- Polemik pembayaran Lahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Haulussy, Kawasan Kudamati, Nusaniwe Kota Ambon belum ada titik terang
- Tarik ulur soal kepemilikan dan keabsahan putusan pengadilan yang bersifat declaratoir kini jadi bola liar, masyarakat pun jadi korban dengan aksi penyegelan
- Anggota DPRD Maluku tidak satu suara, bahkan usulan untuk dilakukan penyelesaian dan tawaran eksekusi wajib dilakukan pihak yang mengakui selaku pemilik
- Kebasahan Surat Penyerahan Tanggal 28 Desember 1976 pun mucul yang diduga merupakan surat palsu, hingga diarahkan untuk dilakukan laporan ke aparat penegakan hukum.
- Berlarut-larut, masyarakat pun melayangkan pengaduan ke Kejaksaan Tinggi Maluku atas dugaan mafia tanah.
titaStory.id,ambon,- Kapan selesainya?, pertanyaan ini pun pantas dialamatkan pada sejumlah polemik atas rencana pembayaran sisa anggaran ganti rugi lahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Haulussy. Belum ada kepastian tentang siapa sebenarnya pemilik lahan. Hingga pihak DPRD Provinsi Maluku pun tidak satu suara, dan putusan declaratoir seolah masih menjadi bola liar yang digelinding kesana kemari. Hingga masyarakat Kota Ambon sering dirugikan dengan sejumlah aksi penyegelan pintu masuk rumah sakit oleh pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan.
Inti dari polemik yang terjadi adalah soal kepemilikan, dan ganti rugi lahan yang wajib dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku. Tahap ini Pemerintah Provinsi Maluku diduga pusing. Pasalnya proses pembayaran telah dilakukan kepada Yohanes Tisera (YT) dengan dasar kepemilikan berdasarkan putusan pengadilan dan kesepakatan pembayaran ganti rugi senilai Rp 49 miliar, dan telah dilakukan pembayaran sebanyak tiga tahap.
Sebelumnya, hasil publikasi kerja kolaborasi dengan majalah Tempo, tanggal 17 Februari 2023, dengan judul sengketa di Ambon Darah di Jakarta, tulisan liputan investigasi yang berujung pada bentrokan antara Jhon Key dan Pamannya Nus Key, yang diduga berpangkal pada perebutan jasa uang pengamanan sengketa lahan rumah sakit di Ambon.
Dugaan memotong kompas, dan indikasi yang menjanggal pada proses pembayaran lahan RSUD dr Haulussy dengan melihat pada surat telaah atau kajian Staf di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku yang ditujukan ke Gubernur Maluku melalui Sekretaris Daerah tanggal 15 November 2022 perihal status hukum pembayaran sisa ganti rugi tanah RSUD dr Haulussy yang dibalas Raja Negeri Urimessing, Yohanes Tisera yang telah dilayangkan pada 9 Januari 2023. Balasan Yohanes Tisera ini lantaran dirinya mengetahui hasil kajian Biro Hukum Sekda Maluku yang menemukan adanya maladministrasi yang mengarah pada kerugian negara. Telaahan Biro Hukum Setda Provinsi Maluku adalah bahwa pembayaran itu adalah sah, karena didasarkan pada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, namun pengaturan atau penjelasan pada akta notaris disinyalir terdapat sejumlah hal yang tidak sesuai yang berimplikasi pada potensi cacat hukum atau batal demi hukum.
Hal mana tertuang dalam akta notaris nomor 04 tanggal 19 Januari 2029 tentang jual beli antara Pemerintah Provinsi Maluku dan YOhanes Tisera alias Buke. Menerangkan tentang luas tanah objek ganti rugi dengan menggunakan kata (redaksional) kurang lebih atau luasan tidak pasti.
Ditemukan juga adanya ketidaksamaan objek ganti rugi yang tertera pada akta notaris dan objek sengketa pada putusan pengadilan, dimana batas objek ganti rugi yang diatur dalam akta notaris berbeda dengan fisik lapangan. Penjelasan selanjutnya adalah nilai ganti rugi hanya berdasarkan hasil negosiasi dengan acuan pada harga tanah saja.
