TITASTORY.ID, – Sidang lanjutan dugaan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) penyalahgunaan dana BBM pada Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon tahun 2019 dengan agenda pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang digulirkan, senin (31/01/2022) memunculkan sejumlah kejanggalan.
Kejanggalan yang dimaksudkan pada pelaksanaan agenda pembacaan tuntutan di ruang sidang pengadilan TIPIKOR Negeri Ambon oleh JPU, disinyalir mengabaikan fakta persidangan, di mana dalam tuntutannya JPU menjerat terdakwa 1 Ir. Lucia Izakh, dengan Pasal 3 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan menjatuhkan pidana 6 (enam) Tahun Penjara, Denda Rp. 300.000.000,- Subsider 4 (empat) bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp. 3,495 M subsider 2,5 Tahun penjara.
Terhadap tuntutan tersebut, Penasihat Hukum terdakwa Edward Diaz, SH,MH menilai tuntutan jaksa sudah keluar dari fakta persidangan yang dengan jelas menerangkan bahwa terdakwa I sebagai Kepala Dinas DLHP saat itu dalam proses perencanaan anggaran bukanlah pejabat yang memiliki kewenangan untuk menetapkan usulan RKA menjadi Rancangan APBD yang telah diuji kesesuaiannya dengan Analisa Standar Belanja (ASB).
“Dalam sistim perencanaan keuangan daerah, Dinas Teknis berada pada posisi mengusulkan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) RKA untuk diuji kesesuaiannya dengan beberapa indikator yang salah satunya ASB.,” tuturnya.
Sehingga menurutnya, ketika Pembelanjaan BBM DLHP tahun 2019 yang sepenuhnya mengacu kepada DPA sebagai turunan dari APBD yang telah ditetapkan dengan Perda tidak sesuai denga ASB, harus menjadi tanggung jawab hukum dari Terdakwa I adalah penerapan hukum yang keliru.
“ Murni terdakwa melaksanakan perintah Perda dalam pelaksanaan pembelanjaan anggaran. Persoalan ketidaksesuaian dengan ASB pada tahap perencanaan mestinya menjadi beban tanggung jawab dari TAPD dan DPRD yang telah menetapkan RAPBD dan kemudian dibahas bersama-sama sehingga disetujui menjadi APBD,” ucapnya.
Namun” katanya pula,” fakta sidang menunjukkan peruntukan anggaran yang benar-benar sesuai dengan amanat DPA yaitu pemberian BBM kepada para operator armada sampah maupun BBM Operasional Dinas dan Pengawasan. Sehingga terkait dasar kewenangan pada seorang pejabat pemerintahan, mana mungkin seorang pejabat pemerintah yang tidak memiliki dasar kewenangan diminta bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewenangan yang bukan menjadi kewenangannya.
“Kemudian soal pengambilan kebijakan yang dilakukan di luar DPA, murni adalah tindakan diskresi yang dilakukan oleh terdakwa I untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan yang muncul dengan mengutamakan jalannya pelayanan public yang masih berkaitan dengan tugas-tugas DLHP,” terangnya.
Untuk itu, Diaz menegaskan, bahwa dari fakta sidang yaitu keterangan saksi-saksi maupun alat bukti yang ada, tidak ada uang yang mengalir ke kantong pribadi Terdakwa I selain insentif 20 juta rupiah yang juga diterima oleh beberapa Pegawai DLHPN yang lain dengan angka yang bervariasi dengan pertimbangan prestasi dan beban kerja serta ada peningkatan PAD pada tahun 2019 yang mengacu kepada Perda yang berlaku. Semua angka kerugian 3,4 M sekian benar-benar digunakan untuk kepentingan Dinas dan pelayanan publik terkait Lingkungan Hidup dan Persampahan.
Tidak hanya itu, Diaz juga membeberkan sejumlah hal lain yang perlu untuk dibantah atau ditanggapi dalam kaitan dengan tuntutan dari JPU yang akan diuraikan secara lebih detail dan lugas dalam materi Pembelaan yang akan kami sampaikan pada Senin 7 Februari 2022.
“ Tentunya apa yang kami sampaikan saat ini merupakan sedikit dari bahan untuk dilakukan pembelaan, namun penekanan kami bahwa, klien kami dalam mempergunakan anggaran mengacu pada hasil kerja TAPD, disahkan DPRD, dan ditetapkan sebagai Perda,” ucapnya. (TS 02)
Discussion about this post