titastory.id. “Nestapa Anak Sekolah di Negara Kesatuan Simbolik”. Itulah judul surat yang dituliskan oleh salah satu tokoh pemuda Maluku. Dirinya melayangkan surat kepada Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim tentang nestapa yang dialami anak sekolah di Maluku.
Lewat postingan di akun facebooknya, Ikhsan Tualeka menyentil tentang minimnya infrastruktur jalan maupun jembatan, sehingga anak-anak di Maluku harus menempuh medan yang berbahaya untuk mencapai sekolah.
Surat ini menanggapi video pendek yang memperlihatkan beberapa remaja puteri di Desa Tobo, Kecamatan Werinama Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang nyaris terbawa arus sungai, ketika menyeberang saat menuju sekolah. Sejak diposting, Jumat pagi, surat tersebut telah disukai ratusan orang, dan mendapat tanggapan beragam.
Dalam postingannya, Ikhsan mengabarkan kondisi faktual tentang anak-anak di kawasan timur Indonesia, termasuk di Maluku yang sulit untuk mengakses sekolah.
“Hari ini, lewat Messenger Facebook, saya dapat kiriman video pendek dari seorang aktivis HMI, memperlihatkan beberapa remaja putri SMPN 16 di Pulau Seram, Maluku, menyeberang kali yang deras. Meski terlihat penuh canda-tawa, tapi tetap saja membuat siapa pun yang melihatnya gundah. Tertawa riangnya mereka, sejatinya menunjukan kalau keadaan ini sudah jadi hal yang biasa dalam keseharian,”ungkap Ikhsan.
Menurutnya, masih banyak anak-anak lain di timur Indonesia, yang ada dalam rutinitas yang sama, menyabung nyawa untuk mendapatkan pendidikan.
Berikut isi surat yang Ikhsan Tualeka Kepada Mentri Pendidikan Nadiem Makarim
Bro Nadiem, mungkin saya terlalu lebai, sehingga menonton video semacam ini, tanpa terasa air mata menetes. Saya tak kuasa menahan tangis kepedihan sebagai bagian dari anak kandung Republik, setelah 75 tahun proklamasi kemerdekaan, melihat anak-anak bangsa masih seperti ini kondisinya.
Menonton video ini (coba nanti bro liat lagi berulang-ulang) sama seperti menyaksikan anak-anak rusa di Afrika yang tengah berusaha sekuat tenaga menyeberangi sungai, menghindar dari kejaran Cita atau Singa, yang kerap ditayangkan di Discovery Channel atau National Geographic.
Setelah menunggu debit air berkurang, hampir 3 jam, mereka memasang kuda-kuda kaki dengan kuat, menghujam ke bebatuan agar tubuh lemah mereka tak terbawa derasnya arus. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat bangga, sekaligus sedih
Bangga karena di tengah keterbatasan, anak-anak ini tetap semangat menggapai mimpi, menantang maut sekalipun. Sedih karena ini terjadi di sebuah Negara kesatuan, yang mestinya persentuhan negara dengan setiap warga negara itu sama.
Bro Nadiem, menonton video ini, saya bayangkan anak-anak seusia mereka diberbagai tempat di tanah air, terutama di kota-kota besar, ada yang bahkan diantar dan dijemput dengan Bus Sekolah. Dengan pakaian yang rapi berangkat ke sekolah yang lengkap dengan segala fasilitas.
Sementara ada juga banyak anak-anak bangsa, terutama di kawasan timur yang bahkan sepatu pun tak punya. Meski dalam konstitusi jelas menyatakan penyelenggaraan pendidikan adalah tanggungjawab Negara.
Sesuai dengan pasal 31 UUD NRI 1945 yang diperkuat dengan UU Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib menanggungnya.
Mengikuti pendidikan dalam pasal ini artinya Negara juga harus turut memastikan mereka bisa tiba dan pulang dari sekolah dengan baik, aman dan selamat. Bukankah begitu bro Nadiem? Itu pula mengapa surat ini saya tujukan pada bro, menteri usia Milenial, yang bisa jadi akan lebih memahami dan responsif dengan surat ini.
Bro Nadiem, ini tentu adalah realitas yang perlu segera diurai. Jika terus dibiarkan, bukan saja kita sedang mempertaruhkan masa depan generasi bangsa, tapi juga integrasi nasional, karena kekecewaan anak bangsa bisa berujung pada disintegrasi sosial dan politik.
Bagaimana kita bisa harapkan generasi muda dari Indonesia timur dapat bersaing secara sehat dan setara dengan anak-anak di kawasan barat terutama di Pulau Jawa, jika mereka tidak sedang di garis start yang sama. Disparitas atau ketimpangan akan terus terpelihara.
Bro Nadiem, jika begini kondisinya, apa bedanya dengan zaman kolonialisme Belanda? Kalau terus begini untuk apa proklamasi kemerdekaan? Kalau terus begini ini untuk apa jadi negara kesatuan?
Semoga dengan surat dan video ini mampu menggugah hati dan menjadi perspektif tersendiri, menerbitkan paradigma baru yang dapat melahirkan perlakuan yang sama, adil dan setara bagi setiap anak bangsa.
Sekali lagi, saya sampaikan keluh-kesah ini kepada bro, karena terkait nasib anak-anak sekolah. Menjadi masukan buat bro, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk turut berkoordinasi dengan kementrian dan lembaga terkait, memastikan setiap anak di bumi pertiwi bisa bersekolah dengan aman dan nyaman.
Jangan biarkan makin banyak generasi muda, khususnya di kawasan timur Indonesia yang tumbuh besar di atas kekecewaan yang dalam terhadap Negara ini. Kekecewaan karena diperlakukan tidak adil, atau sama dengan ada dalam cengkraman New Kolonialisme.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) juga ikut bicara. Menurutnya, persoalan yang terjadi adalah bagian dari dorongan bersama untuk meligat persoalan pembangunan infrastrukur jalan maupun jembatan di Desa bertetangga itu.
Menurut dia, soal tanggung jawab pendidikan, pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur sudah hadir dan menyentuh masyarakat dengan membangun unit-unit pendidikan disana.
“Nah persoalan yang kita lihat ini kan, seperti kali (red-sungai). Nah, itu kan soal jembatan. Tanyakan lagi, apakah itu masuk nasional, Provinsi ataukah Kabupaten. Segingga yang diminta ini menjadi perhatian bersama,” kata Kadis.
Di lain pihak, ia juga mengkritisi pemerintah Pusat. Dikatakan, gaungan pendidikan secara nasional itu harus merata. Hak-hak tenaga guru juga dalat di perhatikan oleh pemerintah pusat. Karena semuanya yang berkaitan dengan tunjangan itu, dikleim langsung oleh pemerintah pusat.
“Yang tadi itu, soal hak hak siswanya. Belum guru-guru kami. Maka itu kita dorong bersama supaya hak siswa maupun guru-guru kami, dapat di perhatikan oleh pemerintah pusat secara nasional, yang selama ini gaungkan pendidikan nasional itu harus tuntas. Seperti tunjangan tunjangan terpencil. Nah, sebagian daerah itu tidak dapat tunjangan, karena itu di klaim langsung dari pusat, menyangkut dengan Indeks Desa Mandiri (IDM). Jadi, kondisi rill nya kaya begini,” begitu pintaNya. (TS-04)
Discussion about this post