Penjelasan Biro Hukum yang disampaikan pada pemberitaan terdahulu, pada point ke I, tentang dasar yang merupakan bagian dari isi telaahan menjelaskan tentang putusan pengadilan atas objek sengketa sesuai putusan Pengadilan Negeri Ambon nomor 2021, tanggal 22 April 2021, jo Putusan Pengadilan Tinggi Ambon nomor 35 tahun 2022 tanggal 10 Agustus 2022.
Dilanjutkan dengan surat dari Adolof Gerrit Suryaman, Kuasa Hukum Yohanes Tisera nomor 007/AGSP/X/2022 tanggal 12 Oktober 2022, perihal permohonan kelanjutan pembayaran RSUD dr Haulussy yang ditujukan kepada Gubernur Maluku.
Dengan beralaskan putusan pengadilan tingkat pertama nomor 38 tahun 2009, jo Putusan Pengadilan Tinggi nomor 18 tahun 2011, jo Putusan Kasasi MARI nomor 1385 tahun 2013, jo Putusan PK MARI nomor 512 tahun 2014. Surat Ketua Pengadilan Negeri Ambon nomor W27-U1/1779/PS.00/IX/2028 perihal penjelasan hukum tanggal 21 September 2018, Akta Notaris Rostiaty Nahumarury SH nomor 04 tanggal 19 Januari 2019 tentang jual beli antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Yohanes Tisera.
Dimana penjelasan dan fakta Yuridis yang masuk dalam telaahan itu juga menegaskan tentang penetapan objek sengketa milik Tisera, dan berhak menerima gati rugi atas objek sengketa, yang sesuai pertimbangan dalam putusan yang menjadi objek sengketa adalah perluasan kompleks RSUD dr Haulussy Ambon yakni Infrastruktur kesehatan berupa Bangsal Mayat, Bangsal Sakit Jiwa, Asrama Putra Putri, Sekolah Perawat dan perumahan dokter. Putusan tersebut Pemerintah Provinsi Maluku telah melakukan pembayaran ganti rugi dengan keterangan fisik masing masing BAPELKES, Jalan Raya, Rumah Bank,RSUD Haulussy, Sekolah SPK dan Asrama Putra Putri, Kamar Mayat Lama,SAL Gila Lama,Bak Air Lama, Rumah Dinas Dokter, Tanah Hibah. Dimana luas lahan yang diklaim dikurangi tanah hibah sebesar 31,644 m2. Dan lokasi yang diklaim dan diajukan pembayaran oleh Yohanes Tisera seluas 31 880 m2.
Atas luasan, sesuai isi telaahan dilanjutkan,dengan perhitungan oleh KJPP serta kesepakatan antara Yohanis Tisera dengan Pemerintah Provinsi Maluku yang diwakili Sekda Maluku, Hamin Bin Taher dan diikat dalam akta notaris nomor 04 tanggal 6 Maret 2019 dengan penetapan nilai ganti rugi dengan luasan 31.880 m2 dengan total ganti rugi Rp 49.987.000.000 dimana pembayaran tahap pertama sebesar Rp 10.000.000.000, pembayaran tahap ke 2 sebesar Rp 3.000.000.000, pembayaran tahap ke 3 sebesar Rp5.329.000.000 dan sisa pembayaran 31.658.000.000.
Pada posisi telaahan point ke 8 bahwa pada kondisi hukum tersebut, terdapat cacat administrasi dalam proses pendahuluan ganti rugi yang dapat menimbulkan kerugian negara, sehingga perlu dilakukan perbaikan atau perubahan atas perbuatan administrasi ganti rugi. Lanjut pada point ke 9, oleh Biro Hukum menegaskan bawa dan demi kepentingan umum maka langkah perubahan administrasi adalah, melakukan pencocokkan ulang atas objek ganti rugi yang didasarkan pada materi perkara atau pertimbangan putusan.Melakukan penetapan objek ganti rugi dengan keputusan gubernur. Melakukan perhitungan objek ganti rugi oleh Kantor Penilai Publik, dan membuat berita acara kesepakatan nilai ganti rugi objek ganti rugi, termasuk membuat dan menandatangani addendum akta notaris nomor 04 tanggal 06 Maret 2019 serta melakukan pembayaran kepada pihak yang berhak.
