titaStory.id, ambon – Ketua Perkumpulan Pemantau Keuangan Negara (PKN), Yeheskel Nuruwe mengaku cukup menyesali langkah hukum terkait dengan persoalan dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Desa Waiheru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, bahkan terindikasi mengarah pada upaya melindungi kejahatan, sehingga dirinya mempertanyakan kapan Kepala Desa Waiheru ditetapkan sebagai tersangka.
Ketegasan ini diungkapkan Nuruwe, kepada media ini, pasca dirinya melakukan koordinasi dengan salah satu pejabat di lingkup Kejaksaan Tinggi Maluku, senin (12/06/2023).
Dia menerangkan, atas persoalan di Desa Waiheru yang telah bergulir satu tahun lebih di Kejaksaan Negeri Ambon, seolah tidak ada perkembangan yang berarti, dan disampaikan kepada masyarakat termasuk pelapor.
Menurutnya, sikap ketertutupan ini disinyalir menimbulkan ketidakpercayaan kepada lembaga Adhyaksa, karena tupoksi masyarakat adalah melaporkan adanya dugaan pelanggaran kepada aparat penegak hukum untuk ditindak lanjuti. Namun dalam kenyataannya suara rakyat itu tidak digubris.
” Ada hal yang tentunya harus diluruskan ke pihak pelapor, bagaimana mekanismenya sehingga pelapor dalam hal ini masyarakat juga tahu, bukan proses hasil temuan pihak Kejaksaan berdasarkan laporan masyarakat, kembali di audit oleh Inspektorat Kota Ambon. Karena yang harus dilakukan adalah melakukan perhitungan kerugian dari hasil temuan Kejaksaan,” terangnya.
Dia menerangkan, temuan pihak Kejaksaan Negeri Ambon, dugaan kerugian di Desa Waiheru adalah Rp400 juta. Namun ketika diminta perhitungan lagi oleh Inspektorat, pihak Inspektorat justru mengarahkan untuk melakukan pengembalian. Ini adalah akar masalahnya. Apa lagi jika masala ini sudah ada dalam penanganan seksi Pidana Khusus.
“Jika hasil temuan Kejaksaan senilai Rp400 juta, dan ketika dikembalikan untuk melakukan perhitungan oleh Inspektorat, maka secara administrasi Inspektorat hanya melakukan perhitungan atas kerugian dari temuan tersebut, bukan melakukan audit ulang, dan merekomendasikan untuk dilakukan pengembalian.” ucapnya.
Dijelaskan lagi, ada perbedaan, bahwa Inspektorat sebagai lembaga audit internal akan mengeluarkan rekomendasi pengembalian kepada OPD terkait, jika ada temuan. Namun dalam kasus di Desa Waiheru, temuan oleh lembaga penegak hukum dan sudah ditangani seksi pidana khusus, maka Inspektorat wajib secara administrasi menghitung apa yang menjadi hasil temuan Rp400 juta tersebut, berdasarkan arahan Kejaksaan Negeri Ambon.
Dia juga menduga, ada kejanggalan, dan upaya melindungi pelaku kejahatan. Bahwa di tahun 2021, Inspektorat telah mengeluarkan surat bebas temuan, sesuai surat Nomor : 300/96- Inspektorat Kota Ambon, tanggal 28 Juli Tahun 2021. Namun setelah mendapat arahan dari pihak Kejaksaan Negeri Ambon, atas nilai Rp400 juta, pihak Inspektorat justru mengakui adanya temuan, dan mengakui bahwa sudah ada pengembalian setengah dari jumlah yang di sodorkan oleh Jaksa.
” Ini kan aneh, di tahun 2021 ada produk surat bebas temuan, di tahun 2023 ada pengakuan bahwa ada pengembalian, ini masyarakat mau percaya yang mana? ” ucap Nuruwe.
Ironisnya, katanya lagi, PKN sebagai pelapor pun tidak diberitahu. Setiap berkunjung ke Kantor Kejaksaan Negeri Ambon, jawaban yang diterima bahwa kasus ini sudah ada di Seksi Pidsus, dan dalam proses pendalaman. Dan pendalaman seperti apa? itu yang tidak diketahui.
” Dengan kondisi seperti ini tentunya masyarakat punya batas kesabaran, sehingga waktunya akan ada aksi besar besaran. ” ucapnya.
Di saat yang sama, Nuruwe juga menyinggung tentang adanya laporan perubahan yang telah dimasukkan oleh Kepala Desa Waiheru, setelah kasus ini dilaporkan dan sudah ada aksi oleh pihak Kejaksaan Negeri Ambon. Dimana dirinya berpendapat bahwa sebelum Kepala Desa Waiheru, Usman Elly mengakhiri masa jabatan periode pertama sudah ada bentuk pertanggungjawaban dan sudah ada audit oleh pihak Inspektorat, dan ada surat bebas temuan.
Sehingga surat bebas temuan ini pun dijadikan sebagai salah satu syarat untuk mencalonkan diri lagi sebagai calon kepala Desa Waiheru, dan Usman Elly layak untuk menjadi Bakal Calon, dan Calon. Namun dalam perjalanan ketika masalah ini tiba di Kejaksaan Negeri Ambon, dalam kapasitas bukan lagi menjabat sebagai Kepala Desa Waiheru, laporan perubahan itu dimasukkan, apakah hal itu sah?, dan apa kewenangannya ketika melakukan tanda tangan pada dokumen laporan di saat dirinya masih belum dilegitimasi sebagai pejabat dan di SKkan oleh Walikota Ambon.
” Saya menduga, jika pihak Kejaksaan Negeri Ambon mengakomudir laporan perubahan yang dimasukkan, pertanyaan saya apakah sah jika hal itu dilakukan ketika jabatan sebagai kepala desa tidak melekat lagi pada dirinya?.
Dengan demikian dirinya meminta agar proses yang kini sudah ditangani oleh Seksi Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Ambon, harus secepat mungkin menetapkan Kepala Desa Waiheru sebagai tersangka karena sudah ada gelar perkara dan peningkatan status.
Untuk hal itu, Nuruwe juga meminta agar pihak Kejaksaan Tinggi untuk lebih serius dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Kejaksaan Negeri Ambon. Agar Masyarakat tidak berpendapat miring soal lembaga yang memiliki tupoksi sebagai pelaksana hukum. (TS-02)
Discussion about this post