Kepulauan Aru, Maluku – Di Tenggara Provinsi Maluku, Kepulauan Aru menyimpan keindahan yang masih alami dan jarang terjamah. Salah satu permata tersembunyi itu adalah Pulau Trangan, sebuah wilayah yang menawarkan bentang alam unik, dari padang savana luas hingga pantai berpasir putih yang mengeluarkan suara ketika dijejak. Pulau ini juga menjadi tempat bagi tradisi berburu yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat setempat.
Pulau Trangan terletak di bagian selatan Kepulauan Aru, Maluku. Untuk mencapainya, pengunjung harus menumpang kapal penumpang milik ASDP dengan waktu tempuh sekitar empat jam dari Dobo, ibu kota Kepulauan Aru. Alternatif lain yang lebih cepat adalah menggunakan speed boat, yang hanya memakan waktu dua jam.
Bagi yang memilih kapal penumpang, perjalanan akan lebih santai meskipun perlu menginap di rumah warga karena keterbatasan fasilitas penginapan. Sementara bagi yang menggunakan spit boat, sensasi melintasi laut Aru dengan ombak yang berayun dapat menjadi pengalaman tersendiri sebelum tiba di pulau ini.
Begitu menjejakkan kaki di Trangan, pesona alam segera menyambut. Hutan mangrove lebat membentang di beberapa bagian, menciptakan suasana yang mirip dengan “Amazonia kecil” di perairan payau. Padang savana luas dan pantai berpasir putih menjadi daya tarik utama, menawarkan ketenangan sekaligus petualangan bagi mereka yang ingin menjelajahi kehidupan liar Aru.

Eksplorasi Goa Karst di Marafenfen
Salah satu destinasi menarik di Pulau Trangan adalah Goa Marafenfen, sebuah gua karst alami yang tersembunyi di Desa Marafenfen, Kecamatan Aru Selatan. Goa ini terbentuk dari batuan kapur dengan panjang mencapai 500 meter, dihuni oleh ribuan burung walet yang bersarang di langit-langitnya.

Untuk mencapai gua ini, pengunjung harus menyeberangi perairan menggunakan perahu, lalu melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh 300 meter melewati hutan. Saat memasuki mulut gua, suara kepakan burung walet terdengar menggema di antara stalaktit dan stalagmit yang menjulang. Bentuk bebatuan di dalamnya sangat unik—dinding bagian luar tampak gelap, sementara bagian dalamnya berkilauan dengan warna putih kekuningan akibat tetesan air yang mengendapkan mineral selama ribuan tahun.
Dulu, gua ini adalah jalur yang digunakan masyarakat Marafenfen untuk menuju desa lain. Namun, seiring waktu, jalur ini mulai jarang dilalui dan kini menjadi destinasi wisata tersembunyi bagi para pelancong yang menyukai eksplorasi alam.

Sejuknya Kongan: Kolam Alami di Tengah Hutan
Setelah menjelajahi Goa Marafenfen, wisatawan bisa menyegarkan diri di Kongan, sebuah kolam alami yang terbentuk dari mata air bawah tanah. Masyarakat setempat sering menjadikan tempat ini sebagai pemandian alami, terutama anak-anak yang berlarian menyusuri padang savana sebelum akhirnya menceburkan diri ke air yang jernih dan sejuk.
Dinding kolam ini dikelilingi bebatuan alami, sementara hutan di sekitarnya memberikan keteduhan. Airnya yang berwarna biru gelap menambah kesan eksotis. Meski kedalamannya belum dapat diukur secara pasti, kolam ini tetap menjadi tempat favorit bagi warga lokal untuk berenang dan bermain air.

Pantai Trangan: Pasir Berbunyi dan Senja di Fot-Jalai
Pulau Trangan juga memiliki pantai unik dengan pasir putih halus yang, pada musim panas, mengeluarkan suara “kricik… kricik…” ketika diinjak. Fenomena ini terjadi akibat gesekan antar butiran pasir yang sangat halus dan kering.
Pantai ini membentang sepanjang 8 kilometer, berhadapan langsung dengan Laut Arafura. Deburan ombak yang datang dari arah barat laut menciptakan suasana yang menenangkan, terutama saat matahari mulai tenggelam.
Salah satu lokasi terbaik untuk menikmati senja adalah Fot-Jalai, sebuah bukit kecil di Desa Fatural. Dari tempat ini, wisatawan dapat menyaksikan semburat jingga matahari terbenam yang berpadu dengan siluet gerombolan ikan pelagis yang berenang di permukaan laut.
Di sini, tradisi menangkap ikan segar dan langsung membakarnya di atas pasir pantai masih lestari. Menikmati ikan hasil tangkapan sendiri dengan bumbu sederhana, ditemani angin laut yang sepoi-sepoi, adalah pengalaman yang sulit ditemukan di tempat lain.

Tor Dauk: Tradisi Berburu di Padang Savana
Bagi para pencinta budaya dan petualangan, Tor Dauk—tradisi berburu di padang savana—adalah pengalaman yang tak boleh dilewatkan. Ritual ini dilakukan sekitar bulan Oktober hingga November di desa-desa seperti Popjetur dan Marafenfen, melibatkan warga dari berbagai penjuru Aru Selatan.
Tor Dauk bukan sekadar berburu, melainkan warisan leluhur yang diwariskan turun-temurun. Prosesnya dimulai dengan membakar alang-alang di padang savana, membuat hewan buruan seperti rusa dan babi hutan berlarian mencari tempat berlindung.
Yang menarik, hanya orang-orang tertentu yang diizinkan untuk menyalakan api, guna mencegah kebakaran merembet ke hutan sekitar. Aturan lainnya adalah sistem kepemilikan hasil buruan: siapa yang pertama kali memanah dan mengenai hewan, dialah pemilik sah hewan tersebut, meskipun orang lain yang kemudian menewaskannya.
Anjing-anjing pemburu juga memainkan peran penting dalam Tor Dauk. Mereka dilepas untuk mengejar rusa dan babi hutan yang panik di tengah alang-alang yang terbakar. Sementara para pemburu dengan busur dan anak panah bersiap di posisi strategis, menunggu momen yang tepat untuk melepas tembakan.

Menjaga Keseimbangan Alam dan Budaya
Meskipun berburu adalah bagian dari kehidupan masyarakat Aru, ada aturan ketat yang memastikan keberlanjutan ekosistem. Hewan yang masih kecil atau betina hamil tidak boleh diburu, dan jumlah hasil buruan selalu dibatasi agar populasi tetap terjaga.
Tradisi Tor Dauk tidak hanya menjadi ajang berburu, tetapi juga menguatkan solidaritas antarwarga desa. Setelah berburu, hasilnya akan dibagikan secara adil, mencerminkan prinsip kebersamaan dalam kehidupan masyarakat Aru.
Pulau Trangan: Destinasi Wisata yang Tak Terlupakan
Keindahan Pulau Trangan tak hanya terletak pada bentang alamnya, tetapi juga dalam kehidupan masyarakatnya yang masih menjaga tradisi dan keseimbangan dengan alam.
Menjelajahi goa karst di Marafenfen, menyelami segarnya air Kongan, menikmati pasir berbunyi di Pantai Trangan, hingga ikut serta dalam tradisi Tor Dauk—semua pengalaman ini memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana manusia dan alam bisa hidup berdampingan secara harmonis.
Bagi mereka yang mencari petualangan autentik di ujung timur Indonesia, Pulau Trangan adalah destinasi yang layak dijelajahi.
Penulis: Johan Djamanmona Editor : Christ Belseran