“Pendidikan politik rakyat hanya akan berhasil dalam sistem yang demokratis dan adanya jaminan atas HAM.” Munir Said Thalib, Aktivis HAM Indonesia 1965-2004
titaStory.id, dobo – Momen Pemilihan Umum Legislatif (PILEG) 2024 telah usai namun tuntutan terhadap kinerja pengawasan dalam Pemilu masih terus dilakukan oleh Rakyat. Hal sebagai perwujudan rakyat sebagai subjek demokrasi. Dengan demikian rakyat juga bisa menuntut pertanggungjawaban Bawaslu sebagai Lembaga pengawas Pemilu yang berkewajiban Tugas, Wewenang, dan Kewajiban | Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (bawaslu.go.id) sesuai Undang-undang nomor 7 Tahun 2017.
Demikian juga rakyat juga bisa menuntut pertanggungjawaban Bawaslu Kepulauan Aru terkait praktik politik uang yang bebas dan marak dibicarakan oleh masyarakat pada saat momen Pemilu dilaksanakan. Sebab sistem kerja yang buruk pasti memberikan hasil (sistem pemerintahan) yang buruk pula, itulah alasan aksi menuntut pertanggungjawaban kinerja Bawaslu terus dilakukan sebagai salah satu upaya mengarahkan Pemilukada agar dapat berlangsung secara demokratis dan berkeadilan tidak seperti Pileg yang sarat kecurangan.
Dikutip dari laman Mein Kampf – Wikipedia, Hitler dalam bukunya Mein Kampf, menjelaskan lebih muda seekor unta masuk dalam lubang jarum daripada menemukan orang jujur dalam pemilihan umum.
Sebuah adagium yang relevan dengan sistem Pemilu di kepulauan Aru saat ini. Penyelenggara Pemilu malah ikut memperkuat sistem yang buruk dengan menjalankan tugas untuk kepentingan peserta yang punya modal sehingga momen Pemilu berlangsung secara manipulatif. Padahal di lorong-lorong, di pasar, di pangkalan ojek, dan juga di komplek-kompleks masyarakat disibukan dengan pembicaraan tentang Pemilu, sebuah momen yang sebenarnya ditunggu-tunggu oleh masyarakat agar dapat menyampaikan hak politiknya untuk menjawab impian akan sebuah perubahan dapat tercipta.
Sayangnya, harapan rakyat untuk Pemilu yang demokratis dan berkeadilan sulit sekali menemukan caranya sebab momen Pemilu bukan lagi kesempatan bagi rakyat menggunakan hak politik untuk memilih orang-orang yang tepat supaya bisa menggunakan kekuasaan yang dipercayakan rakyat untuk sebuah kemajuan yang dikehendaki oleh rakyat telah beralih menjadi kesempatan bagi para penimbun harta untuk mendapatkan kekuasaan sebagai pejabat publik (anggota DPRD) supaya leluasa mengamankan kepentingan usaha/bisnis.
Dengan memanfaatkan kinerja penyelenggara Pemilu yang bekerja dengan pola politik yang manipulatif, para aktor bebas memainkan politik uang sebagai salah satu cara yang mempermudah jalan untuk mencapai kekuasaan-segala kecurangan dianggap sah-sah saja dalam pleno penetapan calon terpilih sehingga kejahatan demokrasi akan terus dilakukan oleh para penjahat yang menjadikan sistem Pemilu sebagai kesempatan mendapatkan jabatan.
Kantor Di “Sasi” (Palang)
Kinerja Bawaslu meninggalkan banyak kesan buruk di kalangan masyarakat terkait pengawasan dalam kontestasi Pileg 2024, baik untuk mencegah pelanggaran dan menangani pelanggaran Pemilu. Masyarakat sudah beranggapan bahwa masalah akan di selesaikan ketika yang melapor memiliki modal yang cukup, begitu pun sebalikannya. Masalah bisa dihentikan kalau yang terlapor punya modal, padahal Pemilu yang demokratis dan berkeadilan adalah harapan untuk menjawab persoalan masyarakat Aru yang setiap saat dibicarakan di lorong, di pasar, di pangkalan ojek, dan juga di kompleks-kompleks.
Berawal dari praktik politik uang yang bebas dilakukan dan marak dibicarakan oleh masyarakat seakan bukan sebuah kejahatan demokrasi sehingga para mahasiswa dan Pemuda yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Aru (SAPA) berencana melakukan aksi menuntut kedua lembaga penyelenggara Pemilu, Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab ketika praktik politik uang di momen Pemilu Legislatif (DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) dan Pemilu Presiden yang dilakukan secara serempak pada 2024 tidak menjadi perhatian khusus maka hal yang sama akan terjadi pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA).
Sebagai contoh kasus yang terjadi di kecamatan Aru tengah kabupaten kepulauan Aru sementara dilaporkan. Seorang calon anggota legislatif (Caleg) ditemukan melakukan kampanye dengan menggunakan praktik politik uang (money politic) dalam proses kampanye sehingga salah seorang Caleg yang merasa dirugikan melaporkan praktik yang dilakukan kepada Bawaslu kepulauan Aru untuk ditindaklanjuti. Pihak terlapor harus menunggu proses pleno rekapitulasi oleh KPU selesai. Namun aksi protes tetap dilakukan sebagai bentuk pengawasan masyarakat atas kinerja kedua lembaga tersebut.
Proses verifikasi dan registrasi setelah selesai dilakukan, Bawaslu mengirim undangan kepada pelapor, terlapor, maupun saksi untuk melakukan klarifikasi. Mengingat proses penanganan perkara yang sering hilang ditengah jalan ketika dilaporkan kepada Bawaslu maka informasi disampaikan oleh pelapor kepada komunitas “SAPA” agar turut serta mengawal proses sebelum kasus dihentikan dengan cara-cara manipulatif.
Akhirnya apa yang diduga pun terjadi. Laporan dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terlapor dihentikan oleh Bawaslu dalam hal ini Divisi Pencegahan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu, dengan catatan tidak memenuhi unsur pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 523 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017.
Setelah menerima informasi terkait status laporan dihentikan, maka komunitas SAPA menginisiasi aksi bersama masyarakat untuk mempertanyakan proses penghentian laporan yang diduga kuat menyalahi prosedur dalam penanganan pelanggaran.
Walhasil dari aksi menuntut Bawaslu kepulauan Aru adalah proses pemalangan (sasi adat) kantor Bawaslu sebab tuntutan yang disampaikan oleh komunitas SAPA bersama masyarakat kepada pihak BAWASLU hanya terjawab dengan ketidakhadiran ketua Bawaslu Aru yang lebih banyak jalan-jalan daripada menjalankan tugas sebagai ujung tombak pencegahan dan penanganan pelanggaran Pemilu.
Dengan demikian apa yang dikatakan oleh Aktivis Hak Asasi Manusia, Almarhum Munir Said Thalib benar adanya tentang system demokrasi dan Pendidikan Politik di Indonesia perlu dipertanyakan. Baginya “Pendidikan politik rakyat hanya akan berhasil dalam sistem yang demokratis dan adanya jaminan atas HAM.”
Penulis adalah Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Aru Untuk Demokrasi
Discussion about this post