Tanggapan Evans Alfons
Dalam kaitan dengan isi telaahan tersebut, Evans Reynold Alfons menegaskan, pihak Biro Hukum Setda Maluku seperti tergantung pada hal hal yang bersifat administrasi yang berdampak pada kerugian negara, tanpa melihat subjek hukum yang krusial, dimana dasar kepemilikan Yohanes Tisera atas objek ganti rugi adalah surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976. Surat ini telah dinyatakan cacat hukum.
Surat tanggal 28 Desember 1976 sudah dibatalkan sejak tahun 1983 karena anggota Saniri Negeri yang melakukan tanda tangan surat penyerahan tersebut telah menyatakan adanya rekayasa.
Dia juga menerangkan tentang pembatalan tahun 1994 oleh LMD Urimessing bersama Kepala Desa Urimessing almarhum HJ Gaspersz yang dilanjutkan BPD Urimessing bersama kepada desa tahun 2011, yang puncaknya oleh Saniri Lengkap bersama Raja Negeri Urimessing tahun 2013.
” Dengan adanya sejumlah pembatalan, sehingga dijadikan bahan pertimbangan oleh Majelis Hakim sehingga dalam amarnya point keempat putusan pengadilan menyatakan bahwa surat penyerahan tertanggal 28 Desember 1976 cacat hukum.” ungkapnya.
Dijelaskan, pembatalan ini pun didukung dengan sejumlah kejanggalan sehingga merupakan surat yaitu, surat penyerahan tersebut menerangkan tentang waktu terjadinya penyerahan pada hari jumat.
“Hari dan tanggal tidak sesuai, hari jumat pada tanggal 28 Desember 1976 itu hari selasa,” tegasnya.
” Bahkan ini terjadi pengulangan,” sambungnya pula.
Surat palsu inilah, kata Alfons yang kemudian dijadikan dasar atas kepemilikan Dati Pohon Ketapang yang menurut versinya adalah objek ganti rugi atau lahan yang telah dibangun bangunan RSUD dr Haulussy.
Diungkapkan, sejumlah bukti pelepasan hak bahwa RSUD dr Haulussy itu ada di Dusun Dati Kudamati, bukan diatas Dusun Dati Pohon Ketapang yang dijelaskan dalam putusannya yang dibanggakan Tisera.
Kembali menerangkan tentang keabsahan surat tanggal 28 Desember 1976, mengutip apa yang disampaikan ahli hukum adat, Ronny Titaheluw (almarhum) yang dalam keterangan dibawah sumpah di pengadilan menerangkan, ” Dikarenakan HJ Tisera ( Ayah dari Yohanes Tisera alias Buke) pada tahun 1976 masih menjabat sebagai Raja Negeri Urimessing, maka HJ Tisera telah melakukan pengambilan dalam kekuasaan apa yang menjadi milik umum dan sangat bertentangan dengan istilah imbalan jasa. Lagi pula Saniri Negeri tidak bisa memberikan tanah dati dua kali dalam satu tahun kepada orang yang sama.
” Ada bukti telah terjadi penyerahan lebih dari satu kali, di tahun 1976. ” ujarnya menegaskan penjelasan ahli yang dihadirkan di pengadilan kala itu.
Ironisnya, saat melayangkan gugatan, dan Pemerintah Provinsi selaku tergugat, Pemerintah Provinsi Maluku menggunakan surat atau bukti milik Yohanes Tisera yang walaupun eksepsi ditolak namun ada catatan bahwa apa hubungan antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Yohanes Tisera.
” Pemerintah Provinsi Maluku digugat, untuk kepentingan Ekspresi, Pemerintah Provinsi Maluku menggunakan surat dari Tisera,inikan aneh,” ucapnya kepada titaStory.id, saat diwawancarai, selasa (16/01/2024).
Dia pun menerangkan terkait dengan pertimbangan MARI atas gugatan pihak Alfons, bahwa pihaknya hanya tidak dapat menunjukkan bukti mengenai keberatan atau tagihan pembayaran dari moyang saat pembangunan RSUD tahun 1948.
” Wajib digaris bawahi, bahwa Hakim Agung RI tidak menolak kepemilikan Alfons ata objek dengan demikian pembayaran ganti rugi lahan ke Yohanes Tisera adalah kesalahan fatal.Sehingga harus ekstra hati hati jika tidak ingin berurusan dengan hukum,” tegasnya pula.
