Sasmito Gugat VoA Indonesia ke Pengadilan Hubungan Industrial atas PHK Sepihak

19/02/2025
Pose setelah pendaftaran gugatan di PN Jakarta Pusat.Foto : Ist

titastory, Jakarta – Sasmito Madrim, resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat setelah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh Voice of America (VoA) Indonesia. Gugatan tersebut telah didaftarkan pada Rabu (19/2/2025) dengan nomor PN JKT.PST-19022025P54.

Keputusan menggugat VoA Indonesia diambil setelah proses penyelesaian sengketa ketenagakerjaan melalui bipartit hingga tripartit tidak membuahkan hasil. Sasmito menilai VoA Indonesia tidak memiliki iktikad baik, bahkan mengabaikan rekomendasi Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Pusat.

“Ini bukan hanya soal hak ekonomi, tetapi juga perubahan kebijakan. Perusahaan media asing yang beroperasi di Indonesia harus memenuhi kesejahteraan dan keselamatan jurnalis,” ujar Sasmito dalam aksi protes bersama sejumlah jurnalis di depan kantor VoA Indonesia, Jakarta Pusat.

Mantan Ketua Umum AJI Indonesia ini menduga PHK sepihak ini dilakukan sebagai bentuk respons terhadap sikap kritisnya dalam kerja-kerja advokasi kemanusiaan.

Protes atas kebijakan VoA Indoensia yang melakukan PHK sepihak. Foto : Ist

“Perbedaan sikap terhadap sejumlah isu menjadi salah satu alasan di balik PHK ini,” ujarnya.

Staf Divisi Ketenagakerjaan AJI Jakarta, Bethriq Kindy Arrazy, menilai PHK yang dilakukan VoA Indonesia melanggar prinsip keadilan dan hak-hak pekerja serta mengancam kebebasan pers.

“Miris melihat media asal Amerika Serikat, yang menjunjung demokrasi liberal, justru melakukan PHK dengan cara yang tidak demokratis,” ujarnya.

Ia juga menyoroti proses PHK yang dilakukan secara sepihak dan otoriter tanpa memberikan kesempatan bagi Sasmito untuk membela diri.

Protes atas tindakan PHK sepihak oleh VoA ke Jurnalis asal Idonesia.Foto : Ist

“Jika memang ada pelanggaran peraturan perusahaan, seharusnya ada mekanisme pemeriksaan terlebih dahulu. Namun, perbedaan pandangan tidak pernah dikomunikasikan dengan yang bersangkutan,” tegasnya.

Selain kehilangan pekerjaannya, Sasmito juga tidak mendapatkan hak normatif seperti pesangon. Sejak bergabung dengan VoA Indonesia pada Juli 2018, ia bahkan tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR), BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan, meskipun telah berupaya memperjuangkannya.

“Pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia,” tambah Kindy.

Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, menegaskan ada indikasi pelanggaran terhadap status kerja yang dialami Sasmito.

Selama enam tahun bekerja, VoA Indonesia hanya memberikan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Hal ini bertentangan dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa PKWT hanya berlaku maksimal lima tahun.

“Dengan masa kerja lebih dari lima tahun, status kerja Sasmito seharusnya sudah beralih menjadi pekerja tetap,” jelas Mustafa.

Pasal 59 Ayat (1) UU No. 6 Tahun 2023 serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.233/Men/2003 juga menegaskan bahwa pekerjaan di media massa tidak dapat menggunakan PKWT secara terus-menerus.

Mustafa menambahkan, jurnalis Indonesia yang bekerja di media asing sering kali menghadapi tantangan dalam mendapatkan hak-haknya. Ia mendesak pemerintah untuk memastikan perlindungan ketenagakerjaan bagi para jurnalis.

“Pemerintah harus hadir untuk memastikan jurnalis mendapatkan perlindungan yang layak dalam menjalankan tugasnya,” pungkasnya.

Editor: Redaksi
error: Content is protected !!