titastory, Ambon – Sosoknya dikenal sebagai selebritas ibu kota. Penampilannya glamor, akrab dengan lampu sorot dan kamera. Namun, ketika kursi parlemen disodorkan lewat suara rakyat di Kabupaten Buru, Bella Shofie—nama panggung dari Sopinah Rutami Nasution—justru memilih absen hampir selama setahun penuh.
Hingga awal Agustus 2025, aktris yang duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Buru dari Dapil 2 ini tidak pernah terlihat di gedung parlemen daerah. Sebelas bulan tanpa kehadiran, tanpa sidang, tanpa reses. Kosong.
Ketidakhadirannya menuai kecaman publik, khususnya dari para pemuda dan mahasiswa. Mereka yang merasa suaranya dicurangi oleh ketidakhadiran wakil rakyat justru balik turun ke jalan.

Senin, 4 Agustus 2025, massa dari Koalisi Penuntutan Demokrasi—gabungan organisasi mahasiswa dan pemuda seperti GMPRI Maluku, IMM Ambon, dan Penggugat Demokrasi—menggelar aksi di Kantor Gubernur Maluku. Mereka menuntut agar Gubernur Hendrik Lewerissa melakukan intervensi agar Bella Shofie dicopot dari jabatannya.
“Makan gaji buta, tapi seng (tidak) pernah pi kantor. Makan uang rakyat tapi seng jalankan tugas!” teriak salah satu orator, membakar semangat para demonstran.
Fiki Lesnussa, Koordinator Aksi, bahkan menyebut ketidakhadiran Bella Shofie sebagai bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan lembaga legislatif itu sendiri. “Bella Shofie pikir karena duitnya banyak, maka dia bisa seenaknya. Tapi lembaga ini bukan catwalk, ini tempat mengabdi pada rakyat,” kecamnya.
Siapa Bella Shofie?
Sopinah Rutami Nasution bukan nama asing di dunia hiburan. Kariernya di industri sinetron dan media sosial cukup populer. Namun pada 2024, ia terjun ke dunia politik bersama suaminya, Daniel Rigan, seorang pengusaha dan mantan calon bupati Buru yang gagal maju karena tersangkut dugaan pemalsuan ijazah.
Dari panggung hiburan ke kursi parlemen, Bella Shofie sukses memperoleh suara di Dapil 2. Tapi publik bertanya, untuk apa suara itu dikantongi jika tak satu pun tanggung jawab dijalankan?
Catatan Buram Sejak Dilantik
Pasca dilantik sebagai anggota DPRD, tak sekalipun Bella menghadiri rapat paripurna. Enam kali sidang digelar, dan enam kali pula kursinya kosong. Ia juga tidak menjalankan agenda reses, yang seharusnya menjadi jembatan utama antara konstituen dan wakilnya.
Alih-alih berjuang untuk kepentingan warga Buru, Bella justru lebih sering terlihat menjalankan aktivitas sebagai konten kreator di Jakarta, menurut pengamatan publik.
“Rakyat tidak hanya butuh bansos atau gaji yang dibagikan. Mereka butuh kehadiran, aksi nyata, dan keberpihakan,” ujar Fiki Lesnussa.
Kritik untuk Partai Pengusung
Partai NasDem, tempat Bella Shofie bernaung, ikut disorot. Lesnussa meminta partai pengusung bersikap tegas dan tidak jadi penonton dari kegagalan kadernya menjalankan amanah publik.
“Dia gagal, partai juga gagal. Jangan karena popularitas artis lalu buta terhadap tanggung jawab,” tegasnya.
Maluku Bukan Pelarian, Tapi Harapan
Lesnussa juga menyinggung dugaan bahwa Buru dan Maluku hanya dijadikan batu loncatan oleh para politisi dari luar. Mereka datang, menang pemilu, lalu menghilang.
“Bella Soffie tidak datang untuk membangun, tapi untuk bertahan hidup dari sorotan media. Dia mungkin pikir Buru tidak penting. Tapi bagi kami, inilah rumah. Kami akan jaga,” tuturnya.
Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada klarifikasi resmi dari Bella Shofie atau partai NasDem di tingkat kabupaten. Bahkan, DPRD Kabupaten Buru pun belum mengambil langkah tegas. Sementara itu, demonstrasi mahasiswa dan desakan pemecatan terus menguat.
“Kalau memang tidak sanggup, silakan mundur. Serahkan kursi itu pada orang yang mau bekerja untuk rakyat, bukan sekadar menumpang nama dan gaji,” pungkas Lesnussa.
Penulis : Christin Pesiwarissa Editor : Edison Waas