Protes Koalisi Anti-SLAPP: PT Baoshuo Taman Industri Investment Group Diduga Merampas Tanah dan Merusak Lingkungan Warga

by
02/11/2024
Keterangan Gambar: Koalisi Anti SLAPP antara lain: Walhi, Jatam, KPA, Walhi Sulteng, YTM, AEER, Green Peace, Trend Asia, Jatam Sulteng, dan Serikat Pelajar NTT melakukan aksi menuntut penghentian kasus SLAPP yang dialami warga yang tengah berjuang mempertahankan ruang hidup mereka dari ancaman ekstraktivisme, di depan Kantor PT BTIIG, World Capital Tower, Jl. DR. Ide Anak Agung Gde Agung, Kuningan, Jakarta Selatan. (Jatam Sulwesi Tengah)

titastory.id, morowali – Koalisi Anti Strategic Lawsuits Againts Public Participation (SLAAP) memprotes pembangunan kawasan industri oleh  PT Baoshuo Taman Industri Invesment Group (BTIIG). Pasalnya, selama proses pembagunan kawasan industri itu diwarnai dengan perampasan tanah masyarakat dan kerusakan lingkungan. Menurut SLAPP aktivitas perusahaan menyebakan salah gusur, mematikan produksi lahan, merubah jalur sungai, menimbun irigasi, reklamasi ilegal, pengrusakan mangrove dan pengambil alihan aset jalan desa secara sepihak.

“Dengan praktek tersebut konflik antara perusahaan dan masyarakat menjadi tidak terhindarkan,” kata Moh Taufik, Perwakilan Jaringan Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah kepada titastory.id, Sabtu, (2/11).

Aksi protes meningkat sejak tahun 2022, ketika lahan berisi tanaman seluas 14 hektar milik petani di Desa Ambunu digusur pada malam hari. Sampai saat ini protes terus dilakukan dan puncaknya pada Juni hingga Juli 2024 lalu, ketika PT BTIIG mengklaim sepihak jalan desa di Desa Topogaro dan Ambunu digunakan sebagai jalan holing. Bentuk protes itu dilakukan oleh masyarakat dengan memblokade jalan di dua desa tersebut.

Buntut dari aksi protes itu, lima orang warga Desa Topogaro diantaranya, Rahman Ladanu, Wahid Imran, Hamdan, Safaat dan Sadam dilaporkan ke Polda Sulawasi tengah atas tindak pidana Minerba. Tak hanya itu, lima orang warga Desa Ambunu juga mengalami kriminalisasi . Mereka adalah, Abd Ramadhan A, Hasrun, Moh Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms dan Rifiana Ms.

Padahal, jalan yang diklaim perusahaan merupakan akses utama ke kebun warga sudah ada lebih dulu jauh sebelum perusahaan itu hadir. Jalan tersebut dulunya masih berbentuk jalan tanah. Saat ini aktivitas kenderaan alat berat, abu jalan, dan bangunan penampung Ore nikel di badan jalan sangat menganggu masyarakat.

Keterangan Gambar: Koalisi Anti SLAPP antara lain: Walhi, Jatam, KPA, Walhi Sulteng, YTM, AEER, Green Peace, Trend Asia, Jatam Sulteng, dan Serikat Pelajar NTT melakukan aksi menuntut penghentian kasus SLAPP yang dialami warga yang tengah berjuang mempertahankan ruang hidup mereka dari ancaman ekstraktivisme, di depan Kantor PT BTIIG, World Capital Tower, Jl. DR. Ide Anak Agung Gde Agung, Kuningan, Jakarta Selatan. (Jatam Sulwesi Tengah)

PT Baoshuo Taman Industri Invesment Group (BTIIG) merupakan perusahaan pengolahan nikel yang berada di Kec Bungku Barat Kab Morowali Sulawesi Tengah. Perusahaan tersebut membangun kawasan industri dengan nama Huabao Industrial Park, dengan luas kawasan 20.000 hektar terletak di enam desa, seperti, Desa Wata, Tondo, Ambunu, Topogaro, Umpanga, Larebonu dan Wosu.

Saat ini pembagunan tahap satu tengah dikerjakan di Desa Topogaro, Tondo, dan Ambunu. Terdapat PLTU Captive berkapasitas 350 Mw, Fly over, Stock file ore, Smhelter, dan fasilitas

Taufik mengungkapkan, perusahaan tidak hanya melaporkan warga dengan tindak pidana namun warga juga digugat secara perdata. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan upaya untuk membungkam protes masyarakat yang berjuang mempertahankan hak atas kehidupanya dengan strategi SLAPP. Tidakan tersebut juga sebagai jalan untuk memuluskan ambisi pembagunan kawasan industri nikel yang berlabel Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Hilirisasi.

“Lima orang warga Desa Topogaro Rahman Ladanu, Wahid/Imran, Hamdan, Safaat dan Sadam dengan tuntutan 14 miliar atas kerugian materil dan in materil selama proses aksi blokade,” ungkap Taufik.

Keterangan gambar: Kantor PT BTIIG, World Capital Tower, Jl. DR. Ide Anak Agung Gde Agung, Kuningan, Jakarta Selatan. (Foto: ChristB)

Dari Kasus tersebut, koalisi memperkirakan angka kriminalisasi bakal meningkat seiring dengan pembagunan kawasan yang terus dilakukan oleh perusahaan. Proyek – proyek nikel tumbuh subur sejak tahun 2014 hingga saat ini di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara mulai memberikan dampak serius bagi kehidupan masyarakat. Polusi udara, kecelakaan kerja, perampasan tanah dan kesenjangan sosial.

Di tahun 2023 sampai tahun 2024 gelombang protes warga juga mulai meningkat di beberapa kawasan industri nikel seperti di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Stardust Estate Invesment (SEI). Seperti yang terjadi di PT IMIP, tujuh orang memprotes polusi udara akibat aktivitas PLTU dipanggil polisi. Akan tetapi protes tersebut juga disambut dengan tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan.

Atas situasi tersebut Koalisi Anti SLAPP melayangkan sejumlah tuntutan diantaranya:

1.Hentikan kriminalisasi dan pelanggaran HAM terhadap warga di lingkar industri nikel

2.Hentikan kriminalisasi pejuang agraria di Desa Topogaro dan Ambunu

3.Batalkan MoU Pemda Morowali dan BTIIG terkait penggunaan jalan desa

4.Stop penggunaan jalan kantong produksi sebagai jalan holing PT BTIIG di Desa Topogaro dan Ambunu

5.Stop PLTU Captive yang menyebabkan polusi udara

Koalisi Anti SLAPP merupakan gabungan organisasi masyarakat sipil seperti,  Walhi, Jatam, KPA, Walhi Sulteng, YTM, AEER, Green Peace, Trend Asia, Jatam Sulteng, dan Serikat Pelajar NTT. (TS-01)

error: Content is protected !!