Tanggul Bendungan Kobisonta Jebol, Petani Krisis Air Sejak 2021

14/05/2025
Keterangan Gambar : Sejumlah petani yang sedang memantau sebuah tanggul penahan air yang jebol, di bendungan mini Desa Kobisonta Kecamatan Seram Utara Timur Seti, Kabupaten Maluku Tengah. foto : titastroy/Sahdan

titastory, Seram Utara – Petani di Desa Kobisonta, Kecamatan Seram Utara Timur Seti, Kabupaten Maluku Tengah, mengeluhkan krisis air yang berkepanjangan sejak tanggul penahan air di bendungan desa mereka ambruk pada 2021. Kerusakan itu mengganggu pasokan air untuk mengairi sekitar 125 hektare lahan pertanian warga.

“Sejak tanggul itu roboh, kami kesulitan air. Lebih parah saat musim kemarau tiba,” kata Wagito, petani setempat yang mengandalkan pertanian hortikultura, kepada titastory, Rabu, 14 Mei 2025.

Bendungan mini yang menjadi andalan warga untuk mengairi sawah dan kebun, kini tak lagi berfungsi. Air tak mengalir karena aliran tertutup material tanggul yang jebol.

Keterangan Gambar : Kondisi Tanggul yang jebol, Foto : Sahdan/Titastory.id

Petani lainnya, yang enggan disebut namanya, menyoroti kualitas pembangunan tanggul yang dinilai asal jadi. Padahal, proyek itu menelan dana aspirasi sebesar Rp 140 juta dari salah satu anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Maluku Tengah.

“Tanggul itu dibangun September 2021. Tapi belum sempat difungsikan, bangunannya sudah ambruk,” ujar petani tersebut. Ia menambahkan, ukuran tanggul yang dibangun hanya sekitar 6 meter panjang, 2,5 meter tinggi, dan ketebalan 40 cm.

Proyek tersebut, kata dia, tidak memberi manfaat signifikan bagi sektor pertanian desa. “Anggaran segitu besar, tapi hasilnya tidak bisa dirasakan. Kami kecewa.”

Kepala Desa Kobisonta, Laono, membenarkan bahwa proyek tanggul itu memang sudah lama rusak, hanya berselang beberapa hari setelah rampung dibangun.

“Bangunannya selesai, tapi tiga hari kemudian hancur karena banjir. Proyeknya dari dana aspirasi anggota DPRD Provinsi,” jelas Laono. Ia mengaku saat proyek berjalan, dirinya belum menjabat sebagai kepala desa.

Keterangan Gambar : Kondisi tanggul yang mengalami rusak parah sehingga tak lagi berfungsi. Foto : Sahdan/titastory.id.

Pembangunan dilakukan secara swakelola oleh warga setempat. Para pekerja dibayar harian, dengan upah tukang Rp 150 ribu dan buruh Rp 125 ribu per hari.

“Saya juga ikut kerja waktu itu. Tapi soal rincian anggaran, saya belum tahu pasti, karena belum jadi kepala desa saat itu,” ucap Laono.

Para petani berharap pemerintah segera turun tangan memperbaiki bendungan agar aktivitas pertanian dapat kembali normal. Mereka mengingatkan pentingnya air irigasi untuk menjaga ketahanan pangan dan mendukung ekonomi desa.

Reporter: Sahdan Fabanyo
Editor: Christ Belseran
error: Content is protected !!