titaStory.id,ambon -Sidang Pengibaran Bendera RMS dengan terdakwa Antonius Latumutuany, salah satu masyarakat adat Desa Piliana, kecamatan Tehoru, kabupaten Maluku Tengah (Malteng), telah berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Masohi, pekan kemarin.
Sidang telah memasuki agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang diajukan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Semuel Waileruny.
Sidang dipimpin ketua majelis hakim , Bul-Bul Usman Resa Syukur, didampingi hakim anggota Mario. M. Soplanit dan M. Reza Fahmi Anto, berlangsung terbuka dan mendapat pengamanan aparat kepolisian.
Dalam eksepsinya, Semuel Waileruny meminta majelis hakim membatalkan dakwaan JPU Kejari Malteng, V. Marda,SH.
Ia menyebutkan, surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan, sesuai ketentuan perundang-undangan, Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Mengacu pada ayat (3), surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut harus batal demi hukum.
“Bahwa maksud dengan uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dalam perkara ini, mengharuskan JPU, bukan saja mengungkapkan perbuatan terdakwa, namun mesti menganilisis secara detail dan tepat, mengenai apakah perbuatan Terdakwa dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana makar ,”kata Waeleruny.
Menurutnya, dakwaan Jaksa mesti menjelaskan konstruksi perbuatan Terdakwa sesuai dengan unsur-unsur pasal makar 106 KUHPidana yang didakwakan.
“Jadi dari rumusan pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) mengisyaratkan bahwa, perumusan dakwaan dari aspek materil secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan akan memberikan konsekuensi batal demi hukum surat dakwaan tersebut,”tegasnya.
Waileruny mengemukakan, berdasarkan dakwaan JPU, terdakwa yang berada di Negeri Piliyana, melihat dan mengetahui bahwa ada dilakukan pemasangan patok atau tapal batas oleh pihak Dinas Kehutanan Provinsi Maluku atau Balai Taman Nasional Manusela pada petuanan Negeri Piliyana.
Merasa tidak puas atas tindakan tersebut, sebagai tindakan protes, terdakwa mengikat bendera RMS pada ranting pohon yang telah terdakwa terima dari Ampi, dan memfoto bendera tersebut.
Selanjutnya, terdakwa menurunkan bendera RMS dan dimasukan ke dalam tas.
Sebelumnya terdakwa pernah mendengar cerita dari Sdr. Johny dan Ampy, terkait pengibaran bendera RMS di Negeri Aboru, sehingga pemerintah pusat dan Provinsi Maluku menuruti permintaan warga Negeri Aboru untuk memperhatikan pembangunan di negeri tersebut.
Terhadap permasalahan yang dialami masyarakat Piliyana, Terdakwa lalu mengibarkan bendera RMS tersebut dengan maksud agar Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dapat memperhatikan suara dari masyarakat Negeri Piliyana.
Dengan demikian, lanjut Waileruny, dari dakwaan tersebut, tidak nampak sedikitpun perbuatan yang mengandung unsur makar atau percobaan melakukan makar oleh Terdakwa.
Terdakwa juga tidak melakukan penyerangan dengan kekerasan; atau melakukan percobaan melakukan kekerasan agar sebagian wilayah Maluku sebagai negara yang berdiri sendiri dan memisahkan Maluku dari wilayah NKRI.
Ia juga mengingatkan, masyarakat hukum adat termasuk masyarakat Negeri Piliyana dengan hak-haknya, termasuk hak petuanan (hak ulayat), diakui dan dilindungi oleh konstitusi (UUD) juga diakui dan dilindungi oleh hukum internasional.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) merumuskan “Masyarakat Adat adalah sekelompok penduduk yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur dalam suatu wilayah geografis tertentu, memiliki sistem nilai dan sosial budaya yang khas, berdaulat atas tanah dan kekayaan alamnya serta mengatur dan mengurus keberlanjutan kehidupannya dengan hukum dan kelembagaan adat”.
Hak-hak masyarakat adat dimaksud sering diabaikan dan dilanggar oleh Pemerintah sebagai penyelenggara Negara, termasuk yang dialami masyarakat adat Piliyana melalui, dimana Terdakwa sebagai warganya.
Untuk itu, PH meminta majelis hakim menerima keberatan Terdakwa, membatalkan dakwaan JPU dan mengeluarkan terdakwa dan tahanan.
Sementara itu, dalam tanggapannya, JPU menyebutkan, surat dakwaan yang disusun sudah sesuai dengan pasal 143 ayat (2) KUHAP, yaitu, secara cermat, jelas dan lengkap.
Keberatan atau eksepsi PH, tidak ditopang oleh dasar-dasar hukum dan argumentasi yang meyakinkan, serta telah masuk dalam materi perkara yang menjadi objek sidang. JPU meminta agar majelis hakim tetap melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut.(TIM)
Discussion about this post