titastory, Seram Timur – Aktivitas pertambangan batu pecah milik PT Abadi Sarana Nusa (ASN) di Desa Sesar, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku, diduga melanggar ketentuan izin operasional. Temuan ini terungkap dari investigasi lapangan pada 18 September 2025.
Perusahaan galian C tersebut disinyalir melakukan pengerukan pasir dan batu di luar konsesi resmi yang ditetapkan pemerintah daerah. Seorang sopir perusahaan mengaku aktivitas pengangkutan material tidak lagi berada di titik koordinat yang diizinkan.
“Katong muat pasir dan batu seng pada titik koordinat perusahan yang diizinkan, katong su ambil di luar itu,” ujar sopir yang enggan disebut namanya.

Ia mengkhawatirkan pengerukan di luar area izin berpotensi memicu banjir, mengingat lokasi tambang berdekatan dengan permukiman warga Kampung Gorom yang pernah terdampak banjir besar dua bulan lalu.
Setiap hari, PT ASN disebut mengangkut hingga 100 ret material menggunakan tongkang untuk dijual ke Papua dan Papua Barat. Selain itu, perusahaan juga membeli material dari masyarakat dengan harga di bawah standar daerah, sekitar Rp400 ribu–Rp450 ribu per ret, sementara harga resmi berkisar Rp550 ribu–Rp600 ribu.
Ketua Badan Koordinasi Daerah Persaudaraan Pemuda Etnis Nusantara (BAKORDA PENA) SBT, Rahman Rumuar, menilai praktik serupa bukan hal baru dan sering dilakukan perusahaan tambang di wilayah itu.
“Pelanggaran lingkungan di SBT sering dilakukan oligarki industri tanpa memperhatikan dampak terhadap warga. Tiga bulan lalu, banjir besar menghantam Desa Kampung Gorom akibat aktivitas perusahaan di atasnya,” ujar Rahman.
Ia menegaskan, pihaknya akan melayangkan surat aksi ke Polres SBT untuk mendesak pemerintah daerah meninjau kembali izin PT ASN. “Sebaiknya izinnya dicabut karena bekerja di luar area perizinan dan merugikan daerah,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, manajemen PT Abadi Sarana Nusa belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut.