TITASTORY.ID, – Diduga, karena salah melakukan pembayaran sewa lahan, Kafé Dewa Karya yang dikelolah oleh Badan Usaha Desa (Bumdes) Waiheru tidak beroperasi. Kafé yang berada di RT 04/RW 02 kini sudah dipagari senk.
Tidak beroperasinya salah satu usaha ini lantaran pihak Bumdes diduga melakukan pembayaran harga sewa lahan kepada Abdul Kadir Nasela alias Dade. Padahal lahan yang digunakan untuk mendirikan bangunan café tersebut adalah milik Abdullah Nurlete. Akibatnya Nurlette melakukan pencegahan beroperasinya kafé tersebut.
Informasi yang berhasil dihimpun di Desa Waiheru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, sabtu (16/07/2022) pencegahan oleh pihak Nurlete ini lantaran terjadi pembayaran lahan ke pihak yang bukan pemilik lahan.
“ Cafenya ditutup dan akses masuk sudah di tutup, masalahnya karena salah melakukan pembayaran sewa lahan, sehingga pemilik lahan yang sebenarnya.” Terang sumber yang meminta namanya dirahasiakan.
Dikatakan sumber, terhadap pemerintah desa mestilah diselesaikan karena untuk melakukan pembayaran lahan sudah pasti menggunakan anggaran desa.
“ Mestilah diselesaikanlah, karena ada anggaran desa yang sudah digunakan namun tidak ada manfaatnya,” tegasnya pula.
Sementara itu pantuan media ini, bangunan Kafé yang awalnya di kelolah pihak Bumdes Waiheru telah dipagari sengk dengan panjang berkisar 40 meter.
Dan menurut sejumlah warga, cafe tersebut pernah beroperasi di tahun 2022 namun tak lama kemudian ditutup karena persoalan salah bayar harga sewa lahan.
John Michael Berhitu yang merupakan kuasa hukum Abdulah Nurlette, saat dikonfirmasi menerangkan objek sertifikat hak milik nomor 518 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kota Ambon menerangkan objek tanah dengan sertifikat hak milik nomor 518 milik Abdulah Nurlette berdiri beberapa kios dan rumah makan. Selain itu juga ada bangunan Bumdes Waiheru yang juga dibangun di atas lahan tersebut.
“Kami tidak tahu dari mengapa Bumdes Waiheru bisa berdiri di situ. Lantaran klien kami sama sekali tidak pernah memberikan ijin kepada pengurus Bumdes Waiheru untuk membangun disitu. Dan juga Bumdes Waiheru dibangun di atas objek milik klien kami ini tanpa sepengetahuan klien kami selaku pemilik sah objek tersebut, ” terang Berhitu.
Dirinya menduga dengan tidak adanya izin penggunaan lahan dari kliennya selaku pemilik sah lahan dengan sertifikat nomor 518. Maka bisa saja terjadi manipulasi pertanggung jawaban terhadap dana pembangunan Bumdes Waiheru.
Hal yang sama juga lanjut Berhitu terjadi dengan objek atau lahan dengan sertifikat hak milik nomor 519 atas nama Yaser Seban selalu pemilik sah objek tersebut. Dimana diatas lahan dengan sertifikat nomor 519 milik Yaser Seban yang juga adalah kliennya, juga telah berdiri kios yang merupakan salah satu unit usaha milik Bumdes Waiheru.
“Sama kasusnya dengan objek sertifikat nomor 518, pada objek dengan sertifikat nomor 519 juga telah dibangun kios milik Bumdes Waiheru. Dan kios tersebut juga dibangun tanpa seijin dan sepengetahuan klien kami selaku pemilik sah lahan atau objek tersebut.
Terhadap setrifikat milik Nurlete dan Seban, historisnya adalah pemecahan dari sertifikat nomor 160 tahun 1974 atas nama Ruth Palatta. (TS 02)
Discussion about this post