Produksi Rajungan di Aru Diduga Ilegal, Ada Bekingan Aparat ?

19/02/2025
Sisa sampah hasil olahan kepiting tangan panjang (Rajungan) dibiarkan menumpuk dan mengapung. Foto : Jhon/Titastory.id

titastory, Aru -Produksi rajungan di kepulauan Aru oleh beberapa orang pengusaha yang berjalan selama ini diduga tanpa surat tanda daftar usaha pengolahan hasil perikanan (TDU-PHP), usaha selama ini dijalankan hanya dengan bekingan aparat.

Produksi kepiting rajungan yang telah direbus untuk diambil dagingnya saja dibeli dari masyarakat di berbagai desa di sekitar kepulauan Aru. Harga beli dari masyarakat berkisar 10 ribu per kilo gram hingga 16 ribu per kilo gram.

Ketika ditemui, seorang pengusaha bernama Judin mengatakan, setiap kali pengiriman bisa mencapai 100-200 kilo gram. Dengan menggunakan pesawat tujuan Surabaya dan Kendari.

“Kadang bawa 100 kilo, 200 kilo juga. Biasanya tiga-tiga hari sudah bisa kirim. Kiring (kirim) ke Surabaya dari sini, kadang Kendari. Nanti habis produksi dibawa ke Lion Parsel dulu, biasanya Lion Parsel, biasanya juga SN” kata Judin.

Tumpukan limbah Foto :Jhon/Titastory.id

Disebabkan cuaca yang masih tidak menentu sehingga belum banyak rajungan masuk dari desa yang biasa menjual di tempatnya.

“Anging (angin) masih kencang jadi belum banyak hanya 20-30 kilo saja, kurang itu.” Dikatakan, pemilik usaha ini merupakan seorang anggota TNI-AL bernama Abdulah yang saat ini berada di Surabaya.

Ketika ada hasil yang dijual ke tempatnya, Judin hanya bekerja untuk mengawasi, setelah daging sudah dipisahkan dari kerapas Ketika ditanyakan terkait izin usaha yang dimiliki, Judin mengatakan kalau surat-surat di pegang oleh anak yang sedang tidak ada ditempat saat itu.

“Kalau dia (Iwan) kan nggak. Ngak tahu siapa yang beking dia, kita ngak tahu kan pak. Mungkin ada yang lebih kuat jadi bisa bebas-bebas saja,” kata Hady, seorang pengawas yang dipekerjakan untuk mengawasi tempat produksi kepiting milik Toto, pengusaha yang saat ini berada di Makasar.

Dia melanjutkan, kalau kita pengirimannya ke Jakarta, ada orang disana, cuman 1 tempat saja, tidak banyak-banyak. Biasanya mengirim sekitar 100 sampai 150 kilo gram.
Diamenjelaskan, kalau yang berada di Jakarta merupakan penerima barang yang dikirim dari Aru saja, kalau terkiat pemilik tempat produksi dia sedang berada di Makasar. Namanya Toto.

Dikatakan, biasanya yang membantu untuk mengirim barang dari sini kalau ada kendala itu kemanakannya bos.
“Jadi semua harus punya beking juga, kalau tidak berarti susah untuk barang bisa naik.” Ketika ditanyakan persoalan dokumen izin, Hady mengatakan kalau dokumen dipegang oleh Toto.

“Biasanya ada beberapa anggota Polisi yang datang kesini, memang tidak lihat namanya tapi itu anggota Polisi,” Ujar Ima (nama samaran).
Dia mengeluhkan, kedatangan sejumlah aparat ke tempat Iwan membuatnya tidak peduli dengan pencemaran udara yang terjadi akibat dari limbah produksi rajungan dan sudah meresahkan kami.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, Iwan Asikin saat dihubungi via whatsap mengatakan, terkait dengan izin tersebut di verifikasi oleh tim namun hanya untuk usaha yang beresiko menengah dan tinggi.

“Jadi cuma verifikasi, oleh petugas yang menilai kesesuaian SKP dokumen pendukung, rencana usaha dan lampirannya” katanya, pada Senin (17/2).

Dia menambahkan, terkait dengan perizinan SIUP itu terbit dengan sistem OSS yang dikelola oleh Dinas PTSP.

Ketika dilakukan konfirmasi via whatsap, selaku staf operator pembuatan perizinan, Dinas PTSP Aru, Widi Sumarsiono menjelaskan kalau untuk perizinan pengolahan kepiting rajungan belum ditemukan terdata dalam situs OSS pelaku usaha Kepulauan Aru.

Penulis: Johan Djamanmona
Editor : Khairiyah
error: Content is protected !!