TITASTORY.ID – Sejumlah komunitas pemuda mengikuti pelatihan jurnalistik di Flawless Coffe Shop, Kelurahan Tihu, Teluk Ambon, pada sabtu, 11 februari 2023. Pelatihan jurnalis warga ini bertemakan “Peran Jurnalisme Warga Dalam Mengakomodir Aspirasi Masyarakat“.
Pelatihan ini melibatkan 10 (sepuluh) peserta yang berasal dari berbagai latar belakang komunitas, seperti mahasiswa, pemuda adat, perempuan adat, dan pegiat lingkungan.
Para peserta yang mengikuti pelatihan ini antara lain, Pemuda Wamena Papua di Ambon, IPPMN (Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Nuduasiwa), Perempuan Adat Komunitas Nuaulu, Komunitas FKMP Tulehu, Pemuda Adat Komunitas Nuaulu, Komunitas Pemuda Adat Sabuai, Perwakilan Mahasiswi Papua di Ambon serta perwakilan LAPMI HMI Cabang Ambon.
Berdasarkan tema pelatihan: “Peran Jurnalisme Warga Dalam Mengakomodir Aspirasi Masyarakat“, maka tujuan pelatihan ini adalah melatih peserta untuk lebih memahami kedudukan sebagai jurnalis warga, melatih peserta untuk memahami Kode Etik, Risiko dan Mitigasi, Melatih peserta untuk memahami konflik dan kekerasan saat berada di lapangan, serta Melatih peserta untuk memahami Pemetaan Konflik.
Christ Belseran, Fasilitator kegiatan dala pembukaan pelatihan warga ini mengatakan saat ini dunia jurnalistik tidak hanya milik wartawan professional semata, namun milik semua orang yang ingin berbagi informasi lewat Citizen Journalism (jurnalisme warga).
Citizen Journalism, katanya, merupakan suatu bentuk kegiatan jurnalistik yang melibatkan warga masyarakat untuk ikut mengisi media.
“Hadirnya citizen journalism, dapat membantu dalam hal pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat. Karena berbagai informasi yang dibutuhkan khalayak tidak selalu terpenuhi oleh media massa konvensional (umum),” katanya.
Lebih lanjut, Kata Christ, kegiatan ini adalah ingin melihat lebih jauh bagaimana peran jurnalisme warga dalam mengakomodir aspirasi mereka di media sosial.
Jika dilihat peran mereka, tambahnya, bisa mengisi ruang citizen jurnalism dengan catatan informasi yang diberikan tersebut memenuhi unsur nilai berita faktual alias tidak bohong berdasarkan kepentingan bagi kepentingan banyak orang.
“Jika ini dilakukan oleh warga, informasikan apapun dapat dengan cepat diketahui oleh orang banyak,” imbuhnya.
Jurnalis Mongabay.co.id ini berharap, jurnalis warga di Maluku memiliki pemahaman dan skill untuk menjadi garda terdepan menyuarakan jurnalisme damai.
Sementara itu, sejumlah materi disuguhkan kepada para peserta seperti: Memahami Jurnalisme Warga, Jurnalisme Damai di Wilayah yang Terkena Dampak Konflik, Memproduksi Berita Jurnalisme Damai, Pemetaan Konflik, Risiko Dan Mitigasi, Teknik Penulisan (meracik tulisan enak) hingga Teknik pengambilan foto/video ala Jurnalistik.
Pada kesempatan itu, dalam materinya Christ mengatakan di era digital dan keterbukaan publik, warga net dalam beberapa dekade terakhir ini secara aktif memerankan fungsi sebagai jurnalis warga untuk menyampaikan informasi secara cepat ke publik.
Selain itu, Jurnalis warga semi-independen mencakup kontribusi warga terhadap pelaporan yang dilakukan oleh media profesional.
“Terdapat banyak contoh dari tipe ini. Contoh pertama adalah pembaca yang mempublikasikan komentarnya sendiri terhadap laporan yang ditulis oleh reporter profesional. Contoh kedua adalah pembaca yang melengkapi informasi terhadap artikel yang ditulis oleh jurnalis profesional. Terakhir, terdapat pula pembaca yang bekerja sama dengan reporter profesional dalam menyusun berita secara kolektif,” pungkas pendiri Molucca Center for Investigative Journalism (MCIJ) ini.
