titastory, Maluku Tengah -Raja-raja 10 Negeri di Kecamatan Tehoru dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku Tengah merencakan pertemuan bahas rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Raperda tersebut disebut akan memperkuat hak-hak masyarakat adat dan mempromosikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak mereka.
Inisiasi Raperda masyarakat adat tersebut diusung oleh 10 negeri adat di Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah, yang dikomandoi Latupati, sebagai ketua dari 10 negeri adat.
Bernard Lilihata, Raja Hatumete, mengaku sudah menghubungi Hery Men Carl Haurissa dan Arman Mualo, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Malteng, sebagai langkah awal mediasi membahas inisiasi ranperda tersebut.

“Beta (saya) sendiri sudah koordinasi, dan mereka berencana dalam Februari ini bakal digelar mediasi dengan katong,” tutur Bernard, saat ditemui wartawan titastory, di kediamannya.
Menurut Lilihata yang juga Ketua Latupati di Kecamatan Tehoru itu, ranperda merupakan sebuah konstitusi sebagai pengakuan, penghormatan setiap negeri dan masyarakat adat oleh pemerintah daerah dan masyarakat luas.
“Beta mau bilang, dong (pemda) harus secepatnya mengesahkan peraturan ini karna rakyat butuh. Katong lagi butuh. Masyarakat adat lagi butuh,” ucap Lilihata.
Rencana mediasi dengan mendatangi gedung DPRD Malteng, menurut Latupati sepanjang jalan bakal berkampanye dan memobilisasi 10 negeri adat sambil menyampaikan tuntutan dengan mengenakan simbol-simbol masyarakat adat.
“Itulah upaya yang bisa dilakukan dan bentuk kepedulian katong.”
Sementara, Hery Men Carl Haurissa, Ketua DPRD Malteng, mengaku ranperda tersebut merupakan sebuah inisiasi untuk menjawab permasalahan yang akhir-akhir ini menimpa masyarakat adat kita.
Menurut anggota fraksi Gerindra itu, penyusunan perda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat sangat penting dibahas dan disahkan, apalagi di tengah-tengah isu lingkungan, termasuk agraria, mulai jadi sorotan nasional.
Menyinggung rencana pertemuan dengan sejumlah raja, Haurissa menjelaskan sering berkoordinasi dengan Latupati atau Ketua raja-raja di Kecamatan Tehoru membahas intervensi lewat Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Maluku dua tahun lalu.

Lewat sejumlah kampanye penolakan masyarakat adat terhadap BPKH Maluku yang secara sepihak melakukan pemasangan pal batas penetapan hutan produksi konversi (HPK) di Kecamatan Tehoru-Telutih pada Maret 2023.
Dari masalah itu, Haurissa mengaku akhir-akhir ini selalu membahas inisiasi raperda dengan Latupati. Ia mengaku bakal menerima kedatangan raja-raja dari Seram Selatan dengan antusias. Bakal menampung segala tuntutan mereka dan dibahas dalam proses selanjutnya.
“Iya rencananya bulan ini. Silahkan datang, kita diskusi terbuka. Namun, rancangan perda itu masih bersifat inisiasi. Sangat penting, namun semua itu butuh upaya maksimal,” ucap Haurissa.
Penulis : Sofyan Hatapayo Editor : Rabul Sawal