TITASTORY.ID – Cuitan Imelda Saiya pada salah satu media di Kota Ambon akhirnya ditanggapi Ryco Wenner Alfons. Dirinya berkeberatan jika pihaknya dinilai sebagai biang dari sejumlah persoalan sehinggga Jemaat GPM Zion, Klasis Kota Ambon dan harus meninggalkan gedung gereja sementara, yang berada di lokasi Keluarahan Batu Gajah RT RT.003/RW.01, Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Padahal kondisi yang sebenarnya, karena Laporan Polisi dan somasi oleh Imelda Saiya cs sehingga gedung gereja yang sementara dipakai oleh Jemaat Zion untuk beribadah harus dikosongkan.
“Imelda Saiya sudah melaporkan Ketua Majelis Jemaat Zion ke polisi dengan tuduhan penyerobotan, penggelapan hak dan penipuan dengan mengandalkan Surat Hibah miliknya, sehingga lokasi gedung gereja sementara tersebut harus ditinggalkan. Jika ada anggapan bahwa saya dan keluarga saya adalah penyebanya maka saya menduga apa yang dilakukan adalah upaya untuk mencari dukungan dan sengaja menggiring opini sesat, dan mungkin mereka lagi curhat” ulas Ryco kepada titastory.id, rabu(18/8)
Dikatakan, pihak Imelda mestinya bertaya ke pihak GPM dalam hal ini Jemaat Zion alasan hingga mereka harus keluar dari gedung gereja sementara tersebut, dan pasti jawabnya karena mereka disomasi oleh Imelda Saiya via kuasa hukumnya Rony Sadrac Samloy.
“Tanyakan saja kepada pihak GPM, mengapa pihak GPM memutuskan untuk keluar dari lokasi gereja sementara ? pasti jawabnya karena ada beberapa kali somasi yang dilayangkan oleh Imelda dan Kuasa Hukumunya, yang kemudian dilanjutkan dengan laporan polisi pada tahun 2020. Kok saat ini, dia menuduh seakan-akan karena kami tidak jujur sehingga menyebabkan GPM memutuskan untuk keluar dari Gereja sementara,” ujarnya.
Dijelaskan, sejak Jacobus Abner Alfons masih hidup sudah mengizinkan lokasi tersebut digunakan sebagai tempat Ibadah sementara sambil menunggu selesainya pembangunan dan renovasi Gedung Gereja Zion, dan saat itu tidak ada keberatan dari Imelda maupun Kusa Hukumnya yang pada saat itu masih berstatus sebagai kuasa hukum Evans Alfons dan keluarga.
“Jika Imelda merasa tanah itu adalah miliknya dan pembangunan itu merugikan dirinya, mengapa dia tidak menyampaikan keberatan disaat itu, mengapa justru menunggu sampai tahun 2020 baru melaporkan kami sekeluarga bersama Ketua Majelis jemaat melalui Kuasa Hukumnya Rony Samloy ke Polisi ? inikan aneh”.
Pada saat yang sama, Ryco juga menyampaikan tanah yang kini disengketakan kini sudah bergulir ke meja hijau dan sudah pada agenda sidang Pemeriksaan Setempat (PS). Dan jelas di hadapan hakim yang mengadili perkara ini, Imelda sendiri telah mengakui bahwa tanah tersebut bukan miliknya.
“Kan Imelda sudah tahu, kronologis peminjaman lokasi tanah melalui penjelasan Ibu Pdt Aqyuwen saat pertemuan di Restorant Hotel Mutiara pada September 2018, “kok tega-teganya dalam somasi memfitnah Ibu Pdt, membuat laporan ke polda disaat pembangunan dan Renovasi Gedung Gereja belum selesai. Apakah orang ini punya hati ?,” ujar Ryco.
Ditegaskan, agenda sidang mediasi dan PS (sidang komisi-red), Imelda dan Kuasa Hukumnya jelas-jelas mengaku tanah itu adalah pemberian mendiang Barbalina Mainake/Alfons kepada ibunya yang bernama Josina Magdalena Papilaya/Alfons. Dan didalam jawabannya dia mengaku bahwa Surat Hibah yang dibuat oleh Jacobus Abner Alfons itu hanya simbolis saja. “Kalau memang demikian, apakah dia bisa seenaknya saja mengklaim tanah itu menjadi miliknya ? “tanyannya.
Menyinggung terkait percakapan dirinya melalui WA dengan Josina Magdalena Papilaya sebelum gedung gereja dibangun, dirinya merasa tidak ada hubungannya dengan gugatan Pembatalan Hibah, karena percakapan itu harus dibuktikan substansinya, lagipula tidak ada pembicaraan tentang Hak kepemilikan berdasarkan Surat Hibah tanggal 5 September 2011 itu.
