titastory, Kota Sorong – Aksi protes menolak pemindahan empat tahanan politik (Tapol) di Kota Sorong, Papua Barat Daya, berujung ricuh dan memakan korban. Polisi telah menangkap sejumlah aktivis Papua, termasuk Yance Manggaprouw, yang adalah suami aktivis Front Nasional Pemuda dan Mahasiswa Papua (FNMPP), Sayang Mandabayang. Polisi bersenjata laras panjang mengepung kediamannya, sebelum melakukan penangkapan.
Informasi penangkapan disampaikan Pelipus Robaha melalui akun media sosialnya. Disebutkan, aktivis yang ditangkap adalah Yance Manggaprouw, suami dari Sayang Mandabayan yang juga adalah aktivis Front Nasional Pemuda dan Mahasiswa Papua (FNMPP).
Yan ditangkap saat berada di rumahnya, di Jalan Kelapa Dua, Malanu, Kota Sorong. Rumahnya dikepung Petugas polisi bersenjata laras panjang, sedangkan yang lainnya masuk secara paksa kedalam rumah.
” Diduga ada ratusan anggota Polisi lengkap dengan senjata laras panjang mengepung dan memaksa masuk ke dalam rumah aktivis Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (FNMPP), Sayang Mandabayan dan menangkap Suaminya, Yance Manggaprouw,” jelas Robaha. Ia juga menyampaikan bahwa ada aktivis lainnya yang ikut ditangkap, namun belum diketahui identitas mereka.

Dugaan sementara, penangkapan dilakukan karena keterlibatan Sayang Mandabayan bersama suaminya dalam sejumlah aksi moral yang digelar oleh Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi, sebagai bentuk penolakan pemindahan Tapol yang akan disidangkan di Makasar, Sulawesi Selatan.
“Mohon pemantauan dan Advokasi dari berbagai pihak, sebab penangkapan yang dilakukan telah mengakibatkan adanya tekanan psikologis,” tutupnya.
Sementara itu, Kapolda Papua Barat Daya, Brigjen Pol, Gatot Haribowo menyebutkan telah menangkap dan menahan 10 orang atas kericuhan yang terjadi di Kota Sorong.
“Setidaknya ada sekitar 10 orang yang telah ditahan oleh anggota Kepolisian,” katanya.
Kericuhan terjadi di lima titik di Kota Sorong. Aktivis dan masyarakat menilai penangkapan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan aspirasi politik damai.
Desakan Polisi Bebaskan Aktivis dan Warga
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Pos Sorong dan Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) mendesak Kapolda Papua Barat Daya dan Kapolresta Sorong untuk membebaskan warga yang ditahan.
Khusus penangkapan dan penahanan Yance Manggaprouw, Ambrosius Klagilit, staf advokasi LBH Papua, Pos Sorong menjelaskan kriminalisasi aktivis diduga merupakan upaya melindungi oknum polisi yang terang-terangan melakukan kekerasan terhadap warga pasca bentrok atas aksi penolakan pemindahan Tapol.
“Kapolresta Sorong dilarang mengkriminalisasi Yance Manggaprouw. Jangan karena ingin melindungi anggota polisi yang melakukan tindakan pengroyokan, pengrusakan, penyalagunaan senjata api, serta tindakan penyiksaan terhadap warga di Sorong lalu mengkriminalisasi aktivis,” kata Ambrosius saat memberikan keterangan pers yang juga diterima titastory.id.
Dia mengungkapkan, penangkapan oleh satuan Resmob Polresta Sorong tanpa ada surat perintah penangkapan. Ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Sudah begitu penangkapan dilakukan secara sewenang-wenang. Tuduhan,” kata Ambrosius,” bahwa Yance melakukan tindak pidana pengrusakan saat diperiksa di ruang Wakil Kasat Reskrim Polresta Sorong adalah tindakan sewenang-wenang dan mengada-gada. Sebab saat bentrokan, Yance dan istrinya justru mengadang massa agar tidak masuk dan melakukan pengrusakan kantor gubernur Papua Barat Daya.
“Tuduhan yang dikenakan kepada Yance merupakan pemeriksaan yang mengada-ada. Sebab pada saat masa mendatangi kantor Gubernur, Yance bersama istrinya yang menghadang masa yang akan memasuki halaman kantor gubernur,” cetusnya.
Ambrosius menegaskan akan mendampingi kliennya. Dia juga mendesak Kapolda Papua Barat Daya untuk mengambil langkah tegas terhadap aparat kepolisian yang melakukan tindakan pidana terhadap warga.
” Segala proses hukum akan kami tempuh, dan oknum polisi yang melakukan pelanggaran juga akan kami proses,” tandasnya.
Terpisah, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengutuk keras bentuk represif aparat terhadap aktivis dan masyarakat di Kota Sorong.
“Kami mengutuk keras tindakan represif oleh aparat kepolisian terhadap aktivis dan warga Kota Sorong. Kami juga menolak pemindahan Tapol ke luar Papua, ” tutupnya.
Informasi terakhir yang dikantongi, Polresta Sorong telah menahan 17 orang pasca bentrokan.
Penulis : Jhon Djamamona