TITASTORY.ID – Lantaran berlarut larut dengan persoalan sengketa tapal batas antara Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dan Kabupaten Serma Bagian Barat (SBB) berakibat pada kerugian yang dirasakan masyarakat Negeri Samasuru, Teluk Elpa Putih.
Hasil penelusuran di Negeri Samasuru, pekan kemarin, menjumpai adanya ketimpangan dalam sistem administrasi kewilayahan di Negeri Samasuru, bahkan yang seolah menjadi korban dengan persoalan sengketa tapal batas dua Kabupaten tersebut.
Saling klaim atas Wilayah Negeri Samasuru ternyata berdampak pada kesejahteraan masyarakat, dimana 12 tahun masyarakat tidak merasakan kucuran dana pemerintah baik ADD maupun DD sehingga kebijakan Nasional membangun dari pinggiran tidak sama sekali menyentuh masyarakat di Pulau Seram ini, dan kuar dugaan selama 12 tahun mereka tidak merasakan kehadiran negara seutuhnya.
Menurut sejumlah masyarakat, klaim tapal batas oleh Pemerintah Kabupaten bagian timur oleh Pemerintah Kabupaten SBB adalah di Sungai Mala sementara hasil keputusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa batas Wilayah Administrasi adalah di Kawasan Sungai Talla.
Berbeda dengan kalim Pemerintah Kabupaten SBB, bahwa batas wilayah Kabupaten SBB di Sungai Mala karena sungai Mala adalah batas wilayah antara Patasiwa dan Patalima.
” Yang kami ketaahui Klain Pemerintah Kabupaten SBB bahwa batas wilayah ada di Sungai Mala karena alasan soal batas antara wilayah adat Patasiwa dan Patalima ungkap masyarakat yang meminta namanya dirahasiakan.
Menurut mereka jika pendekatan wilayah adat yang digunakan oleh Pemkab SBB terkait batas Patasiwa dan Patalima adalah benar, namun jika mengacu pada batas wilayah administrasi mestilah batas wilayah Kabupaten SBB dan Kabupaten Malteng adalah di sungai Talla.
“Jika mengacu pada hasil keputusan Mahkamah Konstitusi batas wilayah antara Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten SBB adalah di sungai Talla, itu berarti Negeri Samasuru itu merupakan bagian dari Kabupaten Maluku Tengah,” ucap mereka.
Selain itu, menurut mereka, bahwa penetapan tapal batas tersebut, masyarakat Samasuru memilih untuk masuk ke Wilayah Kabupaten Maluku Tengah, karena akses yang cukup dekat yakni untuk berurusan di Kota Masohi mereka hanya membutuhkan jarak tempuh 34 KM, sementara jika mereka masuk ke Wilayah SBB maka jarak tempuh mereka adalah 140 KM, termasuk dari sisi penggunaan anggaran mereka juga lebih hemat.
” Ini soal memperpendek rentang kendali, sehingga kami tetap mengacu pada hasil keputusan MK, bahwa Negeri Samasuru itu adalah bagian dari wilayah Kabupaten Malteng, ” ungkapnya.
Dikatakan karena konflik yang terus terjadi akhirnya masyarakat Samasuru sama sekali tidak merasakan kehadiran negara, karena 12 tahun mereka tidak menerima kucuran dana ADD maupun DD.
Tidak hanya soal penyaluran ADD dam DD, status kependudukan juga menjadi persoalan serius, lantaran saat mereka ingin mengurus KTP mereka harus dibekali dengan surat keterangan domisili dari desa atau negeri tetangga, baru mereka dapat memiliki KTP. Jika hal itu tidak dilakukan maka mereka tidak akan dibekali dengan Identitas Kependudukan. Sehingga banyak di antara mereka yang hidup dalam keputusasaan. (TS 02)
Discussion about this post