titastory.id, ambon – PT Spice Islands Maluku (SIM) yang berinvestasi di bidang pertanian, penanaman pisang abaka, akhirnya “angkat kaki” dari Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Sejak mulai beroperasi, perusahan ini harus berurusan dengan warga beberapa desa, terkait masalah lahan yang tak kunjung tuntas.
Diantaranya warga Pelita di Kawa, Desa Nuruwe dan Desa Waesamu. Puncaknya, sempat terjadi bentrok terbuka antara karyawan PT SIM dan warga setempat yang melakukan penolakan, hingga menimbulkan korban jiwa, beberapa waktu lalu. Warga melakukan protes, karena kebun mereka juga ikut tergusur.
Perusahan ini akhirnya secara resmi menghentikan kegiatannya di Kabupaten SBB sejak 1 Juli 2024 lalu.
Tutupnya perusahan ini disampaikan oleh Plt Kabid Humas Polda Maluku, AKBP Aminnullah lewat rilisnya yang dibagikan di grup whatsapp, Kamis (4/7/2024).
“PT SIM menyatakan diri tutup terhitung tanggal 1 Juli 2024 karena belum ada kepastian tentang kegiatan operasional di lapangan ,” kata Aminnullah.
Keputusan ini juga telah disampaikan kepada Penjabat Bupati SBB, Achmad Jais Ely melalui surat Pemberitahuan Penutupan dan atau Penghentian Kegiatan secara menyeluruh PT Spice Islands Maluku dengan nomor 084/Spin_Legawl/2024 tanggal 27 Juni 2024.
Juru bicara Polda Maluku ini menyebutkan, PT SIM sudah mendapatkan semua perijinan dari pemerintah dan instansi yang berwenang. Selain itu, sudah melaksanakan kewajibannya untuk Pemda , termasuk merekrut masyarakat setempat untuk bekerja.
Menurutnya, pasca ditutupnya PT SIM, sebanyak 520 orang karyawan yang merupakan anak asli Seram dirumahkan atau kehilangan pekerjaan.
Program CSR seperti beasiswa pendidikan hingga di tingkat perguruan tinggi di Jakarta, tidak dilanjutkan.
Ia menyayangkan hal ini terjadi, karena merugikan masyarakat yang dilibatkan dalam usaha.
Dampak lainnya yang dirasakan akibat penutupan perusahaan adalah biaya hidup para karyawan. Pinjaman bank, biaya sekolah dan kebutuhan keluarga terhenti.
Terkait persoalan laporan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan karyawan PT SIM pada 20 Oktober 2023 lalu, Aminnullah menegaskan, pihak keluarga korban telah melakukan pencabutan perkara pada 27 Juni 2024 dan sudah diselesaikan dengan baik.
“Namun masih ada orang dan kelompok yang terus memprovokasi untuk mengganggu operasional usaha PT SIM dan masyarakat setempat,” kata Aminnullah.
Mereka yang mencabut perkara yaitu La Ahmad, ayah kandung Almarhum La Riswandi selaku korban dari terlapor Romi Nelson Benjamin Manuputty, karyawan PT SIM. Kemudian La Basar dan Ode Alfi selaku korban penganiayaan dari Wawan Ely, karyawan PT SIM.
La Randi, adik kandung Almarhum La Riswandi, korban penganiayaan mengaku tidak lagi mempermasalahkan atau melanjutkan perkara tersebut.
“Kami telah membuat surat pencabutan perkara ke pihak Kepolisan (Polres SBB) karena kami telah melakukan perdamaian secara kekeluargaan dengan pelaku, dan saat ini kami telah menerima bantuan dari PT SIM,” kata La Randi yang didampingi ayahnya La Amat.
Bahkan, Ia mengaku pihaknya tidak pernah memberi kuasa kepada siapapun dalam proses perkara ini.
“Kami mohon kepada masyarakat agar memahami dan memaklumi serta tidak mempermasalahkan permasalahan karena kami keluarga telah mengiklaskan kepergian Almarhum sebagai satu ujian dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” jelasnya.
Terpisah, Ketua Saniri Negeri Lohiatala, Yandro Somae, menyampaikan dukungannya atas kehadiran PT SIM di SBB yang beroperasi di Desa Lohiatala, Desa Nuruwe, Desa Hatusua dan Desa Kawa.
“Harapan kami dengan adanya kehadiran Perusahan pisang abaka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga masyarakat bisa beroperasi dalam pekerjaan di perusahan tersebut,” ungkapnya.
Ketua Saniri sangat berharap adanya perhatian khusus dari Pemkab SBB dan para pemangku kepentingan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan PT SIM.
Menurutnya, kehadiran PT SIM dapat mengurangi tingkat kriminal, kemiskinan dan juga penganguran di Kabupaten SBB dan beberapa desa yang terdampak.
“Kami berharap semoga PT SIM dapat beroperasi sehingga ekonomi masyarakat bisa stabil dan bisa bekerja kembali,” harapnya.
Senada dengan Ketua Saniri Negeri Lohiatala, Pejabat Negeri Kawa, Ril Ely, juga menyampaikan dukungannya atas kembali beroperasinya PT SIM Abaka.
Kehadiran perusahaan, kata Ril Ely, untuk menciptakan dan membuka lapangan pekerjaan di desa Kawa dan pada umumnya di SBB. Termasuk meliputi Desa Nuruwe, Desa Lohiatala.
“Karena dengan adanya PT SIM Abaka angka pengangguran di bumi Saka Mese Nusa ini sangat berkurang, karena ada oknum-oknum yang tidak bertangung jawab dan sengaja membuat permasalahan sengketa lahan maka PT SIM Abaka menghentikan operasi dan membuat angka pengangguran akan bertambah di negeri Kawa pada umumnya di SBB,” ungkapnya.
Dengan bertambahnya angka pengangguran, masyarakat juga semakin susah, “dan saya selaku pemerintah negeri Kawa sekali lagi mengatakan saya sangat mendukung untuk PT SIM Abaka beropersai lagi di Desa Kawa,” pungkasnya.
Para ketua Saniri tersebut sangat menyayangkan adanya perorangan yang memprovokasi dan mengatasnamakan masyarakat tanpa adanya koordinasi dengan para saniri dan berharap agar aparat penegak hukum memprosesnya secara hukum.(TS-02)
Discussion about this post