SUAR, Nyanyian Perlawanan Masyarakat Adat Jaga Tanah Leluhur

by
10/02/2025
SUAR. Foto. Ist

titastory, Jakarta – Sebuah karya musik yang menggugah hati untuk bangkit dan mempertahankan hak ulayat dan melawan perampasan hak dan ruang hidup diluncurkan pada Kamis, (6/2). Kolaborasi antara musisi Tuan Tigabelas dan King of Borneo bertajuk “SUAR” adalah simbol perlawanan dan harapan bagi komunitas adat di Nusantara.

Lagu SUAR menggambarkan ekspresi serta realitas perjuangan masyarakat adat dalam ancaman dari ekspansi industri ekstraktif, deforestasi, dan kebijakan yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat.

Dengan lirik yang penuh semangat dan ritme yang kuat, Tuan Tigabelas, salah satu rapper terbaik yang dimiliki Indonesia sekaligus pelantun Last Roar menyatakan bahwa “SUAR” adalah bentuk solidaritas kepada masyarakat Adat yang tengah berjuang mempertahankan tanah adatnya

“Lagu ini bukan sekadar hiburan, tetapi sebuah seruan bagi semua orang untuk sadar bahwa hak aasyarakat adat sedang terancam. Kita harus berdiri bersama mereka, menjaga hutan, menjaga kehidupan,” ujar Tuan Tigabelas.

King of Borneo, grup band asal Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menegaskan bahwa lagu ini merepresentasikan suara yang selama ini terpinggirkan.
Menurut dia, masyarakat adat berada di garis terdepan dalam menjaga hutan dan ekosistem. Tanpa mereka, keseimbangan alam akan terganggu.

“Lagu ini kami persembahkan sebagai bentuk penghormatan sekaligus dukungan agar perjuangan Masyarakat Adat tetap berlanjut,” kata King of Borneo

Herkulanus Sutomo, Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kapuas Hulu, yang turut terlibat dalam peluncuran lagu ini pun ikut menyatakan pendapat, kata dia, suara masyarakat adat perlu didengar lebih luas.

Lagu ini menegaskan bahwa tanah, hutan, dan sungai bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga bagian dari identitas dan keberlangsungan budaya masyarakat adat.

“Hutan bagi kami bukan sekadar sumber daya, tetapi juga rumah dan warisan dari leluhur. Kehilangan hutan berarti kehilangan segalanya. Termasuk tradisi, kehidupan, dan masa depan anak cucu kami,” ujar Herkulanus Sutomo.

Herkulanus Sutomo juga menyoroti pentingnya pengesahan RUU Masyarakat Adat yang telah lama tertunda, agar hak-hak masyarakat adat tak lagi terpinggirkan. Tanpa payung hukum yang jelas, masyarakat adat akan terus menjadi korban perampasan tanah, kriminalisasi, dan pengabaian hak-hak dasar mereka.

“Kami mengajak seluruh komponen, termasuk pemerintah daerah agar bersama-sama dengan masyarakat adat berjuang untuk kepentingan masyarakat adat dalam mengamankan dan mengelola wilayah adatnya”.

Lagu “SUAR” bukan hanya sebuah karya seni, tetapi juga panggilan untuk bertindak. Menurut Direktur Eksekutif yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad,
Yayasan Madani Berkelanjutan mendukung penuh peluncuran lagu “SUAR” sebagai bagian dari kampanye agar memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan menjaga kelestarian alam.

“Kami mengajak masyarakat luas untuk lebih peduli terhadap isu hak-hak masyarakat adat, pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat. Perjuangan masyarakat adat adalah perjuangan kita semua untuk keadilan, untuk lingkungan, dan untuk masa depan yang lebih baik,” ungkapnya.

Lagu ini adalah cermin krisis yang nyata. Masyarakat adat adalah penjaga hutan terakhir. Jika mereka tumbang, kita semua akan tenggelam dalam bencana iklim.

Penulis : Redaksi
error: Content is protected !!