Ratusan Rumah di Halteng Dihantam Banjir, Pembukaan Hutan untuk Tambang Nikel Jadi Sorotan

09/12/2025
Keterangan: Banjir menggenangi pemukiman warga Desa Lukulamo, Kecamatan Weda, Halmahera Tengah, Foto: Netizen

Halmahera Tengah,— Banjir kembali merendam ratusan rumah di Desa Lukulamo, Kecamatan Weda, Halmahera Tengah, pada awal pekan ini. Air bah yang datang tiba-tiba membuat warga tak sempat menyelamatkan barang-barang mereka. Fenomena ini bukan baru; desa-desa di Weda telah berulang kali dilanda banjir dalam lima tahun terakhir dan pola penyebabnya semakin jelas: pembukaan hutan masif untuk tambang nikel.

Weda kini menjadi episentrum produksi nikel di Maluku Utara. Sejak 2018, kawasan hutan di sekitar Weda dibabat untuk membuka akses tambang, jalur hauling, hingga fasilitas smelter. Analisis citra satelit dari sejumlah lembaga lingkungan menunjukkan laju deforestasi meningkat signifikan, menghilangkan kanopi hutan yang selama ini menahan air hujan.

Akibatnya, ketika hujan intens turun, aliran permukaan langsung meluncur ke permukiman. Di Lukulamo, air bah menyapu halaman, masuk ke ruang-ruang rumah, merendam perabotan hingga sedada orang dewasa.

Keterangan gambar: Proses evakuasi warga dari banjir, Foto: Ist

Kemarahan Publik Meledak di Media Sosial

Kemarahan warga dan publik Halmahera menyeruak di media sosial. Calo Juan T, seorang warga yang sejak lama lantang mengkritik ekspansi tambang nikel, menulis pernyataan tegas di akun Facebook-nya.

“Ini akibat tambang nikel yang beroperasi di Halmahera. Hutan dirusak, masyarakat jadi korban utama,”tulisnya.

Ia menuding kerusakan hutan terjadi secara sistematis, dilakukan perusahaan-perusahaan yang datang dari luar Maluku.

“Mereka bersenang-senang menikmati hasilnya, kita di sini jadi korban. Kalau tidak dihentikan, kita seperti menggali kuburan untuk anak cucu,” tambahnya.

Sentimen senada datang dari akun Embun-embun Pagi, yang menyoroti dampak jangka panjang pada ekosistem laut dan kesehatan masyarakat.

“Mereka datang mengeruk isi bumi tanpa imbal balik yang jelas. Ikan-ikan terkontaminasi logam berat—bagaimana nasib warga dan anak cucu kita nanti?”

Keterangan gambar: Disaat banjir mengepung kawasan pemukiman,Foto: Ist

Netizen lain, Binsar Aritonang, menyoroti ketimpangan manfaat ekonomi.

“Keuntungan hanya untuk pejabat. Rakyat setiap tahun yang kena dampak. Halmahera akan bernasib sama seperti Tapanuli, hutan habis untuk industri besar-besaran,” tulisnya.

Fenomena Banjir yang Kian Berulang

Dalam lima tahun terakhir, setidaknya enam banjir besar terjadi di kawasan lingkar industri Weda. Warga menyebut setiap hujan deras kini menimbulkan kecemasan baru. Dulu, air meresap ke tanah hutan; sekarang, limpasan hujan langsung menuju desa.

Seorang tokoh adat Lukulamo, yang enggan disebut namanya menyebutkan bencana banjir kerap terjadi setiap musim penghujan. Sungai Kobe yang biasanya dikomsumsi warga untuk kebutuhan mehari-hari mereka, kini menjadi ancaman jika terjadi banjir.

“Dulu tidak ada banjir begini. Setelah hutan di gunung dibuka untuk tambang, air turun seperti air bah,”ujarnya

Para peneliti lingkungan menilai deforestasi di Weda tidak hanya memicu banjir, tetapi juga meningkatkan sedimentasi sungai dan pesisir, mengancam perikanan tangkap tradisional, memicu longsor di musim hujan, serta memperbesar risiko pencemaran logam berat dari tailing tambang.

Weda adalah kawasan dengan curah hujan tinggi, sehingga hilangnya tutupan hutan memperparah intensitas bencana hidrometeorologi.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah maupun perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan tersebut.

Namun para warga berharap pemerintah berhenti menganggap banjir sebagai “bencana alam biasa”.

“Ini bukan bencana alam. Ini bencana tambang,” tulis salah satu warga dalam kolom komentar.

Halmahera Tengah kini berada di persimpangan: antara menjadi daerah penopang industri nikel dunia untuk baterai kendaraan listrik, atau mempertahankan keberlanjutan ruang hidup masyarakatnya

“Jika kita diam hari ini, anak cucu kita kelak tidak akan punya tanah kering untuk berdiri,” kata Calo Juan T menutup komentarnya”

error: Content is protected !!