titastory.id, morowali – Lima warga Desa Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Morowali, Sulawesi Tengah, menghadapi kriminalisasi setelah melakukan aksi protes terhadap perampasan akses jalan tani oleh PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP). Aksi blokade jalan tani yang dilakukan warga pada 15 Juni 2024 dipicu oleh pernyataan Legal Eksternal PT IHIP yang mengklaim bahwa jalan tersebut adalah milik PT Baoshuo Taman Industri Invesment Grup (BTIIG), sebuah perusahaan yang beroperasi di kawasan industri nikel PT IHIP.
Pada 4 Oktober 2024, kelima warga—Abdul Ramadhan A, Hasrun, Mohamad Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms., dan Rifiana Ms dipanggil oleh Polda Sulawesi Tengah atas dugaan mengganggu fungsi jalan PT BTIIG. Polda Sulawesi Tengah menggunakan Pasal 63 Ayat 1 Juncto Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan sebagai dasar hukum dalam kasus ini.
Protes ini muncul akibat keresahan warga terhadap pengabaian hak-hak mereka. Warga mengandalkan jalan tani tersebut untuk akses menuju kebun-kebun mereka yang menjadi sumber pangan dan penghidupan. Tidak hanya itu, warga juga khawatir dengan kerusakan lingkungan yang terjadi, seperti genangan air di area persawahan seluas 40 hektare akibat aktivitas perusahaan dan pencemaran perairan yang berdampak pada nelayan setempat.
Selain isu lingkungan, proses negosiasi yang dilakukan antara PT BTIIG dan Pemda Morowali tanpa melibatkan warga juga menjadi sumber ketegangan. Dalam perjanjian yang ditandai dengan penandatanganan MoU pada 11 Maret 2024, Pemda Morowali menyerahkan jalan tani untuk dijadikan jalur angkutan tambang PT BTIIG sebagai imbalan atas janji perusahaan untuk memperluas bandara. Langkah ini diambil tanpa persetujuan masyarakat, yang merasa dirugikan.
Ashadi, perwakilan dari JATAM Sulawesi Tengah, mendesak agar Polda Sulawesi Tengah segera menghentikan kriminalisasi terhadap warga yang berjuang mempertahankan ruang hidupnya. Ia juga menuntut pembatalan MoU antara Pemda Morowali dan PT BTIIG yang merugikan warga serta penghentian aktivitas industri ekstraktif yang mengancam keselamatan dan lingkungan masyarakat setempat.
“Aksi protes ini adalah puncak dari kemarahan warga atas perampasan ruang hidup mereka. Kami menuntut keadilan dan perlindungan bagi masyarakat yang berjuang mempertahankan hak-hak atas tanah adat dan lingkungan hidupnya,” tegas Ashadi. (TS-01)
Discussion about this post