titastory.id, jakarta – 2024 menuai kritik tajam dari Julius R. Latumaerissa, seorang ekonom dan konsultan perencanaan daerah. Melalui video tanggapan yang viral, Latumaerissa menyampaikan bahwa ketiga pasangan calon (paslon) belum menunjukkan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan di Maluku.
Menurutnya, beberapa isu mendasar seperti ketimpangan ekonomi, ketergantungan pada impor, dan rendahnya kapasitas produksi lokal, tidak diulas secara mendalam selama debat yang diadakan pada 27 Oktober di Ballroom The Natsepa Hotel, Suli, Maluku Tengah.
Persoalan Kemiskinan: Angka Persentase Menurun, Tapi Jumlah Penduduk Miskin Bertambah
Latumaerissa menyoroti bahwa salah satu paslon petahana mengeklaim adanya penurunan persentase kemiskinan selama masa jabatannya. Namun, menurut data yang disampaikan Latumaerissa dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Maluku justru bertambah, dari 317 ribu pada 2019 menjadi 301 ribu pada 2023, meskipun persentasenya turun.
“Kita harus lihat ini secara komprehensif. Persentase menurun, tapi jumlah absolut penduduk miskin bertambah. Ini artinya strategi penanggulangan kemiskinan perlu ditinjau kembali agar tidak hanya bersifat kosmetik,” kata Latumaerissa. Ia menambahkan bahwa jumlah penduduk miskin meningkat akibat migrasi dari luar daerah dan rendahnya pertumbuhan ekonomi lokal yang belum mampu menyediakan peluang kerja layak.
Dominasi Impor: Ketergantungan Tinggi yang Menguras Ekonomi Daerah
Selain kemiskinan, Latumaerissa menyoroti ketergantungan Maluku terhadap produk impor. Menurutnya, tingginya angka impor dibandingkan ekspor menunjukkan rendahnya kapasitas produksi daerah. “Kita masih mengandalkan impor untuk kebutuhan pokok, yang menyebabkan terjadinya capital outflow atau aliran modal keluar. Ini seharusnya menjadi prioritas yang dibahas para paslon, bukan hanya soal kemiskinan dalam arti sempit,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa struktur ekonomi Maluku yang masih didominasi konsumsi pangan impor mengindikasikan lemahnya sektor pertanian dan perikanan, yang seharusnya menjadi kekuatan ekonomi daerah ini. Latumaerissa menegaskan bahwa sektor-sektor ini perlu revitalisasi agar Maluku bisa mandiri secara ekonomi.
Kemandirian Keuangan Daerah: Masih di Bawah Standar Nasional
Menurut data yang disampaikan Latumaerissa, kemandirian keuangan daerah Maluku hanya mencapai 20% pada 2023, jauh di bawah standar minimal nasional sebesar 25%. Angka ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat rendah, sehingga ketergantungan Maluku pada transfer dana pusat sangat tinggi.
“Ketergantungan pada pemerintah pusat memperlihatkan lemahnya daya tahan ekonomi daerah. Maluku seharusnya mampu menghasilkan pendapatan mandiri dari potensi lokal, seperti pariwisata bahari, perikanan, dan perkebunan. Sayangnya, dalam debat, isu ini hampir tidak tersentuh,” katanya.
Kritik Terhadap Penyampaian Program yang Kurang Realistis
Latumaerissa juga menilai bahwa beberapa program yang disampaikan paslon terkesan tidak realistis dan minim solusi konkret. Menurutnya, terlalu banyak janji yang terkesan ambisius tanpa adanya strategi implementasi yang jelas. Ia mengkritik visi paslon yang seringkali hanya menjanjikan “peningkatan kesejahteraan” dan “peningkatan kualitas hidup” tanpa rincian konkret mengenai cara mencapainya, terutama dalam hal ekonomi dan pembangunan infrastruktur.
“Debat ini seharusnya menjadi wadah untuk mengukur pemahaman paslon tentang masalah-masalah riil yang dihadapi masyarakat Maluku. Namun, yang kita dengar hanya jargon dan janji kosong tanpa analisis yang mendalam,” ujar Latumaerissa.
Tantangan untuk Debat Selanjutnya: Bahas Substansi, Bukan Hanya Retorika
Di akhir tanggapannya, Latumaerissa menyampaikan harapannya agar debat-debat berikutnya dapat lebih substansial. Ia mengajak panelis dan para kandidat untuk mengangkat isu-isu yang lebih kompleks dan relevan, seperti pembangunan infrastruktur berkelanjutan, pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, hingga peningkatan layanan kesehatan dan pendidikan di wilayah terpencil.
“Maluku bukan sekadar angka kemiskinan dan persentase pembangunan. Maluku butuh pemimpin yang paham detail persoalan dan mampu menghadirkan solusi nyata yang bisa diimplementasikan,” tutupnya.
Melalui kritiknya ini, Latumaerissa berharap agar masyarakat Maluku bisa berpikir lebih kritis dan rasional dalam menentukan pilihan. Ia mengimbau agar pemilih tidak hanya terpengaruh oleh popularitas kandidat, tetapi juga mempertimbangkan visi, misi, dan program yang ditawarkan dengan mengedepankan kebutuhan nyata daerah. (TS-01)
Discussion about this post