Ambon, – Tumpukan sampah yang mengotori permukaan Teluk Ambon kembali menyita perhatian publik setelah sebuah video viral di media sosial memperlihatkan lautan plastik yang menutupi perairan teluk. Video tersebut menuai kecaman warga dan memunculkan kembali pertanyaan lama: siapa yang bertanggung jawab atas sampah di jantung ibu kota Maluku ini?
Menanggapi viralnya video itu, Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, melalui akun sosial media pribadinya, meminta masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk berhenti membuang sampah ke sungai dan laut.
“Kita malu, banyak wisatawan datang ke Ambon untuk diving dan menikmati alam bawah laut Teluk Ambon, tapi hasrat itu semakin berkurang karena di permukaan laut, sampah bertebaran,” tulis Wattimena.

Wattimena menegaskan, masalah sampah tidak akan selesai hanya dengan menyalahkan pemerintah. Menurutnya, warga juga harus mengubah perilaku. “Kesadaran itu tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Ini tanggung jawab kita semua,” tambahnya.
Netizen Desak Sanksi dan Pengawasan CCTV
Seruan Wali Kota justru memicu diskusi luas di dunia maya. Banyak warganet mendesak langkah konkret berupa sanksi hukum dan pengawasan ketat.
Akun @HendrikWatumlawar menulis bahwa “pendekatan imbauan sudah tak mempan.” Ia meminta pemerintah menindak tegas pelaku pembuang sampah dengan denda.
Warganet @MarnexSalmon mengusulkan pemasangan CCTV di titik-titik rawan, dan pelaku yang tertangkap kamera wajib membayar denda atau ganti rugi.
Sementara @SamAtapary menawarkan sistem “Warga Awasi Warga”: siapa pun yang mendokumentasikan dan melapor pelaku bisa diberi penghargaan, sementara wajah pelaku dipublikasikan agar memberi efek jera.
DLHP: Pemerintah Tak Tinggal Diam, Tapi Daya Bersih Terbatas
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon, Apries Gaspersz, menjelaskan bahwa petugas kebersihan laut beroperasi setiap hari. Namun, kemampuan mereka tak sebanding dengan volume sampah yang terus masuk dari sungai dan daratan.
“Yang buang sampah ke sungai dan ke laut jauh lebih banyak dari kemampuan kami untuk membersihkan,” kata Gaspersz, Rabu (15/10/2025).
Ia menunjukkan foto aktivitas pengangkutan sampah yang dilakukan tiap hari, sambil menegaskan pentingnya kolaborasi warga.
Menurut Gaspersz, sebagian besar sampah di Teluk Ambon berasal dari aktivitas darat yang hanyut saat hujan. Jenisnya didominasi sampah plastik sekali pakai: botol air mineral, gelas minum, hingga limbah medis seperti masker.
Fenomena itu berdampak langsung pada kualitas perairan, terumbu karang, dan hutan mangrove di sekitar teluk.
“Kalau kondisi ini terus dibiarkan, Teluk Ambon bisa kehilangan daya dukung ekologisnya,” kata Apries.
Ancaman Ekologis, Tantangan Sosial
Masalah sampah di Teluk Ambon bukan persoalan baru. Laporan sejumlah lembaga lingkungan mencatat, penumpukan sampah di titik-titik muara seperti Way Batu Merah dan Way Ruhu semakin parah dalam lima tahun terakhir.
Masalah utamanya, kesadaran masyarakat pesisir masih rendah dan sistem pengawasan belum maksimal.
DLHP menegaskan, pemerintah terbuka pada inisiatif publik seperti pemasangan CCTV, patroli komunitas, dan denda administratif bagi pelanggar.
“Kami berharap warga tidak hanya mengeluh, tapi juga terlibat aktif menjaga kebersihan Teluk Ambon,” tutup Gaspersz.
Catatan Redaksi:
Kasus Teluk Ambon menjadi gambaran tantangan besar kota pesisir Indonesia dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan, pariwisata, dan tanggung jawab ekologis warga. Sanksi memang penting, tetapi kesadaran bersama lebih penting lagi.