titaStory.id,ambon – Agenda sidang dugaan kasus makar pengibaran Bendera Republik Maluku Selatan (RMS) yang dianggap sebagai bendera Separatis oleh terdakwa Antonius Latumutuany berlangsung, di Pengadilan kelas 2 Masohi. Kuasa Hukum (KH) Terdakwa, Semuel Waileruny terus berusaha menjalankan profesinya itu dengan menghadirkan dua saksi ahli.
Tidak main-main, Waileruny dalam penjelasannya bakal menghadirkan Ahli Hukum Internasional, Ghazali Ohorella. Rencana menghadirkan Ghazali Ohorella dalam agenda sidang yang termuat dalam surat kuasa hukum Terdakwa Nomor 29/KABH-SW/X/2023 tanggal 02 Oktober 2023 terpokok “Pemberitahuan pemeriksaan Ghazali Ohorella sebagai Ahli Hukum Internasional khususnya tentang Masyarakat Adat pada perkara pidana Nomor 32/Pid.B/2023/PN.Msh” yang telah diserahkan kepada Majelis Hakim dalam sidang tanggal 02 Oktober 2023.
Melalui rilis yang diterima media ini, Waileruny menjelaskan tentang Surat Kuasa Hukum yang isinya menjelaskan bahwa ahli yang akan hadirkan (Ghazali Ohorella) kedudukannya sebagai Ketua Masyarakat Adat se-dunia (Internasional) di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Dimana kehadiran Ghazali adalah untuk mempertanyakan pendapatnya terkait Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Polisi, dakwaan Jaksa terhadap terdakwa Anthonius. Bahkan Dari dokumen-dokumen BAP diketahui oleh Kepolisian dan oleh Jaksa yang menyebutkan bahwa RMS sebagai gerakan separatis dan organisasi terlarang.
Sebelumnya dalam upaya pembuktian Kuasa Hukum telah menghadirkan ilmuan murni Hukum Internasional, Henry Apituley. Dimana dia telah menjelaskan di persidangan tentang apakah RMS itu suatu negara yang sah ataukah sebagai gerakan separatis dan sebagai organisasi terlarang.” jelas Waileruny.
Terangnya, berdasarkan dokumen yang dihasilkan oleh Polisi dan Jaksa ( BAP dan Dakwaan) disebutkan bahwa terdakwa Antonius melakukan kegiatan makar dengan tujuan agar sebagian wilayah Indonesia jatuh ke tangan musuh dalam hal ini ke RMS. Untuk itu yang dianggap bertanggung jawab terhadap RMS adalah Kepala Negara (Presiden) RMS di Pengasingan yang saat ini dipegang oleh John G. Wattilete.
“Untuk menjelaskan kepada persidangan apakah Terdakwa Antonius memiliki jaringan dengan pemerintahan RMS ataukah tidak sehingga dari padanya dapat menjadi pertimbangan apakah Antonius mesti dihukum ataukah mesti dibebaskan.
Dijelaskan lagi, rencana menghadirkan Ghazali Ohorella sebagai ahli Hukum Internasional khususnya menyangkut masyarakat adat oleh karena dari BAP oleh Polisi maupun dakwaan oleh Jaksa, diketahui bawa motif terdakwa untuk mengibarkan bendera RMS sebagai akibat ketidakpuasannya terhadap Pemerintah Indonesia yakni Dinas Kehutanan lebih Khusus Pengelola Taman Nasional Manusela yang menempatkan batas Taman Nasional Manusela pada wilayah petuanan masyarakat adat Negeri Piliana, bahkan sudah masuk jauh ke dalam dusun-dusun masyarakat.
“Tentu apa yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan, akan berakibat terganggunya masyarakat adat dengan hak-hak ulayatnya, lebih khusus berpengaruh pada mata pencaharian masyarakat Piliiana sebagai masyarakat tani,” tulisnya.
Untuk itu, menegaskan kembali, Ghazali Ohorella dihadirkan untuk menjelaskan kepada persidangan tentang bagaimana kedudukan masyarakat adat dalam hukum Internasional, dan apakah kejahatan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap masyarakat adat di Piliana dapat dipro koseskan ke forum internasional, bila tidak memperoleh perlindungan dari Pemerintah sebagaimana dipraktikkan pada masyarakat adat Piliana.
Selain Ghazali, Kuasa Hukum ini pun bakal berupaya untuk dihadirkan Usman Hamid dalam kedudukannya sebagai Ketua Amnesti Internasional Indonesia. Usman Hamid nantinya akan menjelaskan tentang pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM) apakah Terdakwa patut dihukum atas perbuatannya menaikkan bendera sebagai protes terhadap kejahatan Pemerintah Indonesia yang menempatkan batas Taman Nasional Manusela masuk dalam petuanan masyarakat adat Piliana, bahkan ke dalam dusun-dusun masyarakat.
Terungkap dalam rilis, dari pengakuan Terdakwa Antonius dan beberapa orang Piliana yang diwawancarai, bahwa saat penangkapan terhadap diri Anthonius, dia disiksa oleh Kapolsek yang melakukan penangkapan. Sehingga melalui Ketua Amnesti Internasional Indonesia, dapat dijelaskan kepada persidangan; bila benar telah terjadi penyiksaan terhadap diri Anthonius, apakah hal itu dibenarkan dalam pendekatan HAM, dan bagaimana langkah yang dapat dilakukan oleh Antonius untuk menuntut Kapolsek yang bersangkutan, apalagi penyiksaan itu dilakukan dalam melakukan tugasnya sebagai Pejabat Polisi, bukan kepentingan pribadi yang bersangkutan.
Tak hanya itu, dalam pemeriksaan saksi-saksi di persidangan, rata-rata mereka mengakui bahwa sebagian jawaban mereka dalam BAP Polisi itu, telah diketik oleh Polisi lalu mereka menandatangani saja tanpa mereka mengerti jawaban itu. Hal itu saat mereka dipertanyakan di persidangan tentang pengertian makar, apa isi pasal 106 KUHP, apa yang dimaksud dengan gerakan separatis dan sebagainya, ternyata dalam persidangan pengadilan para saksi mengakui bahwa mereka tidak mengerti namun mereka menandatangani BAP yang di dalamnya ada pertanyaan dan jawaban mereka. Semua ini akan dijelaskan oleh Ketua Amnesti Internasional Indonesia.
Sebelumnya, Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini menerangkan akan memberikan tiga kali kesempatan kepada KH Terdakwa untuk menghadirkan saksi ahli sebagai bagian dari pembuktian. Dimana atas kesepakatan KH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim, sidang akan dilanjutkan pada tanggal 16 Oktober tahun 2023 akan datang. (TIM)
Discussion about this post