titaStory.id,ambon – Berbagai upaya tidak henti-hentinya dilakukan kuasa hukum transisi dari kubu ahli waris Soplanit yakni John Michaele Berhitu, SH, MH, Cs yang menggantikan posisi kuasa hukum lama atas nama Jitro Nurlatu, SH. Tampil dengan kesan frontal bahkan cenderung rutin, dan terus menerus membombardir kinerja Polda Maluku melalui pemberitaan media. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan akibat kinerja Polda Maluku yang di duga lambat menangani perkara mereka sejak 2021. Penelusuran media ini, agar tidak terjebak hanya berdasarkan opini semata demi terciptanya fungsi media yang faktual memaparkan berita sesuai asas praduga tak bersalah yang wajib diterapkan media sesuai kode etik jurnalistik.
Tanpa perlu menyebutkan nama media, didapati sejumlah artikel yang merupakan rangkaian opini sebagai bentuk kekesalan kepada kepolisian. Inti permasalahan yang terjadi adalah sengketa terkait “akta sakti, yakni Akta Notaris No. 9 Tahun 2014 yang dibuat Notaris Nicolas Pattiwael, SH. Dalam laporan polisi yang dilayangkan ke Polda maluku sesuai No : LP-B/439/X/2021/Maluku/SPKT tanggal 08 Oktober 2021, diduga Tan Kho Hang Hoat melakukan pemalsuan akta notaris sebagaimana disangkakan dalam pasal 266 ayat 1 dan 2 KUHP.
John Berhitu, (31/01/2024) pernah mengatakan bahwa dirinya bersama rekan bertindak dalam kapasitas sebagai kuasa hukum Ludya Papilaya demi untuk tegaknya sebuah kebenaran. Sementara melalui wawancara di salah satu rumah kopi kota Ambon dengan salah salah satu kuasa hukum Tan Kho Hang Hoat yakni Noke Pattiradjawane, SH, dirinya menegaskan bahwa kliennya sudah membayar sesuai perjanjian, lantas apakah patut dipidana? Jangan mendalilkan sesuatu hal yang janggal meskipun itu sebatas dugaan.
Merasa tertantang media ini kemudian menelusuri website https://sipp.pn-ambon.go.id, agar mendapat sebuah kejelasan daripada hanya sekedar balas membalas sebuah opini dalam pemberitaan. Dengan memasukkan kata kunci “Hoat” atau “Soplanit” kemudian muncul sebuah register perkara dengan Nomor: 187/Pdt.G/2022/PN Amb tanggal 10 Maret 2023 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor : 29/Pdt/2023/PT Amb tanggal 09 Juni 2023, Jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 3952 K/PDT/2023 tanggal 14 Desember 2023. Berarti sengketa tersebut memang benar adanya dan telah dimenangkan Fat pada tingkatan kasasi.
Dalam penelusuran perkara termuat fakta-fakta unik yakni adanya sejumlah pernyataan maupun perjanjian semenjak 2012 s/d 2018, diantaranya Surat Pernyataan Bersama yang dibuat oleh anak-anak Izak Baltasar Soplanit semasa beliau hidup, Surat Perjanjian Bersama, Surat Penyerahan Hak, Akta Pelepasan Hak yang dibuat di Notaris Nicolas Pattiwael, SH. Surat Pernyataan menerima uang sisa milik alm. Izak Baltasar Soplanit serta adanya sejumlah kwitansi pembayaran maupun resi transferan bank yang mutlak sebuah rangkaian utuh. Tidak sampai disitu, ternyata dalam pelaporan pidana pihak Ny. Ludya Papilaya di Polresta P. Ambon dan P.P. Lease terkait pemalsuan dokumen penerimaan uang sisa pun terpaksa dihentikan lidiknya oleh penyidik dengan adanya Surat Ketetapan No: SK.Lidik/11/IV/2023/ Reskrim tentang PENGHENTIAN PENYELIDIKAN tertanggal 03 April 2023.
Bukan itu saja, bahwa ternyata di dalam dokumen berita acara eksekusi yang terjadi 09 Juni 2022 termuat adanya salah satu fakta unik yang mana adanya surat berupa Berita Penyerahan Tanah yang bersumber dari Akta Notaris No. 9 tahun 2014 yang dibuat pada 29 Januari 2021, hal itu dikuatkan oleh kuasa Pemohon Eksekusi yakni Reymon Tasaney atas nama Pemohon Eksekusi Ny. Ludya Papilaya dan anak-anaknya, bahkan dalam kesaksian sebagai salah satu saksi Para Tergugat, Reymon memberi penjelasan di hadapan hakim bahwa itu memang tanda tangan miliknya namun tidak dengan stempelnya. Dengan demikian tersirat fakta bahwa akta notaris yang diributkan tersebut ternyata memang benar-benar diakui oleh Pemohon Eksekusi dikarenakan kuasa bertindak adalah untuk dan atas nama Pemohon. Historinya, pada Jumat, 15 Maret 2024 berlokasi di Pengadilan Negeri Ambon, salah satu mantan kuasa hukum Fat – Selfianus Laimera, SH, yang tidak lagi menjadi kuasa semenjak perkara ini bergulir ke tingkatan banding dikarenakan harus menyelesaikan studinya ke luar daerah dan boleh dikatakan pada posisi netral dan tidak terkontaminasi perkara. Dia menjelaskan bahwa dalam perkara tersebut sudah jelas fakta-fakta persidangannya.
