titaStory.id, ambon – Pembatasan Penjabat Kepala Daerah untuk tidak ikut dalam pemilihan kepala daerah di tahun 2024, adalah perintah UU.
Hal mana yang disampaikan Komisioner KPU RI Idham Holik yang dilansir dari pemberitaan media sentraltimur.com,jumat (6/10/2023).
Dijelaskan , pembatasan tersebut tercantum pada Undang-undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
“UU tersebut telah diundangkan sejak 1 Juli 2016. Artinya bukan wacana baru, sudah ada sejak lama dan norma tersebut telah diimplementasikan pada Pilkada Serentak 2017, 2018, dan 2020,” ujar Idham dilansir media ini.
Tegasnya, Pasal 7 ayat (2) huruf q UU Nomor 10 Tahun 2016 telah mengatur ketentuan di mana seorang bakal calon kepala daerah atau bakal calon wakil kepala daerah tidak berstatus sebagai penjabat (Pj) kepala daerah.
Dimana pasal ini dimaksudkan untuk mencegah penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, atau Wakil Walikota. Pasal ini pun merupakan norma yang memitigasi potensi abuse of power. UU Pilkada ingin menjaga terwujudnya kepemimpinan pemerintah daerah yang berintegritas pada saat dipimpin oleh penjabat kepala daerah.
Dengan alasan mendasar bahwa Penjabat Kepala Daerah bukan Pejabat Politik, kembali Idham menerangkan, KPU akan melakukan sosialisasi terkait ketentuan tersebut.
Dalam pemberitaan media juga, Plt Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Rahmat Jaya Parlindungan Siregar menerangkan bahwa pada dasarnya Penjabat Kepala Daerah bukan pejabat politik, tetapi pejabat administratif yang bertugas melaksanakan pelayanan pemerintahan di daerah. (TS 02)
Discussion about this post