Proyek strategis nasional (PSN) yang di harapkan menjadi sumber peningkatan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pemanasan global justru memicu kerusakan lingkungan, perampasan ruang hidup, hingga memperlebar ketimpangan di wilayah-wilayah yang terdapat pertambangan dan pabrik pengolahan nikel.
Hal ini terungkap dalam diskusi dan nonton bareng film “Kutukan Nikel” yang diadakan oleh Alinasi Jurnalis Independen (AJI) Ternate, bersama AJI Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Tempo Witnes, di Pandopo Museum Rempah-rempah, Benteng Orange, Ternate Tengah, Kota Ternate, pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Mahmud Ici, jurnalis senior, yang sering terlibat dalam program liputan masalah proyek strategis nasional (PSN) di Maluku Utara mengatakan PSN merupakan penjajahan yang dilakukan terhadap masyarakat terutama di wilayah industri nikel seperti di Halmahera Tengah, Halmahera Timur, dan Pulau Obi, di Halmahera Selatan.
“Proses penjajahan kini berulang, masa lampau persaingan dan pertahanan berada pada komunitas cengkeh, sekarang kita beralih ke penjajah yang lain, dalam konteks hasil bumi kita yaitu nikel dan juga batubara. Di Halmahera Timur misalnya, tiba-tiba tanah mereka hilang entah siapa yang menjual, itu adalah bukti penjajahan dari negeri kita” kata Mahmud Ici, dalam diskusi.
Menurutnya, eksploitasi pertambangan yang masif dan operasi produksi pabrik seperti PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Weda, Halmahera Tengah, dan Harita Nickel, di Pulau Obi, Halmahera Selatan, telah mengakibatkan kerusakan multidimensi, tidak saja pada lingkungan, tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat, masalah ketimpangan ekonomi dan menurunnya kesehatan pada masyarakat lingkar tambang.
Faizal Ratuela, Direktur Walhi Maluku Utara, menambahkan saat ini wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di lokasi PSN beroperasi mengundang ‘kiamat’. Negara, kata dia, mesti bertanggung jawab, sebab, telah memaksakan masyarakat hidup dalam kesengasaraan dan bencana akibat dijejali proyek ambisius tersebut.
Dia bilang jumlah konsesasi yang ada dengan daratan yang kecil berdampak sangat besar dan negara harusnya punya rencana tata ruang yang jelas, tidak hanya menerima mentah-mentah kebijakan proyek strategi nasional.
Pemerintah daerah, tambah Faisal, punya kewenangan penting melakukan evaluasi secara total atas perizinan-perizinan pertambangan di Maluku Utara, salah satunya dengan melakukan moratorium.
“Jika negara tidak melakukan moratorium, dipastikan akan terjadi bencana ekologi secara besar-besaran. Sebab beban daya tampung tidak [lagi] mendukung terutama di wilayah Maluku Utara,” jelas Faisal.
Prof. M. Aris, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun menjelaskan, proyek strategis nasional yang berlangsung di Maluku Utara saat ini merupakan proses perencanaan yang gagal. Seharusnya, sistem perencanaan memperhatikan ekosistem laut, karena wilayah kepulauan Maluku Utara jadi lumbung ikan.
Bagi M. Aris, tidak ada tujuan mulia dari PSN. Meski memiliki pilar pemerataan, pertumbuhan, dan kesejateraan, PSN justru gagal. Ia ingatkan agar tidak terlena dengan narasi dari tiga pilar PSN tersebut. “Karena tidak mungkin terjadi [kesejahteraan]. Tidak ada sejarah di dunia ini yang masyarakat di lingkar tambang akan sejahtera.”
“Fakta yang ada sekarang, ke tiga pilar ini terjadi. Semua ini hanya kalkulasi, amputasi [menghilangkan] sistem sosial yang ada di masyarakat lingkar tambang, sekarang terjadi oleh kehadiran PSN ini,” jelas Prof. Aris, yang banyak melakukan riset pencemaran lingkungan perairan terhadap biota laut di Maluku Utara.
Saat ini, katanya, degradasi di wilayah persisir seperti di Weda, sangat masif terjadi. Ekosistem mangrove, lamun, dan karang, di daerah ini, dari hasil risetnya, sudah mengalami kepunahan.
“[PSN] ini perencanaan yang tidak tuntas dan yang jadi korban adalah masyarakat.”
Sekretaris Bappeda Maluku Utara, Herifal Naly Thomas mengatakan, pihaknya akan menyiapkan infrastruktur pendukung pengembangan desa mandiri di Obi, Halamahera Selatan dan Weda, Halmahera Tengah, yang merupakan wilayah proyek strategis nasional (PSN).
“Kita berdayakan desa disekitar PSN. Anggaran kita tingkatkan Rp 1 miliar melalui dana desa,” kata Herifal.
Ia mengatakan, program desa mandiri itu akan dijalankan selama enam bulan. Dalam waktu ini, kata ia, ditargetkan desa-desa di wilayah PSN industri pertambangan bisa maju dan mandiri.
“Kita tetap mendukung PSN. Dan, kita hanya menjalankan program, tanpa mengabaikan kesejahteraan masyarakat,” kata Herifal.
Anggota DPRD Maluku Utara, Muksin Amrin mengatakan, kerusakan lingkungan akibat PSN tersebut tak bisa diabaikan, seperti sungai-sungai yang mulai berubah warna.
Meskipun, kata ia, ada output yang membuat anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 3,3 miliar dan dana alokasi transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 2,4 triliun. “Anggaran ini dari tiga daerah penyumbang, yaitu Halmahera Selatan, Halmahera Tengah, dan Halmahera Timur,” jelas Muksin.