Meski begitu, mantan sekertaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Penurus Daerah Maluku periode 2017-2022 ini bilang ada perbandingan antara jurnalis professional yang bekerja pada media mainstream dengan jurnalis warga dalam memberikan informasi.
Namun, Dia bilang, sebelum membandingkan jurnalisme profesional dan jurnalisme warga, maka sudah harus mengidentifikasi persamaan di antara kedua konsep tersebut.
“Jurnalisme warga dan profesional menggunakan smartphone, laptop, kamera, alat perekam, catatan tertulis, dll. untuk mengabadikan peristiwa dan membuat produk jurnalisme”
Dengan perkembangan media digital dan sosial, dikatakan, keduanya turut meprioritaskan kecepatan dan akurasi dalam menyebarkan berita.
Aspek kecepatan berkenaan dengan kebutuhan untuk melaporkan peristiwa terkini, yang dapat dilakukan dengan berada di tengah kejadian atau memanfaatkan pengalaman jurnalis terhadap peristiwa tersebut dan mempublikasikan berita di tempat kejadian.
Selain itu, menurutnya, akurasi juga dibutuhkan, mengingat jurnalis warga dan profesional harus turut mengikuti etika dan standar utnuk menghindari bias dalam melaporkan berita.
“Kalau jurnalis warga gaya tulis dan pelaporan cenderung bebas karena tidak terdapat editor dan proses peretujuan. Dengan demikian jurnalis warga sepatutnya melakukan sensor mandiri karena mereka bertanggung jawab terhadap tulisannya sendiri,” jelasnya.
Sementara berbeda dengan jurnalis professional yang memiliki kartu pers dan kebanyakan dipekerjakan oleh media arus utama dalam menerbitkan berita terdapat editor yang mengatur kebijakan editorial yang membina dan menjaga akuntabiltas jurnalis professional dalam memilih informasi yang tepat sebelum dipublikasikan.
Tidak seperti jurnalis profesional, jurnalis warga tidak memiliki kode etik yang tetap. Kode etik jurnalisme digunakan sebagai panduan operasional yang menjadi dasar moral dan etis bagi jurnalis profesional dalam bertindak dan memenuhi tanggung jawab sosialnya. Kode etis jurnalis profesional mengandung hal-hal yang harus mendasari pertimbangan moral jurnalis serta meregulasi hak dan kewajibannya dalam bekerja sebagai jurnalis.
“Meskipun kode etik untuk jurnalis warga tidak diregulasi, prinsip-prinsip umum dari kode etik jurnalis profesional dapat menjadi panduan yang penting untuk memproduksi karya jurnalis warga yang baik,” katanya.
Pemateri lainnya adalah, Khairyah Fitri, Jurnalis Tempo Maluku. Rere sapaan Khairyah dalam pemaparan mengatakan era keterbukaan Informasi, siapa pun dapat menjadi konsumen atau produsen informasi dengan cara menulis apa saja di media sosial maupun konten blog. Setiap orang, katanya tentu bisa menulis baik artikel ataupun berita, namun tidak semua enak dibaca, apalagi cenderung membosankan.
“Tantangannya, Bagaimana memproduksi tulisan berkualitas?”
Sekertaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon ini menjelaskan, cara-cara jurnalistik bisa membantu untuk menghasilkan tulisan yang menarik dengan mengandalkan observasi, cek dan ricek berdasarkan fakta dari suatu peristiwa.
“Menulis ibarat kopi yang diseduh manual, sabar dan setia dalam tiap proses semakin enak, semakin banyak penikmatnya, semakin candu untuk dibaca,”
Kepada peserta pelatihan, Jurnalis Tempo ini mengajarkan Teknik Penulisan dengan meracik tulisan enak. Beberapa materi yang disuguhkan kepada peserta antara lain, Ide peliputan, Angle atau sudut pandang, Kriteria layak Berita, Riset dan Reportase, Wawancara, Outline, Menulis Outline, Membangun Paragraf, Proses Editing, hingga Publikasi.
“Semoga para peserta dari berbagai latar belakang ini dapat menjalankan fungsi mereka selaku jurnalis warga. Saya berharap pelatihan ini dapat ditindaklanjuti dan menjadi wadah bagi para jurnalis warga,” harapnya.
