Bula, – Dugaan praktik Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Dinas Pendidikan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku, mencuat ke publik. Praktik yang berlangsung pada 2021–2024 ini diduga melibatkan Sekretaris Dinas Pendidikan, sejumlah mantan kepala bidang, dan pejabat aktif di lingkungan dinas tersebut.
Seorang sumber terpercaya kepada titastory.id mengungkapkan, salah satu mantan kepala bidang yang kini nonaktif menandatangani sedikitnya 145 SPPD fiktif.
“Salah satu kabid yang sekarang sudah nonjob menandatangani sebanyak 145 SPPD fiktif,” tutur sumber tersebut.
Selain itu, pejabat lain yang saat ini menjabat sebagai kepala dinas di instansi berbeda juga disebut ikut menandatangani hampir 50 berkas SPPD fiktif.

“Ada satu lagi yang sekarang jadi kadis. Dia juga ikut menandatangani hampir 50 SPPD fiktif,” terangnya.
Menurut sumber itu, penerbitan dokumen SPPD fiktif tersebut diinisiasi oleh mantan kepala subbagian (kasubag) keuangan dinas pendidikan. Namun hingga kini, belum jelas tujuan penggunaan dana yang dicairkan melalui SPPD tersebut. Diduga kuat dana itu dipakai untuk kepentingan pribadi.
Aktivis antikorupsi di SBT, Iqbal Watimena, menilai persoalan di Dinas Pendidikan SBT sangat kompleks. Ia menyebut terdapat kejanggalan lain, seperti pada anggaran revitalisasi pendidikan dan program beasiswa yang juga diduga melibatkan oknum pejabat dinas, anggota DPRD, dan mantan anggota DPRD.
“Kami menilai Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur tidak serius menangani kasus korupsi di Dinas Pendidikan SBT. Ada apa sebenarnya dengan kejaksaan?” tegasnya.
Sementara itu, Sahbandar Lisa Kelilauw, seorang pengacara muda di SBT, menyatakan akan melaporkan dugaan korupsi SPPD fiktif ini ke Kejaksaan Tinggi Maluku.
“Kasus ini akan kami laporkan langsung ke Kejati Maluku karena kami menilai Kejari SBT masuk angin dan tidak mampu menuntaskan kasus-kasus korupsi di Bula,” ujarnya.
Kasus dugaan SPPD fiktif ini menambah panjang daftar masalah pengelolaan anggaran di Dinas Pendidikan SBT dan menjadi sorotan publik terkait lemahnya penegakan hukum di daerah tersebut.