“Toh, itu barang milik orangtua mereka (alm. Izak Baltasar Soplanit – red) yang sudah dilepaskan haknya semenjak 2014 kepada Pak Fat. Dengan demikian apalagi kira-kira yang diributkan?, Saya mendengar dalil mereka bahwa barang dijual tidak sah, dan sebagainya. Dia pun menegaskan, ketika dibuat pelepasan hak tahun 2014, jelas itu haknya Pak Izak Soplanit, dan saat itu dan pewarisan belum terbuka kepada istri maupun anak-anak. Istri itu menyetujui demi syarat baku yang diperuntukkan dalam pembuatan sebuah produk notariil.
Berarti ” imbuhnya, jika kedua pihak sudah sepakat ya wajib dipenuhi perjanjiannya. Apalagi Izak Soplanit sampai beliau almarhum kan tetap berbudi pekerti lurus dengan berpegang pada perjanjian itu.
“Saya prihatin melihat polemik perkara ini, apalagi munculnya para kuasa hukum baru yang memperkeruh suasana. Hasil persidangan kan sudah jelas. Diumpamakan, jangan kita sebagai seorang advokat malah bertingkah seperti seorang dokter yang kemudian sakit di kepala tapi suntikan obat diberikan di pantat”. “pungkasnya.
Dia pun menyampaikan sangat menyesalkan tindakan para kuasa hukum sekarang yang mana secara membabi buta “menyerang” kepolisian melalui berbagai media. Hal tersebut tentunya ibarat tidak mempercayai lagi kinerja kepolisian. Lalu untuk apalagi lapor polisi?. Memang advokat memiliki hak imunitas dengan merujuk pada UU 18/2003 tentang Advokat sebagaimana diatur dalam Pasal 16. “Pasal 16, advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang.
Dengan mengacu pada kalimat tersebut dengan sejumlah penafsiran paling sederhana, apakah ini sekarang sidangnya masih berlangsung?
“Jikalau kliennya berkelit tidak memerintahkan demikian maka bisakah berdalih bahwa mereka melakukan semua ini untuk dan atas nama klien?. Saya sempat baca waktu malam hari pada pemberitaan 27 Februari 2024 pada Tribun Maluku dengan tajuk berita Pengacara Senior Diduga Gelapkan Miliaran Rupiah Dan Dokumen Milik Kliennya, itu kan ditiupkan juga oleh pihak Ny. Ludya Papilaya melalui ahli warisnya yang bernama Nimrot.
Perihalnya terkait uang dari pembayaran lahan sebesar 14 milyar lalu kemudian pembagian tidak merata dan terjadi bentrok dengan kuasa hukum RT. Bukankah RT bertindak juga untuk dan atas nama Pemberi Kuasa?, jangan sampai hal demikian terulang lagi pada kuasa hukum yang sekarang.
“Semoga jangan ya, “tutupnya disembari membetulkan ikat pinggangnya.
Dia pun menerangkan, mungkinkah karena nilai rupiah ini ada memiliki hubungan dengan nilai anggaran eksekusi?, informasi yang diperoleh untuk melakukan eksekusi catatan di PN Ambon senilai Rp160 juta, uang tersebut di setor sejak tahun 2019 -2020 oleh Fat selaku Donatur. Kok RT meminta dari Soplanit uang senilai Rp 2 miliar?. Pengacara muda yang juga putra asli bumi MBD ini pun mengakhiri perkataan dengan kata kata asing, yang bunyinya Gutta cavat lapidem non vi, sed saepe cadendo, sic homo fit sapiens bis non, sed saepe legendo. Sembari mengartikan, “Batu berlubang bukan karena kekuatan yang dahsyat tetapi akibat tetesan air yang berulang kali. Begitu pula manusia menjadi bijak bukan karena satu dua kali tetapi karena kerap kali membaca. Banyak membaca banyak mengkaji fakta, berpegang pada kebenaran, dengan demikian hasil tidak akan mengkhianati proses. (TS 02)
Discussion about this post