titaStory.id, ambon – Nasib pengungsi korban konflik sosial tahun 1999, asal Negeri Batu Merah, Kecamatan Sirimau Kota Ambon yang dikenal dengan pengungsi Bethabara, yang kini mendiami lahan di kawasan Negeri Soya, Sirimau, Kota Ambon, tepatannya di kawasan Kayu Tiga belum jelas. Pasalnya pemilik lahan yang memiliki sertifikat induk belum juga melakukan pemisahan sertifikat kepada warga yang telah melakukan pembayaran lahan yang dilakukan secara cicil.
Informasi yang berhasil dihimpun media ini di Kota Ambon, kuat dugaan belum dilakukan pemisahan lantaran sertifikat induk kabarnya sempat dijadikan angunan atau jaminan karena di gadaikan di salah satu Bank di Kota Ambon, dan untuk menebus sertifikat tersebut oknum yang menggadaikan sertifikat diduga kuat memungut dari warga, sesuai perjanjian pembayaran Rp 3 juta dimaksud.
Dilansir dari pemberitaan salah satu media di Kota Ambon, 14 September tahun 2018 permasalahan lahan ini pernah diadukan ke DPRD Kota Ambon, namun belum ada solusi yang didapat.
Bahkan kronologis singkat yang diketahui, lokasi kosong yang sudah jadi kawasan pemukiman dari hasil penelusuran titaStory.id, terdapat 11 hektar luas lahan yang diketahui adalah milik Johanis Hehamony yang merupakan hasil warisan dari almarhum Dominggus Hitijahubessy berdasarkan akta notaris no 79 tanggal 29 November 1991. Dimana lahan tersebut diizinkan untuk ditempati kurang lebih 589 warga Jemaat Bethabara dan merupakan kompensasi pemerintah untuk masyarakat Kota Ambon pasca konflik sosial tahun 1999 lalu, bahkan penempatan warga di lokasi tersebut tidak gratis, karena warga Jemaat GPM Bethabara itu harus membayar ganti rugi.
Informasi lain yang didapat, diduga adalah surat penyerahan pelepasan hak atas tanah yang dibaut di tahun 2005 dan pada salah satu pasal dalam surat pelepasan hak tersebut menerangkan tentang perjanjian ganti rugi lahan antara para pihak dan belaku selaku pihak ke 2 adalah Pdt. D Mustamu dan pemilik lahan yang turut ditandatangani tim peduli pengungsi Jemaat GPM Bethabara, RT dan RW Kayu Tiga Negeri Soya. Dimana salah satu poinnya menekankan bahwa setiap Kepala Keluarga diwajibkan melakukan pembayaran lahan senilai Rp6 juta ke pemilik lahan. Dimana pembayaran ini dilakukan oleh warga sebesar Rp3 juta, dan langsung dilakukan di Bank Maluku, sedangkan Rp3 juta sisanya bersumber dari Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas Sosial Provinsi Maluku yang sumber dananya berasal dari dana pemulangan pengungsi.
Keterangan lain, hingga kini belum dilakukan pelepasan hak dari pemilik sertifikat induk, padahal warga sudah melakukan pembayaran. Terungkap juga lambatnya proses kejelasan status tanah lantaran diduga kuat karena masalah administrasi. Bahkan bocoran yang didapat pihak BPN kabarnya sudah melakukan pencetakan sertifikat hak atas tanah kepada kurang lebih 152 Kepala Keluarga dari jumlah 172 Kepala Keluarga dari sertifikat bernomorkan 789 atas nama Pemerintah Provinsi Maluku.
Sementara untuk lahan bernomor sertifikat 689 yang ditempati 410 KK, dan masih dalam penguasaan pemilik sertifikat atas nama Johanis Hehamony, sehingga menjadi alasan terhambatnya proses penerbitan sertifikat hak atas tanah tersebut.
Sumber kepada media ini beberapa waktu lalu menerangkan, pembayaran oleh warga telah dilakukan, tebusan sertifikat yang sempat digadaikan telah dilakukan, namun sejumlah warga belum terima sertifkat hak atas lahan.
” Untung dobol, dobol, kami warga dapa apa?, jika sudah dilakukan pembayaran siapakah yang berkewajiban untuk melakukan pelepasan dari sertifikat induk?, tanya sumber.
Atas masalah ini juga Rofik Afifudin Anggota DPRD Kota Ambon di tahun 2018 kepada sejumlah media pernah meminta untuk melakukan pengusutan karena ini terkait hak masyarakat.
“Naasnya, surat pelepasan hak atas tanah tersebut tidak diperuntukkan untuk lahan seluas 11 hektar yang dimiliki. melainkan hanya pada tanah seluas 40.000 meter persegi yang ditempati 179 KK. Sementara, pemungutan biaya Rp3 juta yang menjadi tanggung jawab masyarakat dilakukan secara keseluruhan, jelas Rofik yang dilansir dari salah satu media online terbitan tanggal 14 September tahun 2018 ( TS-02)
Discussion about this post