Yogyakarta, – Satu tahun setelah dilantik, kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendapat penilaian “tidak lulus” dari kalangan akademisi.
Dalam survei yang dirilis Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII), kabinet Prabowo–Gibran hanya memperoleh nilai 3 dari 10.
Survei yang dilakukan pada 25–26 Oktober 2025 itu melibatkan 66 responden dari kalangan akademisi, aktivis, dan masyarakat sipil.
Menurut PSAD–UII, rapor merah ini menunjukkan kekecewaan mendalam terhadap arah kebijakan pemerintahan baru yang dianggap semakin menjauh dari semangat demokrasi dan akuntabilitas publik.
Empat Aspek dengan Penurunan Tajam
- Kebebasan Berekspresi – Ruang publik untuk kritik dan perbedaan pendapat dinilai semakin menyempit.
- Penegakan Hukum – Independensi lembaga hukum dianggap lemah dan sering tunduk pada kepentingan politik.
- Perlindungan HAM – Pemerintah dinilai abai dalam menangani pelanggaran HAM dan konflik sipil.
- Partisipasi Publik – Keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan dan kebijakan publik menurun drastis.

Evaluasi Akademik dan Respons Publik
Dalam diskusi daring bertajuk “Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran” di kanal YouTube PSAD UII, para akademisi menegaskan bahwa hasil survei ini bukan bentuk oposisi, melainkan evaluasi moral akademik untuk memastikan demokrasi tetap berjalan dalam koridor konstitusi.
“Penilaian ini adalah bentuk tanggung jawab moral akademisi terhadap perjalanan bangsa. Demokrasi harus terus dikawal, bukan diserahkan sepenuhnya pada kekuasaan,” ujar Dr. Syaiful Mujani, peneliti PSAD–UII.
Laporan tersebut juga menyoroti fenomena meningkatnya politik simbolik dan populisme digital, di mana komunikasi publik pemerintahan lebih menonjolkan pencitraan ketimbang kebijakan substantif.
PSAD–UII menilai, jika pola ini terus berlanjut, maka demokrasi Indonesia berisiko tergelincir menjadi demokrasi prosedural tanpa kedalaman nilai.
