- Polemik pembangunan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Kepulauan Aru senilai Rp9,8 miliar menyeret sejumlah pihak, namun ujung masalahnya masih kabur.
titastory, Dobo – Proyek pembangunan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Kepulauan Aru menjadi sorotan tajam setelah dana sebesar Rp9,8 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2022 tidak membuahkan hasil seperti yang dijanjikan. Hingga kini, progres pembangunan yang seharusnya selesai 100 persen hanya mencapai sekitar 70 persen, meski anggaran telah dicairkan penuh.
Bupati Kepulauan Aru, Johan Gonga, yang menjadi pusat perhatian, terlihat memilih untuk mencuci tangan dari persoalan ini. Dalam pernyataannya kepada mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Mollucas Corruption Watch (MCW), Gonga justru mengalihkan tanggung jawab kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), konsultan pengawas, dan pihak ketiga.
“Kalau bicara kerugian negara, tanggung jawab itu ada pada konsultan pengawas, PPK, dan pihak ketiga. Progres dilaporkan, dan berdasarkan itu dilakukan pencairan,” kata Gonga, seraya mengakui adanya indikasi kerugian negara akibat pembayaran yang tidak sesuai progres pekerjaan.
Proyek bermasalah ini telah masuk dalam penanganan Kejaksaan Negeri Aru. Dua tersangka telah ditetapkan, yaitu Direktur CV Medan Jaya Makmur, Wahab Manggar, dan PPK Hany Lekatompesy. Namun, hingga kini kejelasan soal sisa dana proyek dan tanggung jawab atas kegagalan ini masih menjadi misteri.
Jacob Ubjaan, Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Aru, menambahkan bahwa sisa anggaran proyek yang telah dikucurkan telah masuk dalam Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun 2022. Namun, dana tersebut tidak diakomodasi dalam APBD 2023 maupun 2024.
“Pengusulan agar dana itu masuk dalam APBD sudah dilakukan, tetapi tidak diakomodasi. Padahal, disposisi dari Bupati sudah jelas. Saya juga belum mendapat laporan detail dari Inspektorat soal hasil perhitungan fisik bangunan,” ujar Ubjaan.
Kepala Dinas Perpustakaan Angkat Bicara
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, Nurtje I.D.J. Guyen, menyebutkan bahwa pencairan tahap kedua dilakukan berdasarkan laporan konsultan pengawas, yang menyatakan progres pembangunan mencapai 70,08 persen. Namun, ia menyayangkan bahwa proyek ini tidak selesai dan akhirnya menjadi sorotan masyarakat serta aparat hukum.
“Saya sudah mengusulkan agar sisa anggaran ini dimasukkan ke dalam APBD Perubahan, tapi tetap tidak diakomodasi,” keluh Guyen.
Mosi Tidak Percaya
Situasi ini memicu mosi tidak percaya terhadap Kepala Inspektorat Kabupaten Kepulauan Aru, Rony Heatubun. Pernyataannya yang menyebut bahwa Kabupaten Aru tidak memiliki ahli untuk menghitung progres fisik bangunan menuai kecaman.
“Ini konyol. Bagaimana mungkin proyek sebesar ini tidak dihitung progres fisiknya? Yang dihitung hanya keuangan. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal,” ujar salah seorang mahasiswa yang turut dalam aksi MCW.
Kasus ini menjadi gambaran jelas tentang lemahnya pengelolaan anggaran dan pengawasan proyek di daerah. Publik menanti langkah tegas dari Kejaksaan Negeri Aru dan pemerintah pusat untuk mengusut tuntas indikasi korupsi dalam proyek mangkrak ini.
Apakah keadilan akan terwujud, atau kasus ini akan menguap seperti SILPA yang tak kunjung kembali ke anggaran? Waktu yang akan menjawab.
Penulis : Johan Djamanmona Editor : Christ Belseran