“Pada prinsipnya, gugatan pembatalan terhadap surat hibah tanggal 5 September 2011 telah saya ajukan sejak april 2021, dan kini sudah sampai pada tahap pengajuan saksi-saksi. Lebih baik dia fokuskan diri untuk mengklarifikasi tindakan hukum apa yang selama ini dia lakukan, yang bertentangan dengan pengakuan dirinya dihadapan persidangan dan fakta yang terjadi di dalam masyarakat, sehingga jangan menciptakan opini-opini yang sesat ” kata Rycko.
Ditambahkan, substansi Gugatan dalam perkara di pengadilan sangat jelas, dan berdasarkan bukti surat Hibah tertanggal 5 September 2011, dengan tanah seluas 203 M2 yang terletak di Dati Talagaradja lingkungan RT.003/RW.01 Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Tidak ada objek sengketa yang lain. Terkait kesalahan pengetikan itupun sdh diklarifikasi dan diakui sendiri oleh Tergugat baik dalam jawaban maupun saat Peninjauan Setempat (PS),sehingga tidak perlu dipersoalkan.
“Kesalahan pengetikan soal letak lokasi sengketa sudah diklarifikasi saat PS beberapa wakltu lalu, dan itu sudah klier, lalu apa lagi yang harus dipermasalahkan?,’ baiknya fokus saja pada subtansi gugatan dan tidak membangun opini sesat,” tegasnya.
Untuk diketahui, gugatan terhadap Imelda Saiya adalah terkait penggunaan Surat Hibah tanggal 5 September 2011 yang menurut Ryco tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena disaat almarhum Jacobus Abner Alfons masih hidup Imelda sudah menerima Hibah tanah tanggal 1 Pebruari 2015 pada lokasi tanah Dati Talagaradja lingkungan RT.001/RW.03 kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon lengkap dengan Sertifikat Hak Milik No. 1235 tahun 2016 atas nama Barbara Jacqualine Imelda sendiri.
“Nah, Hibah ini dibuat oleh Evans Alfons selaku Kuasa Notaril atas perintah dari Jacobus Abner Alfons, jadi kalau dia beralasan hibah kedua bukan hibah pengganti, itu alasan yang tidak masuk akal karena bagaimana mungkin hibah diberikan 2 kali kepada orang yang sama. Jika dihubungkan dengan pengakuan dia bahwa tanah pada hibah tanggal 5 september 2011 itu bukan milik dia, berarti putusan akhir sudah bisa kita tahu.” ucapnya.
Terang “ Ryco, selaku anak sah dari Jacobus Abner Alfons, saya memiliki kewenangan penuh sebagai ahli Waris dimata hukum, untuk mengajukan gugatan pembatalan hibah yang dibuat oleh almarhum ayah saya, jika ternyata penerima Hibah melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum, merugikan pemberi hibah dan ahli warisnya, apalagi Surat Hibah yang tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan di Negara ini.
Tuturnya lagi, menyangkut dengan lokasi tanah sesuai Hibah tanggal 1 Pebruari 2015, yang terletak dilingkungan RT.001/RW.03 Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon dengan Sertifikat Hak Milik No. 1235 atas nama Imelda, sesuai informasi, tanah tersebut telah dijual oleh Imelda sendiri kepada keluarga Wairata.
Dan terkait somasi yang dilayangkan Imelda melalui Kusa Hukumnya ke pihak GPM, ungkap Ryco adalah bentuk kekeliruan, karena pihak GPM tidak ada hubungannya dengan status kepemilikan atas tanah. Mereka hanya meminjam lokasi tersebut sebagai tempat Ibadah sementara, bukan menerima pemberian atau membeli tanah tersebut apalagi membuat peralihan atas tanah itu.
“Seharusnya Imelda dan Kuasa Hukumnya sadar, bahwa tuduhan-tuduhan keji yang dimuat dalam media- masa sangat berpengaruh secara psikologi pribadi sorang Pendeta yang hidupnya hanya untuk memberitakan kabar baik kepada umatnya. Apakah mereka tahan terhadap tekanan-tekanan psikologis saat diberitakan di media dengan tuduhan penyerobotan, penggelapan hak dan penipuan ? bahkan isu yang berkembang bahwa Pendeta Aqyuwen diduga sudah melakukan tindak pidana dan akan dipenjarakan. Sehingga langkah yang harus kami ambil adalah melayangkan gugatan untuk membuktikan apakah Imelda Saiya itu pemilik lahan atau bukan.” tuturnya. (TS 02)
Discussion about this post