TITASTORY.ID – Masyarakat Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) meminta DPRD dan Pemerintah Kabupaten SBB melakukan evaluasi Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten SBB Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Desa.
Keinginan untuk melakukan evaluasi lantaran PERDA no 11 tersebut tidak serjalan dengan peraturan yang lebih tinggi di Negara ini yakni UUD 1945 Pasal 18b ayat, UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Permendagri 110 Tahun 2016 Tentang Desa, dan PERDA Provinsi Maluku Nomor. 16 Tahun 2019 Tentang Penataan Desa Adat.
“Berdasarkan hierarki peraturan perundang – undangan menyatakan bahwa, peraturan perundang – undangan yang sifatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perudang – undangan yang sifatnya lebih tinggi, sehingga dengan merujuk pada PERDA Provinsi Maluku Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Penataan Desa Adat, seharusnya DPRD dan Pemda Kabupaten SBB tidak kemudian menetapkan Negeri adat sebagai desa adminstratif.” Demikian disampaikan, Ch. Patukey dalam rislisnya kepada media ini.
Menurut anak adat di Kabupaten SBB PERDA no 11 Kabupaten SBB Nomor. 11 Tahun 2019 tentang desa, yang adalah desa adat atau negeri merupakan langkah yang tidak sesuai.
Untuk diketahui, 92 Negeri adat yang kini dijadikan desa adminstratif adalah Negeri Kamarian, Seruawan, Kairatu Waemital, Hatusua, Waepirit, Uraur Kawa, Desa Piru, Neniari; Morekau, Lumoli, Eti, Kaibobo, Murnaten,Nikulukan, Niwelehu, Nuniali, Lisabata, Wakolo, Patahuwe, Taniwel, Hulung; , Kasieh, Nukuhai, Pasinalo, Uweth, Laturake, Buaria, Riring, Rumahsoal, Lohiasapalewa, Niniari, Waesala, Desa Allang Asaude, Sole,Tonu Jaya, Tahalupu, Buano Utara, Buano Selatan, Tihulale, Rumahkay, Latu, Tomalehu, Hualoy; , Seriholo, Tala, Manusa, Rambatu, Rumberu, Honitetu, Hukuanakota, Waehatu, Lohiatala, Waisamu, Nuruwe, Kamal, Waesarisa,Ariate, Lokki, Luhu, Iha; 63, Kulur, Luhutuban, Masawoy, Tuniwara, Kelang Asaude, Tomalehu Barat, Tomalehu Timur, Desa Buano Hatuputih, Sohuwe, Maloang, Lumahlatal, Matapa, Seakasale, Makububui, Sukaraja, Uwen Pantai , Tounusa, Masihuwey, Solea, Waraloin, Walakone, Hatunuru, Lumahpelu, Sanahu, Wasia, Sumeith Pasinaro, Watui, Abio Ahiolo, Huku Kecil, Desa Elpaputih.
Terkai dengan penetapan yang ada, Patukey mengungkapkan, sesuai PERDA Provinsi Maluku Nomor. 16 Tahun 2019 Tentang Penataan Desa Adat, Bab 2, Pasal 5 ayat (1) menjelaskan Pemerintah Daerah melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat, bukan desa admintrastif.
Lebih lanjut dirinya juga menekakan pada Pasal 6 ayat (1), PERDA Provinsi Maluku juga menerangkan bahwa Pemerintah Daerah dapat merubah status desa menjadi desa adat.
“Merujuk dari Pasal 5 dan 6 pada Perda Provinsi Maluku diatas maka, seharusnya DPRD dan Pemda SBB meruba status desa menjadi Desa Adat atau penyebutan nama lain, bukan malah menetapkan kami Negeri – Negeri Adat yang ada di SBB menjadi Desa adminstratif,” ulas Patukey.
Dikatakan, merujuk pada bagian dua pasal 3 PERDA Kabupaten SBB Nomor. 11 Tahun 2019 Tentang Desa, dan telah menetapkan 92 Negeri di SBB menjadi desa administrasi, seharusnya di dalam penjelasan Perda tersebut tidak ada penyebutan negeri dan Saniri Negeri karena semua Negeri – Negeri Adat di SBB sudah berubah statusnya menjadi desa seperti yang telah di tuangkan dalam perda Kabupaten Seram Bagian Barat Nomor. 11 Tahun 2019.
“Jika sudah berstatus desa adminitratif, untuk apa ada Saniri?, karena ada hal yang cukup menarik bahwa PERDA Kabupaten SBB cukup memiliki dampak dan ada kerugian sebagai masyarakat adat sebagai masyarakat yang juga diakui oleh negara dan petuanan adatny. (TS – 02)
Discussion about this post