titastory, Sorong – Pernyataan Gubernur Papua Barat Daya (PBD) Elisa Kambu yang menginstruksikan penangkapan sejumlah aktivis menuai kritik tajam. Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi menilai sikap tersebut tidak bijak dan justru berpotensi memperkeruh situasi di Sorong.
Dalam siaran pers yang diterima, Jumat (29/8/2025), Koordinator Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi, Simon Nauw, menyebut kegaduhan di Sorong bukan ulah masyarakat, melainkan akibat keputusan sepihak pemerintah dan aparat.
“Stop cuci tangan. Segera bertanggung jawab atas apa yang kalian buat. Pengadilan, Kejaksaan, Polres Sorong Kota, Polda, dan Gubernur PBD—kalianlah yang membuat rakyat marah,” kata Simon.

Tuntutan Penolakan Tapol
Menurut Simon, kericuhan di Sorong adalah akumulasi kekecewaan warga yang aspirasinya tidak pernah ditanggapi. Warga sejak awal menolak pemindahan empat tahanan politik (Tapol) Papua ke Makassar, namun tuntutan itu diabaikan.
“Sejak awal, aksi kami dilakukan secara demokratis dan bermartabat. Pemindahan persidangan yang hanya diberlakukan pada orang Papua adalah wujud hukum yang rasis dan diskriminatif,” ujarnya.
Kritik untuk Gubernur
Aktivis Solidaritas lainnya, Apey Tarami, menilai pernyataan Gubernur PBD justru membungkam ruang demokrasi dan menjadikan aktivis sebagai kambing hitam.
“Jangan ada pembohongan publik dan pemutarbalikan fakta oleh Gubernur Papua Barat Daya,” tegas Apey.
Ia menambahkan, kericuhan yang berujung bentrokan hingga penembakan warga berinisial MW dan penangkapan massal, adalah konsekuensi dari tindakan represif Forkopimda.
Negara Dinilai Represif
Menanggapi pengerahan Brimob, Simon menyebut langkah itu sebagai bentuk berlebihan negara.
“Negara semakin menunjukkan wajahnya yang tidak demokratis, memerintah dengan tangan besi untuk membungkam suara rakyat,” katanya.
Apey menutup dengan menegaskan bahwa pernyataan Gubernur tidak menyelesaikan masalah, malah memperkeruh keadaan.
“Gubernur Papua Barat Daya tidak harus tunduk kepada Jakarta yang bersikap seperti penjajah bagi orang Papua,” tuturnya.
Penulis: Johan Djamanmona