami mengecek satu per satu laporan tahunan, sustainability report, code of conduct, dan sebagainya. Hasil identifikasi tersebut kami sampaikan kepada perusahaan yang bersangkutan,” kata Danang.
Setelah melalui proses klarifikasi, hasil indeks dari tiga dimensi tadi dijadikan indeks total dengan skor tertentu, kemudian dikelompokkan menjadi empat kategori pencapaian. Yakni, Diamond dengan skor 85-100, Ruby (75-84,99), Sapphire (50-74,99), dan Emerald (<50).
“Kami berharap jumlah perusahaan yang dinilai pada Indeks Integritas Bisnis Lestari berikutnya akan bertambah dengan skor yang kian tinggi,” harapnya.
Praktik bisnis yang berintegritas dan berkelanjutan kini sudah menjadi suatu keharusan di dalam dunia usaha.
Kini, perusahaan tidak lagi semata berorientasi pada efisiensi, pertumbuhan, dan laba, tetapi juga harus terlibat aktif dalam menjaga lingkungan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Kesadaran ini memunculkan paradigma baru dalam bisnis dan investasi yang dikenal dengan Environmental, Social, and Governance atau ESG, di mana keberlanjutan merupakan kata kunci yang penting.
Sementara itu, Plt Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan mengatakan, penilaian indeks ini bagus untuk memberikan penghargaan bagi korporasi yang mampu menjalankan bisnis dengan memperhatikan praktik-praktik baik dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Kami percaya forum ini dalam memperdalam dialog konstruktif untuk menjalankan praktik bisnis berkelanjutan di tengah tantangan di masa depan,” kata Ferry sebagai pembicara kunci yang mewakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (TS-01)
Discussion about this post