Ratusan Warga Rumahtiga Duduki Gedung DPRD Maluku, Tuntut Pengakuan Hak Tanah Adat

13/10/2025
Keterangan gambar: Masyarakat adat Desa Rumahtiga menduduki kantor DPRD Provinsi Maluku, Massa menuntut keadilan atas hak tanah adat yang mereka klaim telah diserobot dan digunakan tanpa izin oleh pihak lain. Foto: Ian

Ambon, — Suasana di Gedung DPRD Provinsi Maluku, Karang Panjang, Ambon, memanas pada Senin (13/10/2025). Ratusan masyarakat adat Negeri Rumahtiga berbondong-bondong mendatangi gedung rakyat, menuntut keadilan atas hak tanah adat yang mereka klaim telah diserobot dan digunakan tanpa izin oleh pihak lain.

Aksi berlangsung tegang. Massa membawa spanduk, berorasi lantang, dan membakar ban di halaman gedung DPRD. Mereka menuntut lembaga legislatif turun tangan menyelesaikan sengketa tanah adat yang mencakup wilayah Rumahtiga, Poka, Wayame, dan Tihu, yang disebut sebagai bagian dari tanah ulayat keluarga besar Hatulesila.

“Kami datang bukan untuk anarki, tapi menuntut keadilan. Tanah adat kami dipakai tanpa izin, ahli waris tidak dilibatkan, bahkan sebagian sudah disertifikatkan tanpa dasar hukum,”
— Adam Rahantan, perwakilan masyarakat adat Rumahtiga.

Ancaman Sasi Adat dan Penolakan Mafia Tanah

Dalam dokumen aspirasi yang diserahkan kepada pimpinan DPRD, warga menegaskan bahwa Negeri Rumahtiga telah eksis sejak abad ke-17 di bawah kepemimpinan Raja Willem Hatulesila (Latu Utu) sebagai kepala adat dan soa parentah.

Mereka menuding sejumlah proyek, termasuk pembangunan Tugu Prof. Dr. A.G. Siwabessy di kawasan Unpatti, berdiri di atas tanah adat yang belum dibayar maupun diselesaikan secara hukum.

“Kalau suara kami diabaikan, kami akan ambil langkah adat — dengan sasi di lokasi-lokasi sengketa,” ujar Rahantan disambut sorakan dukungan massa.

Dalam tuntutannya, masyarakat adat meminta DPRD:

  1. Membela hak kepemilikan tanah adat Rumahtiga sesuai prinsip reformasi agraria.
  2. Memanggil BPN Kota Ambon, Biro Hukum Pemprov Maluku, dan Unpatti untuk menyelesaikan proses ganti rugi.
  3. Meninjau kembali Sertifikat Hak Pakai Pemda Maluku (HGB No. 02/1994) yang diduga terbit di atas tanah adat Dati Tihu tanpa pelepasan dari ahli waris Hatulesila.
Keterangan gambar: Masyarakat adat Desa Rumahtiga menduduki kantor DPRD Provinsi Maluku, Massa menuntut keadilan atas hak tanah adat yang mereka klaim telah diserobot dan digunakan tanpa izin oleh pihak lain. Foto: Ian

Respons DPRD: “Kami Akan Bertindak Berdasarkan Bukti Hukum”

Ketua DPRD Maluku, Benhur George Watubun, langsung menerima perwakilan masyarakat di ruang Komisi I DPRD Maluku.

Dalam dialog terbuka itu, ia menegaskan komitmen DPRD untuk memfasilitasi penyelesaian kasus tersebut, namun menekankan pentingnya dasar hukum yang kuat.

“Kami siap menjadi penengah, tapi keputusan DPRD harus berdiri di atas data yang akurat. Kalau datanya lemah, justru bisa menimbulkan konflik baru,” kata Benhur.

Ia menilai, persoalan tanah adat di Ambon kerap kompleks karena tumpang tindih kepemilikan dan lemahnya administrasi masa lalu.

“Wilayah dari Poka, Rumahtiga, Wayame hingga dusun sekitar harus jelas batasnya agar DPRD punya dasar hukum bertindak,” tambahnya.

Watubun juga menyoroti praktik transaksi diam-diam antara pemilik adat dan pihak swasta yang kerap memicu konflik tanah.

“Sering kali tanah dijual pribadi tanpa sepengetahuan pemerintah. Saat bermasalah baru tuduh ada mafia tanah. Ke depan, semua urusan tanah adat harus transparan dan tercatat resmi,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Keterangan gambar: Ketua DPRD Maluku, Benhur George Watubun, langsung menerima perwakilan masyarakat di ruang Komisi I DPRD Maluku. Foto: Ian

DPRD, kata Benhur, akan memeriksa seluruh dokumen yang diserahkan masyarakat dan memanggil pihak-pihak terkait sebelum mengeluarkan rekomendasi resmi.

“Kami berpihak pada yang punya hak sah. Kalau bukti kuat, DPRD akan ambil sikap politik tegas demi keadilan masyarakat adat,” ujarnya.

Aksi masyarakat adat Rumahtiga menjadi satu dari sekian banyak sinyal bahwa konflik tanah adat di Maluku masih menjadi bara dalam sekam.

Di tengah desakan reformasi agraria dan tuntutan keadilan, DPRD Maluku kini dihadapkan pada ujian: menegakkan hukum di atas sejarah dan hak adat yang telah diwariskan berabad-abad.

error: Content is protected !!