Soal keberadaan objek dusun dati Pohon Ketapang, ada penyerahan sebidang tanah di dalam penetapan keputusan saniri negeri Urimessing dan Pemerintah Negeri Urimessing tanggal 1 Januari 1978 yang menerangkan tentang telah terjadi perbuatan hukum yaitu pemberian sebidang tanah bagian dari dusun dati pohon ketapang kepada masyarakat Kampung Keramat untuk pembangunan sarana pendidikan seluas 33,50 x 35.00 atau 1172,50 m2 yang diterima oleh Banjhar Djou. Pemberian tanah tersebut ditandatangani oleh Hein Johanes Tisera orang tua dari Yohanes Tisera alias Buke pemilik NIP 630002222 dan disahkan oleh A.Samad Adam,NIP 010019176 selaku Camat Kecamatan Pulau Ambon, Wilayah Maluku Tengah.
Pandangan Anggota DPRD Maluku
Problem terkait penggunaan uang Negara dengan motif pembayaran Ganti Rugi lahan RSUD Dr M Haulussy Kudamati Ambon kian panas. Pernyataan Ketua DPRD Maluku Benhur Watubun bahwa DPRD Provinsi Maluku telah menerima surat masuk dari Saniri Negeri Urimessing yang isinya meminta agar pembayaran sisa Lahan RSUD Dr M Haulussy kepada keluarga Yohanes Tisera harus dihentikan.
Penekanan Benhur Watubun kepada wartawan ini disiarkan melalui akun tiktok dengan pemilik akun brandon.chip69. Penjelasan Watubun bahwa memang benar terdapat putusan Yohanes Tisera yang sudah inkrah. Namun bersifat deklaratoir dan tidak ada perintah Pemda Maluku untuk melakukan pembayaran, serta diduga surat yang digunakan tersebut adalah surat palsu sehingga Pemerintah Provinsi Maluku sangat berhati-hati untuk melakukan pembayaran lanjutan.
Penjelasan soal permasalahan yang sama juga dituangkan oleh Jance Wenno. Wakil Ketua DPRD Maluku ini menyarankan penyelesaian lahan RSUD Haulussy tidak berlarut-larut.
Penjelasan Wenno kepada wartawan dan juga tersiar via akun tiktok milik brandon.chip69 dengan durasi 1 menit ini adalah pemerintah provinsi Maluku harus melakukan pembayaran.Namun jika tidak maka ahli waris Tisera melakukan eksekusi.
“ Menurut beta (saya) ada dua cara, Pemerintah Daerah harus menyelesaikan, atau ahli waris Tisera melakukan eksekusi,” terangnya.
Ditanya wartawan soal adanya surat palsu di Pengadilan, Wenno pun menegaskan diproses hukum saja.
“Ya kalau ada diproses hukum saja,” ucapnya.
Laporan Mafia Tanah Masuk ke Kejati Maluku
Sementara adanya tarik ulur pembayaran lahan RSUD, laporan terkait dugaan mafia tanah pada lokasi RSUD dr Haulussy Ambon akhirnya diterima Kejaksaan Tinggi Maluku.
Laporan dugaan mafia tanah ini dibenarkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Hukum Masyarakat (Humas) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Aizit P. Latuconsina, senin (15/01/2024).
Dalam rilisnya yang diterima media ini, bahwa pihaknya telah menerima laporan pengaduan tentang dugaan mafia tanah pada lokasi RSUD dr. Haulussy Ambon.
Laporan pengaduan tersebut disampaikan oleh masyarakat melalui Pos Pelayanan Hukum (PPH) Kejaksaan Tinggi Maluku.
“ Benar ada pengaduan, dan itu disampaikan masyarakat melalui Pos Pelayanan Hukum (PPH) Kejaksaan Tinggi Maluku,” jelasnya tertulis.
Dijelaskan pula, untuk laporan pengaduan ini, terlebih dahulu akan tindaklanjuti melalui proses administrasi penanganan laporan sesuai SOP.
Akan ditindaklanjuti sesuai prosedur administrasi dan penangannya sesuai SOP,” jelasnya.
Dia pun menerangkan, untuk update informasi mengenai perkembangan pengaduan akan disampaikan kepada media.
“Informasi selanjutnya mengenai perkembangan penanganan laporan ini akan disampaikan kepada teman-teman media” tegas Latuconsina. (TIM)
Discussion about this post