Ikhsan Tualeka, Ceo TABAOS.ID, berkesempatan mengisi pelatihan jurnalisme warga pada sabtu (11/02) mengatakan jurnalisme warga kian mengemuka, apalagi dengan hadir berbagai media alternatif dalam hal ini media online atau berbagai platform digital lainnya.
Kondisi ini tentu saja dapat menguntungkan pembaca atau konsumen berita karena bisa mendapatkan informasi yang tidak saja up to date, namun juga beragam, tidak seperti sebelumnya yang kerap didominasi oleh para pewarta atau media mainstream.
Akan tetapi, menurutnya jurnalis yang berasal dari partisipasi warga mesti pula terus diedukasi, sehingga penyajian berita masih berpegang pada prinsip atau kaidah jurnalis untuk memastikan kualitas informasi yang diberikan.
“Saat saya mengisi pelatihan di sebuah cafe di kawasan Universitas Pattimura, saya mengisi acara pelatihan jurnalisme warga, dengan pesertanya adalah perwakilan dari komunitas milenial yang ada di Kota Ambon. Tentunya ini membawa dampak positif bagi para milenial dari berbagai komunitas ini untuk peduli pentingnya belajar jurnalistik,” ujarnya.
Dalam konteks tersebut, Ia berharap pelatihan yang diinisiasi ini menjadi penting dan perlu terus dilakukan. Konsekuensi dari era distrupsi mengharuskan setiap kita untuk terus adaptif, dengan inovasi dan kreativitas.
Kolaborasi
Jurnalisme warga menjadi penting karena informasi adalah hak setiap orang, yang membuat program ini menjadi penting.
Dan untuk mendukung jurnalis warga, maka The Habibie Center menggelar kegiatan Trainer of Training: Peace Journalism in Conflict Reporting. Pelatihan ini melibatkan sejumlah peserta yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia, Philipina dan Thailand. Pelatihan ini digelar untuk meningkatkan kemampuan jurnalis warga di komunitas masing-masing.
The Habibie Center (THC) merupakan lembaga independen, nirlaba dan non-pemerintah independen dan nonprofit yang didirikan pada 10 November 1999 oleh Presiden Ketiga Republik Indonesia, Prof.B.J. Habibie dan keluarga.
Presiden B. J. Habibie percaya bahwa demokrasi adalah sistem sistem pemerintahan yang ideal dan harus dipertahankan untuk menuju Indonesia yang modern, dengan tetap berpegang teguh pada berpegang teguh pada moralitas dan integritas nilai-nilai budaya dan nilai-nilai budaya dan agama. Oleh karena itu, ia mendirikan The Habibie Center yang didedikasikan untuk mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.
Menindaklanjuti pelatihan tersebut, para peserta yang telah mengikuti pelatihan berkesempatan menggelar pelatihan di komunitas daerahnya masing-masing. Perserta yang mengambil peran selaku trainer ini melakukan kolaborasi dengan The Habibie Center untuk melakukan pelatihan.
Molucca Center for Investigative Journalism (MCIJ) yang merupakan wadah perkumpulan jurnalis investigative di Maluku mengambil peran itu untuk melakukan kolaborasi dengan The Habibie Center.
Wadah perkumpulan jurnalis investigasi yang didirikan pada tanggal 10 desember 2020 ini, melakukan pendidikan ilmu jurnalistik untuk berbagai komunitas pemuda Maluku dan Papua di Kota Ambon.
Pelatihan jurnalistik ini agar para peserta yang merupakan jurnalis warga meningkatkan kemampuan untuk bekerja di wilayah konflik.
Pendidikan jurnalistik untuk jurnalis warga ini diharapkan bisa menambah pengetahuan serta bijak dalam menggunakan media sosial, sehingga nantinya tidak terjerat dengan berbagai kasus pelanggaran UU ITE.
“Program pelatihan diharapkan dapat membantu jurnalis warga agar dapat memberikan laporan dari social media atau media. Sosial media menjadi tempat untuk menyebarkan warta di suatu wilayah. Jurnalis warga diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menyebarkan warta dengan lebih baik,” harap Christ, Penulis lepas The Jakarta Post ini. (TS-04)
Discussion about this post