titaStory.id, ambon – Agenda Sidang perkara pidana Nomor 32/Pid.B/2023/PN. dengan terdakwa Antonius Latumutuany yang digelar di Pengadilan Negeri Masohi, Kabupaten Maluku Tengah masih terus diupayakan kuasa hukum Semuel Waileruny untuk membebaskan terdakwa. Bahkan tanpa tanggung-tanggung Waileruny pun bertekat pihaknya tengah berupaya untuk menghadirkan Johanes Geradus Wattilete yang merupakan Kepala Negara (Presiden) Republik Maluku Selatan (RMS) yang berkedudukan di tanah Negara Belanda.
Melalui rilis yang diterima media ini, kuasa hukum Terdakwa, Semuel Waileruny menjelaskan bahwa kepentingan Kuasa Hukum untuk menghadirkan Kepala Negara (Presiden) RMS, semata-mata untuk mencari kebenaran material dari perkara yang ditanganinya, sebagai upaya untuk membebaskan kliennya dari jeratan hukum yang sangat berat.
Tulisnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Anthonius Latumutuany dengan dakwaan tindak pidana makar, sesuai Surat Dakwaan Nomor Reg. Perk. PDM-18/MSH/Eku.2/07/2023 tanggal 12 Juli 2023 lantaran Terdakwa memperjuangkan kedaulatan Republik Maluku Selatan (RMS) untuk menjadilan Maluku atau Maluku Selatan, setidak-tidaknya sebagian dari Wilayah Maluku sebagai Republik Maluku Selatan sebagai negara yang berdiri sendiri dan memisahkan Maluku dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam penjelasannya, dakwaan JPU Kejaksaan Negeri Masohi menilai perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 106 KUHPidana. Secara jelas pasal 106 KUHPidana menentukan ‘Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun’.
Selain itu, sesuai Berita Acara (BAP) oleh Penyidik/Kepolisian yang menjadi dasar dakwaan Jaksa, ditentukan bahwa RMS sebagai gerakan separatis. Oleh karena ancaman pidana yang begitu berat kepada Terdakwa.
Sebagai Kuasa Hukum, katanya, Ia harus memperjuangkan secara sungguh-sungguh untuk membebaskan terdakwa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menghadirkan Kepala Negera (Presiden) RMS, untuk menjelaskan apakah terdakwa memiliki hubungan kerja dengan Pemerintah RMS yang berupaya untuk memisahkan wilayah Maluku untuk menjadikan Maluku atau Maluku Selatan.
“Setidak-tidaknya sebagian dari Wilayah Maluku sebagai Republik Maluku Selatan sebagai negara yang berdiri sendiri dan memisahkan Maluku dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, ataukah tidak,” jelasnya dalam rilis.
Menurut Waileruny, Kepala Negara (Presiden RMS) yang konon akan dihadirkan diharapkan dapat menjelaskan apakah RMS itu benar memiliki status sebagai suatu negara yang sah ataukah sebagai gerakan separatis terhadap Indonesia, sehingga tidak menimbulkan polemik berkepanjangan dalam masyarakat, meski berbagai ahli yang telah dihadirkan di persidangan pengadilan seperti Ghazali Ohorela pada persidangan Pengadilan Negeri Ambon pada tahun 2020 lalu.
Sebelumnya, Hendry Apituley pada sidang di tahun 2020 dan pada siding perkara ini tanggal 2 Oktober 2023 lalu telah menguraikan secara jelad bahwa RMS sebagai Negara yang sah yang dikuasai secara tidak sah (invasi) oleh Indonesia, dengan mengacu pada berbagai sumber-sumber hukum internasional yang ada.
Untuk itu, sangatlah penting bila Kepala Negara (Presiden) RMS di Pengasingan, Belanda dihadirkan untuk menjelaskannya.
Bahwa, sesuai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 4 Tahun 2020 pasal 11 ayat (2) menentukan ‘Pemeriksaan Saksi dan/ atau Ahli dilakukan dalam ruang sidang Pengadilan meskipun persidangan dilakukan secara elektronik’.
Ayat (3) Perma dimaksud, menentukan ‘Dalam Keadaan Tertentu, Hakim/Majelis Hakim dapat menetapkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Saksi dan/atau Ahli yang berada di: a. Kantor Penuntut dalam daerah hukumnya; b. Pengadilan tempat Saksi dan/atau Ahli berada apabila Saksi dan/atau Ahli berada di dalam dan di luar daerah hukum Pengadilan yang menyidangkan perkara; c. kedutaan/konsulat jenderal Republik Indonesia atas persetujuan/rekomendasi Menteri Luar Negeri, dalam hal Saksi dan/atau Ahli berada di luar negeri; atau d. tempat lain yang ditentukan oleh Hakim/Majelis Hakim.
Dijelaskan, sesuai ketentuan pasal 11 ayat (3).c, kuasa hukum terdakwa telah menyampaikan surat kepada Menteri Luar Negeri RI, tembusannya disampaikan kepada Kepala Negara (Presiden RMS) – Tuan Wattilete, kepada Duta Besar RI di Den Haag dan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Masohi yang mengadili perkara, agar Menteri Luar Negeri RI memberikan persetujuan/rekomendasi kepada Kepala Negara (Presiden) RMS dapat didengar keterangan/pendapatnya di Kedutaan RI di Den Haag – Belanda pada sidang Pengadilan Negeri Masohi tanggal 23 Oktober 2023, mulai jam 15.30 waktu setempat sampai selesai.
Mengingat pada pukul 13.00 sampai jam 15.30, akan didengar pendapat ahli HAM atas nama Usman Hamid dalam kedudukannya selaku Ketua Amnesti Internasional Indonesia, yang telah bersedia hadir secara langsung di Pengadilan.
Namun hingga berita ini diturunkan, menurut kuasa hukum terdakwa, belum ada respons Menteri Luar Negeri terhadap surat Kuasa Hukum Terdakwa. Diduga kuat, kata Wailerunny, permohonan untuk Menteri Luar Negeri RI tidak disetujui.
Oleh Waileruny disebutkan bahwa Kuasa Hukum akan memperjuangkan kepada Majelis Haakim agar boleh diberikan kesempatan kepada Kuasa Hukum menghadirkan Kepala Negara (Presiden) RMS pada persidangan tanggal 30 Oktober 2023 secara langsung. (TIM)
Discussion about this post