titaStory.id,ambon – Produk aturan daerah sementara atau Rancangan Peraturan Daerah (Ramperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kota Ambon yang sementara ditelaah oleh DPRD Kota Ambon disinyalir melemahkan para pengusaha. Hal ini terungkap, bahwa aturan sejumlah Bab dan Pasal dalam Ramperda tersebut hanya mengikat dan melemahkan pengusaha di Kota Ambon tanpa menyentuh pelaksana atau pengelolah pajak dalam hal ini Dinas Pengelolah Pajak dan Retribusi Kota Ambon.
Realitas ini terungkap saat digelar uji publik oleh Pansus DPRD Kota Ambon yang dihadiri pengusaha dan sejumlah asosiasi pengusaha di Kota Ambon.
Menguliti akan pasal yang merugikan pengusaha dalam menghadiri forum uji publik atas undangan guna membahas Ranperda sesuai surat nomor 172.5/221/DPRD tahun 2023, yang mana undangan kehadiran sebagai lembaga, maka APINDO pun melakukan koreksi dan pengusulan.
Menerangkan soal indikasi dari upaya diskriminasi para pengusaha sebagai salah satu pilar ekonomi di Kota Ambon, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Stev Palijama kepada wartawan, selasa (22/08/2023) menegaskan uji publik terkait Ramperda di DPRD Kota Ambon lewat Pansus DPRD terungkap sejumlah persoalan yang jika tidak dikritik atau disterilkan bakal mencekik para pengusaha di Kota Ambon.
Bagaimana tidak, pada Bab V Pasal 96 terkait pemberian keringanan pengurangan dan pembebasan pajak ada sejumlah variabel yang ditetapkan dalam peraturan daerah bahwa Walikota dapat memberikan keringanan pengurangan kepada wajib pajak.
Hal mana pengurangan dan pembebasan tentang ketentuan wajib dapat memberikan keringanan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau pengurangan, sanksi Pajak dan Retribusi sesuai Ramperda jika, dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak atau objek Retribusi.
Kondisi wajib pajak atau wajib retribusi yang dapat diberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran, meliputi ney of ear forwad dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib pajak dan retribusi tidak mempunyai harta kekayaan lagi. Wajib pajak dan retribusi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan dan setelah dilakukan penjualan harta, hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi utang pajak dan retribusi, dan kekhilafan wajib pajak atau wajib retribusi yang bukan karena kesalahannya.
Dalam kaitan dengan hal itu, Palijama menegaskan, Ramperda yang akan diundangkan sebagai peraturan daerah terkesan mengikat para pegusaha sedangkan pelaksana pengelola pajak dalam hal Pemerintah Kota Ambon melalui OPD pengelolah pajak dan retribusi atau petugasnya dalam kerja secara kolektif tidak diikat dengan aturan.
” Apresiasi karena untuk melakukan uji publik atas Ramperda tetang retribusi dan pajak pengusaha bisa diundang, sehingga dalam uji publik tersebut ada sejumlah klausal yang tidak bisa diterima, dimana pengusaha justru yang seolah olah menangung beban sementara pemerintah kota, OPD dan staf pengelolah pajak tidak diikat dengan auran,” ungkap Palijama.
Dia menegaskan, sesuai pasal yang menerangkan, kondisi objek pajak atau objek retribusi yang dapat diberikan keringanan, pengurangan, pembayaran, meliputi pembebasan dan penundaan dalam keadaan dan selanjutnya, seluruhnya terkesan memberikan keringanan kepada para pelaku usaha atau pengusaha itu hanya bersifat Mayor atau kondisi-kondisi yang di luar kemampuan manusia, tapi pada fakta di lapangan seringkali pengusaha itu ditekan oleh pihak oleh oknum yang mengatasnamakan pemerintah dalam hal ini pelaku penagih pajak atau petugas pajak.
Kondisi ril itulah,”ucapnya, perlu ditambahkan poin, untuk dituangkan dalam Perda yaitu pada poin D pasal 96 Bab V, poin D ayat 3 dirubah, sehingga pengurangan pajak dapat berlaku apabila wajib pajak atau wajib retribusi yang bukan karena kesalahannya.
” Fakta yang sering terjadi, wajib pajak atau pelaku selalu ditekan oleh pihak pemerintah dalaman ini petugas pajak dengan memberikan nilai-nilai yang tidak benar atau bahkan ada kenaikan-kenaikan jumlah pembayaran pajak yang notabene ketika ditelusuri sehingga kadang tidak sesuai.” jelasnya.
“Pada pasal 96 ayat 3 point itu kami ganti dengan relasionalnya adalah pemberian keringanan pengurangan atau pembebasan pajak terjadi apabila kesalahan yang ditimbulkan oleh petugas pajak dari fungsinya, “ujarnya.
Lebih mengerucut, _kata Palijama,” kesalahan dari petugas karena kelalaian tidak dapat dkenakan sanksi berupa pidana?, sebagai bagian dari isi Ranperda ini. Padahal harus ada seimbang karena kejahatan terjadi bukan karena hanya wajib pajak yang tidak mau bayar atau lalai membayar tetapi juga bisa karena perbuatan petugas pajak.
“Ada koreksi, pasal 100 kami menambahkan satu poin yaitu pada poin ketiga dengan bunyi redasional hukumnya adalah bahwa petugas pajak yang dengan sengaja memalsukan atau memberikan informasi yang tidak benar terkait daftar harga atau kewenangan ketentuan bahkan hak dari wajib pajak maka dipidana diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang atau yang kurang bayar,” ucapnya.
Melanjutkan, ini penting dalam arti petugas pajak pun dapat berhati-hati dalam melakukan pemberian informasi jujur kepada pengusaha.
Bekaca dari kasus kasus sebelumnya, contoh kasus adalah Pengusaha Oasis, pihaknya pernah membayar PBB dengan nilai berfariasi. Diamana di tahun 2018 bulan Februari sebesar Rp 3 juta sekian, masih di tahun yang sama pembataran Rp 2018 di bulan Desember 2023 Pemerintah Kota Ambon lewat Dinas Pendapatan kembali menagih pajak sebesar Rp8 juta.
“Bayangkan dalam satu tahun kenaikan terjadi perubahan harga tanpa sosialisasi tanpa pemberitahuan.bahkan di tahun 2019 nilai nominal berubah langsung menjadi Rp12 juta padahal seluruhnya sudah naikkan di 2018 di 2019. ” ungkapnya.
Dijelaskan juga, pihak Oasis pernah mengajukan keberatan dan jawaban yang mereka terima adalah dibayarkan dulu nanti baru dibuat perubahan di tahun 2020.
“Kenyataannya di tahun 2020 kenaikan menjadi 16 juta tidak terjadi pengurangan tetapi peningkatan, aneh adalah bisa terjadi 3 kali bahkan 4 kali kenaikan perubahan PBB hanya dalam ukuran waktu 2 tahun ini kan tidak sesuai dengan ketentuan. Inilah adalah contoh bahwa kekeliruan bukan hanya pada pengusaha teapi juga pada pegawai.” terangnya. (TS 02)
Discussion about this post